Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akankah Orang Asmat Punah Karena Miras dan HIV AIDS?

13 Juli 2017   09:17 Diperbarui: 14 Juli 2017   18:57 3068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Asmat. Sumber gambar: wanderlustaddiction.com

Asmat terkenal ke seluruh dunia. Bakat mengukir terpatri dalam diri setiap manusia Asmat. Setiap ukiran mengungkapkan relasi harmonis manusia dengan alam, sesama, leluhur dan Sang Pencipta. Keseimbangan hidup selalu dipelihara. Begitulah orang Asmat menghayati hidupnya secara holistik.

Secara geografis, Asmat juga unik. Tanahnya lumpur. Semua aktivitas berlangsung di atas papan. Rumah, jalan dan seluruh bangunan terbuat dari kayu. Sejak tahun 2011 silam, ruas jalan di Kota Agats dicor, "jalan komposit" pun hadir di Kota Agats.

Manusia Asmat adalah manusia peramu. Mereka mengambil makanan dari alam. Orang Asmat menyebutnya dusun. Di sanalah mereka mengambil sagu, ikan, ulat sagu, sayur dan lain-lain.

Kini, manusia Asmat sedang berada di persimpangan jalan. Orang Asmat sedang berjumpa dengan dunia luar yang menawarkan berbagai produk instan. Makanan pokok, sagu, pisang dan umbi-umbian berganti ke nasi dan supermi. Ikan segar dijual, lalu dibeli ikan kaleng.

Kota di atas papan di Agats. Sumber gamabr: indonesiakaya.com
Kota di atas papan di Agats. Sumber gamabr: indonesiakaya.com
Pola hidup orang Asmat sedang bergeser. Semangat gotong royong dan kerja sama perlahan ditinggalkan. Segala pekerjaan diukur dengan uang. Semangat pemberian diri semakin memudar. Situasi ini terjadi karena aliran dana dari pemerintah, terutama dana desa kepada orang Asmat sangat tinggi. Setiap kampung mendapat dana ratusan hingga miliaran rupiah per tahun.

Kondisi terakhir yang paling parah adalah peredaran minuman keras (miras) semakin merajalela. Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Ayub Pakage mengatakan bahwa peredaran miras di Asmat melibatkan oknum aparat keamanan. "Beberapa waktu lalu, Satpol PP tangkap basah penjual miras. Pelakunya adalah oknum anggota Polres Asmat," ungkapnya pada Sabtu, (8/7). Ia menambahkan bahwa rantai peredaran miras di Asmat melibatkan oknum penegak hukum sehingga sangat sulit diberantas.

Peredaran miras di Asmat telah menimbulkan keresahan bagi warga masyarakat di Kota Agats. Pada saat pencairan dana desa dilakukan, dijumpai orang mabuk berkeliaran di Kota Agats. Para pemabuk yang berseliweran di jalanan di Kota Agats umumnya orang Asmat. Para pemabuk itu sebagian para pemuda, sebagian lainnya sudah berusia tua. Di Asmat, miras tidak mengenal usia.

Selain miras, HIV dan AIDS sedang mengancam orang Asmat. Data terakhir yang dihimpun oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats, Asmat, jumlah pasien HIV dan AIDS berada di atas 120-an orang. Dari jumlah tersebut, 80-an pasien adalah orang asli Asmat.

Pada tahun 2016 saja, jumlah pasien HIV dan AIDS yang terdeteksi berjumlah 52 orang. Mereka tersebar di delapan distrik yaitu Agats 31, Akat 2, Pantai Kasuari 2, Atjs 1, Basim 2, Sawa Erma 6 dan Kolofbrasa 8 orang. Sedangkan pada triwulan pertama Januari-Maret 2017 sudah terdeteksi 18 pasien HIV dan AIDS. Para pasien ini berasal dari Distrik Agats 7, Distrik Akat 1, Distrik Atjs 3, Distrik Syuru-Syuru 5, Distrik Sawa Erma 2.

Direktur RSUD Agats, Riechard R.B. Mirino, SKM, M.Kes di ruang kerjanya, Rabu, (3/5) mengatakan bahwa HIV dan AIDS di Asmat terdeteksi pertama kali pada tahun 2012. Waktu itu, dilakukan pemeriksaan darah terhadap 201 orang di Kota Agats dan ditemukan satu orang positif terinfeksi HIV. Dalam rentan waktu 2012-2017 ini, sudah 120-an orang yang terdeteksi mengidap HIV dan AIDS. Sebagian besar penderita adalah orang asli Asmat.

Sampai saat ini belum ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau gereja yang melakukan kampanye memerangi HIV dan AIDS. Selama ini hanya Dinas Kesehatan dan KPAD Kabupaten Asmat yang melakukan kampanye pemberantasan HIV dan AIDS. Belakangan ini KPA tidak bisa berbuat banyak karena minim anggaran. Misalnya, di Kota Agats hanya ada dua baliho tua yang mengampanyekan bahaya HIV dan AIDS. Padahal HIV dan AIDS di Asmat dalam kondisi membahayakan keselamatan masyarakat. 

Selain itu, sampai saat ini VCT yang ada di RSUD Asmat belum lolos sertifikasi sehingga seluruh hasil pemeriksaan mesti diuji kembali di Timika yang VCT-nya sudah sertifikasi. Dampaknya juga Asmat tidak mendapat ARV dari Provinsi, tetapi harus melalui Timika. Jadi, kalau pasien kehabisan ARV rumah sakit harus minta ke Timika.

Lebih memprihatinkan, pasien HIV dan AIDS yang sudah parah dikirim ke Timika. Biaya besar dikeluarkan. Biaya ditanggung oleh KPS bagi orang asli Papua. Apabila pasien meninggal di Timika, maka pemerintah harus sewa speed (kapal cepat) untuk jemput jenazah di Timika. Banyak dana dikeluarkan untuk proses semacam ini.

Fakta saat ini, kampanye melawan HIV dan AIDS di Asmat belum terlalu gencar dilakukan. Situasi ini terjadi karena minim dana yang digelontorkan ke KPA Kabupaten Asmat. Selain itu, VCT di RSUD Agats juga belum berfungsi dengan baik sehingga penentuan status pasien dan ARV masih tergantung pada Kabupaten Mimika.

Dalam diskusi terbatas, yang difasilitasi oleh Landasan Papua pada 31 Mei 2017 di ruang rapat Hotel Sang Surya, Keuskupan Agats, yang dihadiri oleh Dinas Kesehatan, KPAD, Keuskupan Agats dan Landasan Papua, dihasilkan rekomendasi:

  1. Memperkuat VCT RSUD Kabupaten Asmat sehingga pasien HIV dan AIDS serta pengobatannya dapat dilakukan di Kota Agats,
  2. Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Asmat dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS di Kabupaten Asmat,
  3. Memperjelas otoritas yang menghimpun dan mengeluarkan data pasien HIV dan AIDS di Kabupaten Asmat,
  4. Membangun kemitraan dengan Gereja untuk membangun shelter guna memberikan perawatan intensif terhadap penderita HIV dan AIDS di Kota Agats sehingga pasien tidak dirujuk lagi ke Timika.

Rekomendasi ini telah diserahkan kepada wakil Bupati, Thomas Eppe Safanpo pada saat penutupan Pelatihan MBS di Kabupaten Asmat, pada 1 Juni 2017. Pada kesempatan itu, Wakil Bupati, Safanpo menegaskan bahwa ke depan pemerintah Kabupaten Asmat akan mengalokasi anggaran yang memadai untuk pencegahan HIV dan AIDS di Kabupaten Asmat.

Kini, orang Asmat, miras, HIV dan AIDS sedang berjalan beriringan. Orang Asmat sudah terpapar miras, HIV dan AIDS. Perlu ada upaya serius untuk memberantas miras, HIV dan AIDS di Kabupaten Asmat. Apabila pemerintah dan gereja diam, maka dapat dipastikan bahwa orang Asmat akan punah ditelan miras, HIV dan AIDS. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu tegas menghentikan peredaran miras. Pemerintah juga perlu mengintensifkan kampanye HIV dan AIDS. Gereja pun perlu memberikan kesadaran kepada jemaat dan umat untuk menghentikan kebiasaan mengonsumsi miras dan praktik seks bebas.

Hotel Horison, Jayapura, 13 Juli 2017; pukul 10.20 WIT
Hari ketiga Pelatihan SOP Non Teknis, Landasan Papua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun