Data yang dirilis McKinsey & Company, Asia Pacific Payments Trend, Global Payment Summit menunjukan prsentase transaksi nontunai di indonesia pada 2013 hanya sebesar 0.6 persen , jauh lebih kecil dibandingkan dengan Thailand 2.8 persen , Malaysia 7,7 persen dan Singapura 44.5 persen.
Bahkan dibandingkan negara ASEAN lainnya, persentase transaksi ritel dengan uang tunai di Indonesia paling tinggi yakni sebesar 99,4 persen dan terendah Singapura sebesar 55,5 persen.
Bagi mereka yang tinggal di ibu kota negara mungkin transaksi nontunai bukan barang baru lagi karena dalam setahun terakhir, pemerintah setempat telah mewajibkan pengguna KRL dan bus Transjakarta hingga parkir menggunakan sistem nontunai memakai kartu.
Akan tetapi jika ditarik ke daerah apalagi kota Padang tentu saja infrastruktur dan penerapan tentang transaksi nontunai belum sepopuler di Ibu Kota Negara.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat Puji Atmoko mengakui kendala yang dihadapi di daerah ini adalah soal budaya dan infrastruktur penunjang.
"Orang belum begitu familiar dengan nontunai, kalau ada suami terima gaji uang harus diserahkan dalam bentuk fisik, kalau ditransfer ke rekening bisa-bisa disuruh tidur di luar," ujar dia berkelakar.
Selain itu ia melihat infrastruktur belum lengkap, jika ada turis dari Malaysia ingin transaksi , kalau alatnya belum ada tidak bisa, lanjut dia.
Namun, kondisi ini tidak membuat Bank Indonesia perwakilan Sumbar patah arang untuk mendorong transaksi nontunai lebih memasyarakat.
Ia mengakui persoalan mendasar yang dihadapi adalah pola pikir yang memandang uang adalah sesuatu yang terlihat secara kasat mata.
Khusus untuk Kota Padang telah dilakukan penjajakan dengan Wali Kota Mahyeldi agar sejumlah transaksi keuangan yang ada di kota itu dapat dilakukan melalui sistem nontunai.
Akhirnya penjajakan yang dilakukan membuahkan hasil dimana pada Minggu 14 Juni 2015 disepakati nota kesepahaman antara Bank Indonesia perwakilan Sumbar dengan Pemerintah Kota Padang untuk mengimplementasikan gerakan nontunai.