Masa Adven tahun 2022 ini harus menjadi momentum pertobatan nyata dari para Gembala untuk lebih peduli dan memperhatikan jemaat OAP di kampung terpencil. Jangan biarkan kawanan domba terlantar, tidak bisa sekolah dan tidak bisa berobat. Jangan biarkan kawanan domba lapar dan mati karena gizi buruk!
Para Gembala harus ingat bahwa ketika membaptis jemaat, maka melekat pula tanggung jawab untuk memelihara dan memperhatikan tumbuh kembang mereka. Gembala tak sekedar membaptis dan membiarkan kawanan domba merana. Pastor dan Pendeta harus peduli dan memastikan OAP yang dibaptis bertumbuh, berakar di dalam Yesus dan berbuah di dalam hidup sehari-hari.
Solidaritas dengan Orang Miskin dan Alam
Gereja Papua harus ingat akan panggilan dan perutusannya yaitu berpihak pada orang miskin, sakit dan tertindas. Gereja Papua juga harus menyuarakan dan mempraktekkan perilaku hidup sederhana di tengah jemaat OAP yang sangat menderita ini. Demikian halnya, Â para Gembala juga harus berdiri dan memimpin di jalan hidup ekologis, menghormati alam, bukan sebaliknya berkolaborasi dengan pengusaha perusak hutan alam Papua.
Dalam konteks Gereja Papua, kita melihat bahwa keteladanan para Gembala untuk hidup miskin di hadirat Allah dan berpihak pada jemaat OAP miskin dan tertindas sangat minim. Para Gembala mempraktekkan hidup mewah. Karena itu, kawanan domba tidak percaya pada apa yang dikatakan para Gembala.
Bagaimana Pastor dan Pendeta mengajak jemaat hidup sederhana, solider dengan sesama yang miskin dan melarat, sedangkan Gembala sendiri hidup di pastoran mewah, makan-minum enak dan serba lengkap! Jemaat melarat! Jemaat tidak memiliki tempat tinggal memadai, sedangkan Gembala hidup di pastoran mewah. Jemaat kurus, menderita gizi buruk, Pastor dan Pendeta gemuk dan kelebihan berat badan!
Masa Adven ini, para Gembala dan kawanan domba di tanah Papua harus bertobat dari cara hidup lama: tidak saling peduli; saling terpisah, saling memunggungi. Gembala dan kawanan domba harus kembali ke dalam rumah Gereja Papua. Keduanya harus tinggal bersama. Dengan tinggal bersama, maka keduanya saling mengenal, saling menyapa dan saling menguatkan untuk berjalan bersama ke mata air jernih dan padang rumput hijau. Â
Tinggal bersama dan berjalan bersama antara Gembala dan jemaat OAP semestinya berdampak pada perbaikan kualitas hidup OAP. Secara khusus, kondisi hidup jemaat OAP saat ini, yang mengalami kekerasan, penindasan, dan kemiskinan sistemik ini mesti mendapatkan perhatian lebih serius dari para Gembala di tanah Papua.Â
Suara kenabian perlu dikeraskan agar kawanan domba tidak lagi mengalami kekerasan dan penindasan. Demikian halnya, para Gembala perlu memberikan teladan hidup baik, yang mengarahkan jemaat kepada Tuhan Yesus, Juruselamat dunia, yang memilih mengosongkan diri dengan menjadi manusia miskin dan menderita.
Penderitaan jemaat OAP di dalam rumah Gereja Papua mesti dilihat sebagai undangan dari Tuhan Yesus kepada para Gembala dan segenap umat agar dapat melihat dan mengalami wajah Tuhan yang sesungguhnya, yang menderita sengsara.Â