Tidak hanya terbatas pada itu. Hadir sebagai pegawai kantor. Tetapi, sesungguhnya tinggal di Asmat harus berusaha membangun sebuah relasi yang sungguh-sungguh personal (pribadi).Â
Karena itu, kita diajak untuk berani keluar dari diri kita sendiri, dari kenyamanan kita sendiri. Kita mau keluar dan mencoba membangun relasi dengan saudara-saudara kita. Entah ditempatkan di mana.
Kalau kita tinggal di Asmat-seperti kata Santo Paulus-aku seolah-olah menjadi orang Yunani, seolah-olah menjadi orang Yahudi: menyadiri diri orang lain, tetapi berusaha masuk dalam kehidupan saudara-saudara kita yang kita layani. Kalau kita tinggal di Sagare, kita harus belajar bahasa Auwyu, begitu juga di tempat-tempat lain, suku-suku lain yang menempati wilayah Asmat ini," tegas Uskup yang sangat sederhana ini.
"Momen Pesta Budaya ini menjadi momen yang penting sekali supaya kita sungguh-sungguh menyampaikan, mengomunikasikan sesuatu yang baik itu sungguh sampai kepada pikiran dan hati orang.
Betapa sering terjadi kita 'tabrakan' dengan masyarakat lalu kita memberikan penilain-penilaian. Tetapi, bisa saja penilaian kita sangat subjektif yang dipengaruhi oleh dari mana kita berasal, dari mana kita dididik.Â
Kita seorang akademikus lalu kita berpikir dari sudut pandang kita, tanpa bertanya mengapa ini terjadi? Mengapa ini terjadi 'tabrakan'? Mengapa ini tidak dilaksanakan? Mengapa keputusan-keputusan bersama tidak dilaksanakan? Barangkali aspek penyelaman pikiran, hati dan budaya saudara-saudara kita belum sampai menyentuh kita.
Maka, tidak heran kalau prosesnya menjadi lambat dan harus ulang lagi karena kita membawa posisi tertentu-katakanlan sebagai Pastor-kita marah-marah di Gereja dan memberikan instruksi macam-macam. Tetapi, kita diingatkan: 'apakah kita sudah menyelami hati dan pikiran saudara-saudara kita'," tegas Uskup Alo.
Momen Pesta Budaya kita bersama dengan saudara-saudara di lapangan, kita bergoyang bersama, mengagumi ukiran saudara-saudara kita. Ini merupakan suatu peringatan dan ajakan, mari kita masuk lebih dalam; dalam hati orang, coba mendengarkan.Â
Jangan menciptakan apriori-apriori di dalam diri kita. Ini merupakan sarana pembelajaran yang baik bagi kita dalam kehadiran kita di tengah-tengah saudara-saudara kita di sini.
"Mari kita mohon berkat Tuhan supaya berbagai macam bentuk pelayanan kita lebih kontekstual. Kita mohon berkat Tuhan supaya relasi-relasi kita dengan saudara-saudara umat di sini, sungguh-sungguh sampai kepada pikiran dan hati mereka. Kalau demikian, kita menjadi semakin bersudara. Kita disatukan oleh iman akan Tuhan Yesus yang sama, tapi iman yang dihayati dalam konteks budaya setempat. Ini mempersatukan kita. Kita mohon berkat Tuhan dalam perayaan Ekaristi ini," tutup Uskup kaum papah ini mengakhiri khotbahnya.
 Rangkaian Misa syukur Pesta Budaya Asmat ke-33 tahun 2018 diakhiri dengan berkat dari Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM. Usai berkat, Uskup bersama para imam melakukan foto bersama dengan Bupati Asmat, Elisa Kambu, Wakil Bupati, Thomas Eppe Safanpo dan Sekda Kabupaten Asmat, Bartolomeus Bokoropces.  Sesudah itu, Uskup dan para imam kembali ke sakristi diiringi tabuhan tifa dan tarian Asmat. [Agats, 7 Oktober 2018; 15.40 WIT_Pit Supardi]