Mohon tunggu...
Petrus Septianus Sasi
Petrus Septianus Sasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa di Universitas Mercu Buana Nama : Petrus Septianus Sasi NIM : 41322010008 Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi Indonesia

15 Desember 2023   15:27 Diperbarui: 15 Desember 2023   15:27 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem birokrasi yang korup

Sistem birokrasi yang korup adalah sistem birokrasi yang diwarnai oleh praktik-praktik korupsi. Sistem birokrasi yang korup dapat membuat individu lebih mudah untuk melakukan korupsi.

Dalam sistem birokrasi yang korup, individu yang memiliki koneksi atau relasi dengan pejabat atau pegawai birokrasi akan lebih mudah untuk mendapatkan keuntungan dari sistem birokrasi. Hal ini dapat mendorong individu untuk melakukan korupsi demi mendapatkan keuntungan tersebut.

Kemiskinan dan ketimpangan sosial

Kemiskinan dan ketimpangan sosial adalah kondisi yang dapat mendorong individu untuk melakukan korupsi demi mendapatkan keuntungan ekonomi.

Individu yang hidup dalam kemiskinan dan ketimpangan sosial akan lebih mudah untuk tergoda melakukan korupsi demi mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih baik. Misalnya, seorang pejabat pemerintah dapat menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan suap dari pengusaha demi mendapatkan keuntungan ekonomi.

Mengapa Kejahatan Korupsi Menjadi Fenomena di Indonesia?

Berdasarkan teori asosiasi diferensial, kejahatan korupsi dapat menjadi fenomena di suatu negara jika norma-norma dan nilai-nilai yang mendukung perilaku tersebut lebih dominan daripada norma-norma dan nilai-nilai yang menentangnya.

Kejahatan korupsi telah menjadi isu yang mendalam di Indonesia, mencoreng moralitas dan merugikan perekonomian serta keadilan sosial. Edwin Sutherland, seorang sosiolog kriminal terkemuka, mengembangkan konsep "white-collar crime" yang mencakup tindakan ilegal oleh individu di dalam institusi. Artikel ini akan membahas apa yang dimaksud dengan kejahatan korupsi, mengapa fenomena ini begitu merajalela di Indonesia, dan bagaimana konsep Edwin Sutherland dapat membantu kita memahami dan mengatasi masalah ini.

Faktor-faktor di atas dapat menjelaskan mengapa norma-norma dan nilai-nilai yang mendukung perilaku korupsi lebih dominan di Indonesia. Faktor-faktor ini dapat menjadi akar permasalahan korupsi di Indonesia. Untuk mencegah dan menanggulangi korupsi, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengubah norma-norma dan nilai-nilai tersebut.

Diskursus Sutherland dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Strategi tersebut dapat difokuskan pada tiga hal, yaitu:

  • Peningkatan nilai-nilai moral dan etika. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan, sosialisasi, dan penegakan hukum. Seperti pendidikan, Pendidikan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika. Pendidikan tentang nilai-nilai moral dan etika dapat diberikan di sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Sosialisasi, Sosialisasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai-nilai moral dan etika. Sosialisasi dapat dilakukan melalui media massa, kampanye sosial, dan kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan masyarakat. Juga Penegakan hukum. Penegakan hukum yang tegas juga dapat membantu meningkatkan nilai-nilai moral dan etika. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan hukuman bagi pelaku korupsi.
  • Peningkatan akuntabilitas. Hal ini dapat dilakukan melalui reformasi birokrasi, penguatan pengawasan, dan peningkatan transparansi. Reformasi birokrasi, Reformasi birokrasi dapat dilakukan dengan memperbaiki struktur birokrasi, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan pengawasan. Penguatan pengawasan. Pengawasan yang kuat dapat membantu memastikan bahwa individu-individu yang memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi tidak melakukannya. Peningkatan transparansi. Transparansi dapat membantu mencegah korupsi dengan memberikan informasi kepada masyarakat tentang aktivitas-aktivitas pemerintah dan swasta.
  • Pembatasan kesempatan. Hal ini dapat dilakukan melalui reformasi sistem, penguatan pengawasan, dan peningkatan hukuman. Reformasi sistem, Reformasi sistem dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem yang rentan terhadap korupsi, seperti sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perizinan, dan sistem keuangan. Penguatan pengawasan, Pengawasan yang kuat dapat membantu memastikan bahwa individu-individu yang memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi tidak melakukannya. Peningkatan hukuman, Hukuman yang tegas dapat membantu mencegah korupsi dengan memberikan efek jera bagi pelaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun