sebab, nilai hidup seseorang,Â
adalah nilai orang itu di hadapan Allah,Â
Sang Pencipta, tidak lebih
(Santo Fransiskus Asisi)
Pengantar
Dewasa ini, manusia hidup dalam ruang dan waktu yang terikat dan terpaut pada jaringan internet. Hampir seluruh aktivitas manusia tidak lagi bersifat analog (manual), melainkan bersifat digital (terhubung dengan jaringan internet). Acapkali, bahkan perjumpaan di dalam keluarga, sebagai komunitas terkecil dari lingkungan masyarakat sekalipun terjadi melalui sambungan internet (email-surat elektronik, chatting WA, SMS, dll).
Kini, ruang-ruang interaksi sosial terhubung melalui jaringan internet. Dalam situasi ini, kita 'dipaksa' keluar dari pola hidup manual kepada suatu pola hidup baru, suatu cara hidup baru yang beradaptasi dengan dunia digital (dunia internet).
Pada saat bersamaan, kita juga tidak menafikan (mengingkari) pluralisme di tengah kehidupan sosial masyarakat kita dari Sabang sampai Merauke. Â Acapkali, pluralisme (keberagaman) terkoyak lantaran pemanfaatan dunia digital secara keliru. Misalnya, seseorang menulis pesan bersifat rasis di media sosial fb atau WA dan menyebarkannya. Situasi tersebut dapat memicu konflik horisontal di tengah kehidupan sosial bermasyarakat.
Bagaimana menyikapi dunia digital saat ini dalam kaitannya dengan pluralisme dan toleransi? Pada kesempatan ini, kita akan merefleksikan bersama tiga hal yaitu, 1) Pengaruh dunia digital pada toleransi secara umum. 2) Tantangan signifikan dalam menerapkan toleransi di dunia digital dan, 3) Menjadi pribadi memiliki toleransi di dunia digital.Â
1) Pengaruh dunia digital pada toleransi secara umum