Mohon tunggu...
Ikhwan Wahyudi
Ikhwan Wahyudi Mohon Tunggu... Administrasi - membaca menambah wawasan, menulis menuangkan pemikiran, berdiskusi mengasah gagasan

membaca menambah wawasan, menulis menuangkan pemikiran, berdiskusi mengasah gagasan

Selanjutnya

Tutup

Money

Geliat Gerakan Nontunai di Kota Padang

14 Juni 2015   22:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak perlu berdebat panjang, bersitegang berjam-jam hingga ngotot untuk memutuskan bahwa transaksi nontunai memiliki banyak manfaat ketimbang pembayaran secara tunai.

Kendati untuk pengadaan awal sistem dan peralatan butuh investasi besar, namun tetap saja lembaga keuangan yang ada di Tanah Air berlomba membuat perangkat pendukung transaksi nontunai.

Lihat saja contohnya Bank Rakyat Indonesia yang saat ini menurut Direktur IT dan Distribusi Chanel Zulhelfi Abidin memiliki sekitar 21 ribu anjungan tunai mandiri yang harus diisi setiap tiga hari.

Tentu saja akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit belum lagi pengadaan sejumlah peralatan penunjang, namun berbagai lembaga keuangan akan berlomba membangun perangkat sebagai investasi.

Belum lagi berapa biaya yang harus dikeluarkan Bank Indonesia untuk merencanakan , merancang, mencetak, mendistribusikan, menarik hingga memusnahkan uang butuh biaya yang tak sedikit tentunya.

Akan tetapi dalam beberapa tahun ke depan kita akan menyaksikan bagaimana layanan keuangan akan semakin mengerucut dalam bentuk kasat mata sehingga uang kartal tak lagi menjadi suatu keharusan mengisi dompet kita.

Ini sejalan dengan apa yang diprediksi oleh pendiri Microsoft Bill Gates yang menyebut ”Banking is necessary, banks are not", yang kita perlukan bank tapi tidak dengan orangnya.

Apa yang diucapkan Gates itu agaknya semakin mendekati kenyataan karena hari ini sudah banyak muncul berbagai sarana yang kian memudahkan dalam bertransaksi tanpa menggunakan uang tunai.

Sebut saja ada Paypall, Google Wallet, Apple Pay hingga Amazon Payment yang semuanya tidak diciptakan oleh bank melainkan para inovator dalam dunia digital.

Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan profesi teller di bank hanya tinggal sejarah karena semua perannya telah tergantikan oleh transaksi nontunai, ditunjang sistem informasi teknologi yang cukup menggunakan jari dapat dioperasikan.

Agaknya ini yang menjadi latar Bank Indonesia kemudian meluncurkan Gerakan Nasional Nontunai pada 14 Agustus 2014, untuk mendorong masyarakat menggunakan sistem pembayaran dan instrumen pembayaran nontunai dalam melakukan transaksi keuangan yang terus bergulir hingga saat ini.

Data yang dirilis McKinsey & Company, Asia Pacific Payments Trend, Global Payment Summit menunjukan prsentase transaksi nontunai di indonesia pada 2013 hanya sebesar 0.6 persen , jauh lebih kecil dibandingkan dengan Thailand 2.8 persen , Malaysia 7,7 persen dan Singapura 44.5 persen.

Bahkan dibandingkan negara ASEAN lainnya, persentase transaksi ritel dengan uang tunai di Indonesia paling tinggi yakni sebesar 99,4 persen dan terendah Singapura sebesar 55,5 persen.

Bagi mereka yang tinggal di ibu kota negara mungkin transaksi nontunai bukan barang baru lagi karena dalam setahun terakhir, pemerintah setempat telah mewajibkan pengguna KRL dan bus Transjakarta hingga parkir menggunakan sistem nontunai memakai kartu.

Akan tetapi jika ditarik ke daerah apalagi kota Padang tentu saja infrastruktur dan penerapan tentang transaksi nontunai belum sepopuler di Ibu Kota Negara.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat Puji Atmoko mengakui kendala yang dihadapi di daerah ini adalah soal budaya dan infrastruktur penunjang.

"Orang belum begitu familiar dengan nontunai, kalau ada suami terima gaji uang harus diserahkan dalam bentuk fisik, kalau ditransfer ke rekening bisa-bisa disuruh tidur di luar," ujar dia berkelakar.

Selain itu ia melihat infrastruktur belum lengkap, jika ada turis dari Malaysia ingin transaksi , kalau alatnya belum ada tidak bisa, lanjut dia.

Namun, kondisi ini tidak membuat Bank Indonesia perwakilan Sumbar patah arang untuk mendorong transaksi nontunai lebih memasyarakat.

Ia mengakui persoalan mendasar yang dihadapi adalah pola pikir yang memandang uang adalah sesuatu yang terlihat secara kasat mata.

Khusus untuk Kota Padang telah dilakukan penjajakan dengan Wali Kota Mahyeldi agar sejumlah transaksi keuangan yang ada di kota itu dapat dilakukan melalui sistem nontunai.

Akhirnya penjajakan yang dilakukan membuahkan hasil dimana pada Minggu 14 Juni 2015 disepakati nota kesepahaman antara Bank Indonesia perwakilan Sumbar dengan Pemerintah Kota Padang untuk mengimplementasikan gerakan nontunai.

Wali Kota Padang Mahyeldi mengatakan dalam waktu dekat seluruh penumpang bus Trans Padang dalam pembayaran akan menggunakan sistem nontunai dengan menggunakan kartu.

"Secara bertahap transaksi yang ada akan diterapkan menjadi sistem nontunai sehingga benar-benar masuk langsung ke kas daerah," ujar dia.

Menurutnya dengan dengan transaksi nontunai secara pembukuan lebih praktis dan dari segi keamanan juga lebih terjamin.

Meningkatkan PAD
Jika dikaji lebih dalam ada beberapa aspek keuangan daerah di Kota Padang yang jika menerapkan transaksi nontunai akan lebih memaksimalkan pemasukan bagi pendapatan asli daerah.

Salah satu contoh adalah pembayaran pajak restoran dan hotel dimana berdasarkan peraturan daerahnomor 29 tahun 2002 setiap transaksi keuangan yang dilakukan di restoran dan hotel akan dikenakan pajak 10 persen yang harus dibayar oleh konsumen.

Data yang dihimpun pada 2014 total pendapatan asli daerah yang dihimpun dari pajak mencapai Rp188,7 miliar terdiri atas pajak hotel, restoran, tempat hiburan, reklame, dan galian C.

Kemudian, pajak air bawah tanah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), parkir, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), dan pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Namun, kalau kita lihat penghitungan pajak hotel dan restoran tersebut masih dilakukan secara manual dan agaknya masih memakai cara menghitung rata-rata transaksi yang dilakukan.

Tentu saja cara seperti ini tidak akan akurat karena dapat saja pajak hotel dan retoran yang disetor pengusaha kepada pemerintah Kota Padang jumlahnya jauh lebih rendah dari nilai transaksi yang sebenarnya atau malah lebih tinggi.

Kalau kita simulasikan misalnya ada satu restoran yang ramai dengan transaksi Rp200 juta per bulan, tentu Pemko Padang akan menerima pajak Rp20 juta, tapi bagaimana memastikan keakuratan transaksi itu ?.

Apalagi jamak dijumpai pada sejumlah restoran sistem pembayaran tidak menggunakan kwitansi yang terukur dimana kasir hanya menulis taksiran harga tanpa jelas item yang ditulis.

Oleh sebab itu penggunaan sistem nontunai yang terhubung langsung dengan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Padang dari seluruh hotel dan restoran akan membuat penerimaan pajak menjadi lebih akurat dan transparan.

Jika dalam satu bulan transaksi rumah makan A Rp10 juta kemudian bulan depan turun jadi Rp2,5 juta maka pajak akan dibayarkan dengan pas, serta tidak ada pihak yang dirugikan.

Selama ini jika diperkirakan saja, kalau memang transaksi melebihi batas perkiraan tentu Pemko Padang kehilangan potensi penerimaan, sebaliknya kalau transaksi dibawah perkiraan pengelola hotel dan rumah makan akan merugi karena harus membayar lebih.

Lagi pula jika sistem pembayaran dilakukan secara nontunai akan terekam jelas dan masuk dalam sistem sehingga sulit dilakukan manipulasi.

Kemudian, pengusaha rumah makan yang mempekerjakan kasir juga dapat memantau berapa sebenarnya transaksi yang ada sehingga dapat mengetahui lebih detail

Menanggapi hal ini Wali Kota Padang Mahyeldi mengatakan pihaknya sudah punya rencana membangun sistem nontunai dalam menghimpun pajak hotel dan restoran yang saat ini prosesnya sedang pembahasan dengan pihak ketiga yang akan membangun sistem tersebut.

Menurut Mahyeldi selama ini pihaknya telah menyosialisasikan agar pelanggan hotel dan restoran meminta struk jika melakukan transaksi dan jika tidak diberi maka berhak untuk gratis.

Akhir kata ada sangat banyak manfaat pembayaran sistem nontunai bagi pemerintah daerah dimana jika diterapkan akan sejalan dengan prinsip good governance.

Sebab semua transaksi akan masuk ke kas daerah seketika dan tercatat sampai kapanpun sehingga perputaran uang pemerintah menjadi lebih cepat sehingga pembelanjaan untuk pembangunan daerah menjadi lebih cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun