Dengan semua dalihnya  itu Bakri pun yakin kebenaran anggapannya bahwa Ayu meninggal dunia bukan karena bunuh diri tetapi karena pembunuhan.
Karena itu, demi memuaskan dahaga keadilan di pihak keluarga Bakri, polisi seharusnya mencari antitesa untuk mengimbangi pengakuan sepihak Rambolangi Tato berupa bukti hasil autopsi.
Insting investigasi redup
Bakri juga menyayangkan sikap melempem para oknum polisi dalam menangani kasus kematian anaknya.
Pada waktu  menerima laporan dan surat pernyataan Rambolangi Tato yang mengklaim Ayu meninggal dunia karena bunuh diri dengan cara minum racun Supremo,  insting investigasi para oknum harusnya menyala dengan banyak bertanya kepada Rambolangi juga kepada para saksi yang ikut menandatangani surat pernyataan buatan Rambolangi Tato.
Misalnya bertanya, betulkah Ayu bunuh diri, mana dokumen hasil autopsinya,dll ?. Apakah kalian para saksi melihat langsung bagaimana Ayu minum cairan yang diklaim sebagai  racun merek Supremo?. Dan seterusnya
Ternyata instink ini redup, alhasil semua pertanyaan yang berbasis kecurigaan itu tak muncul dari bibir para oknum polisi penerima laporan Rambolangi Tato.
Hal lain yang juga terasa aneh di mata Bakri ialah oknum polisi mengabaikan Kartu Keluarga (KK) miliknya sebagai petunjuk menghubungi dirinya di Makassar.
Dalam KK Bakri yang dipegang oknum, Ayu termasuk salah satu anggota keluarganya dengan status anak kandung.Â
"Kartu keluarga itu kan petunjuk bahwa ada keluarga Ayu di Makassar. Berdasarkan petunjuk ini,semestinya saat itu oknum petugas berusaha menghubungi kami di Makassar tetapi itu tidak dilakukan sehingga kami tidak tahu menahu kematian ayu selama hampir dua tahun", jelas Bakri.
Lalu mengapa oknum polisi saat itu tidak menghubungi Pak Bakri berdasarkan petunjuk dari KK ?,tanya penulis.