Sutherland berpendapat bahwa individu yang terpapar dengan norma-norma dan nilai-nilai yang mendukung perilaku kriminal akan lebih cenderung untuk melakukan kejahatan. Sebaliknya, individu yang terpapar dengan norma-norma dan nilai-nilai yang menentang perilaku kriminal akan lebih cenderung untuk tidak melakukan kejahatan.
Teori asosiasi diferensial penting untuk dipahami agar kita dapat memahami fenomena kejahatan korupsi. Teori ini menjelaskan bahwa kejahatan korupsi tidak terjadi begitu saja, melainkan dipelajari melalui interaksi sosial.
Dengan memahami teori ini, kita dapat memahami faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya korupsi. Hal ini penting untuk dilakukan agar kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan korupsi.
Salah satu keterbatasan teori asosiasi diferensial adalah sulit untuk membuktikan secara empiris. Teori ini hanya menjelaskan bahwa perilaku kriminal dipelajari melalui interaksi sosial, tetapi tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana proses pembelajaran tersebut terjadi.
Keterbatasan lain dari teori asosiasi diferensial adalah sulit untuk memprediksi siapa yang akan melakukan kejahatan. Teori ini hanya menjelaskan bahwa individu yang cenderung melakukan kejahatan akan terpapar dengan norma dan nilai yang mendukung perilaku tersebut, tetapi tidak menjelaskan secara spesifik siapa individu tersebut.
Meskipun memiliki keterbatasan, teori asosiasi diferensial tetap merupakan teori yang penting untuk memahami fenomena korupsi. Teori ini dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang sifat korupsi dan dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Faktor-faktor yang dapat menjelaskan mengapa norma-norma dan nilai-nilai yang mendukung perilaku korupsi lebih dominan di Indonesia antara lain:
- Kultur patrimonial, yaitu budaya yang menempatkan hubungan pribadi dan keluarga di atas kepentingan umum. Kultur patrimonial ini dapat mendorong individu untuk melakukan korupsi demi kepentingan pribadi atau keluarga.
- Sistem birokrasi yang korup, yaitu sistem birokrasi yang diwarnai oleh praktik-praktik korupsi. Sistem birokrasi yang korup dapat membuat individu lebih mudah untuk melakukan korupsi.
- Kemiskinan dan ketimpangan sosial, yaitu kondisi yang dapat mendorong individu untuk melakukan korupsi demi mendapatkan keuntungan ekonomi.
Kultur patrimonial
Kultur patrimonial adalah budaya yang menempatkan hubungan pribadi dan keluarga di atas kepentingan umum. Dalam budaya ini, individu lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau keluarga daripada kepentingan umum.
Kultur patrimonial dapat mendorong individu untuk melakukan korupsi demi kepentingan pribadi atau keluarga. Misalnya, seorang pejabat pemerintah dapat menggunakan kekuasaannya untuk memberikan keuntungan kepada keluarganya atau orang-orang yang dekat dengannya.