Aku telah melintasi beribu-ribu kilometer
Tubuh dan jiwaku terasa letih
Di hadapanku tampak pantai indah sedang menyambut senja
Aku melangkah ke sana
Aku berhenti di tepi pantai saat sang mentari sejajar dengan permukaan laut,
menyisakan malam gelap
Deru gelombang mengempas bibir pantai berpasir putih halus
Menghalau gelisah jiwaku merenungkan perjumpaan di perjalanan sebelumnya
Sejuta khawatir bercampur dalam deru hempasan gelombang laut yang kian menggelora
Apa yang akan terjadi di perjalananku selanjutnya?
Siapa yang akan aku jumpai?
Apakah ada persediaan makanan dan minuman bagiku?
Bagaimana aku menghadapi situasi sulit di perjalanan ini?
Aku takut, gelisah, khawatir, waspada
Aku menyediakan bekal makanan dan minuman
Aku membawa perlengkapan pengaman diri
Aku melangkah dalam bayang-bayang ketidakpastian
Dalam keheningan di tepi pantai pada sore menjelang malam,
jiwaku berbisik perlahan jauh di kedalaman sukma,
'inilah bekal sesungguhnya, yang tak akan pernah habis,
kenakan pakaian kejujuran
santaplah kebenaran sejati
mengayunkan langkah dalam pijakan cinta kasih'
Aku meneruskan perjalanan,
berjalan bersama kawanan peziarah melintasi sungai, laut, bukit dan gunung
menebar sejuta senyum dalam sapa penuh hangat
membalut yang terluka tatkala jatuh tertimpa reruntuhan
menyediakan bahu tempat bersandar bagi yang letih
Aku berjalan bersama para peziarah,
menyendengkan telinga mendengarkan keluh kesah
menyimpan setiap keluh kesah dalam keheningan malam sepi
mempersembahkan pada sang khalik pemilik hidup
melangkah bersama tanpa takut, gelisah dan khawatir
Aku berziarah bersama kawanan pencari keabadian,
tiba di dermaga terakhir dengan senyum gembira
disambut hangat oleh para laskar di pintu kedatangan
beriringan memasuki istana berlapis emas
menerima mahkota mulia pada keabadian bersama sang Pencipta
Nabire, 22 Mei 2021; 08.44 WIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H