Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Robert Jitmau dan Gerakan Ekonomi Orang Papua, Sebuah Memoar

20 Mei 2016   23:42 Diperbarui: 27 Desember 2016   04:31 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Jumat, 20 Mei 2016 langit Abepura tampak cerah. Berbeda dengan langit itu, rakyat Papua dirundung duka. Tokoh muda dan peletak dasar gerakan ekonomi rakyat Papua, Robert Jitmau, yang selama ini setia mendampingi Mama-Mama Pedagang Asli Papua (MPAP) wafat. Ia pergi menghadap sang Penciptanya subuh, menjelang pagi di tepian pantai Hamadi, Jayapura. 

Kepergian Robert Jitmau masih menyisakan misteri. Ia bersama dua teman lainnya secara sengaja ditabrak oleh mobil tidak dikenal di area ring road, pantai Hamadi. Siapa pelakunya? Sampai saat ini pihak berwajib masih melakukan proses penyidikan. Belum ada informasi resmi tentang kronologis kepergiannya yang tragis di pagi buta itu.

Rojit, begitulah dirinya biasa disapa oleh rekan-rekan aktivis. Saya berjumpa dengannya untuk pertama kali pada Agustus 2008 silam di kantor Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Jayapura. Waktu itu, ia menjadi staf Unit Penguatan Basis (UPB). Sedangkan saya melaksanakan tahun orientasi karya Fransiskan. Di kantor SKP Keuskupan Jayapura inilah, kami berjumpa dan bersama-sama dengan para aktivis lainnya melaksanakan berbagai advokasi untuk orang Papua yang masih tersingkir di atas tanahnya.

Tugasnya di UPB SKP Keuskupan Jayapura, secara konkret diwujudkan dengan melaksanakan pendampingan terhadap Mama-Mama Pedagang Asli Papua yang waktu itu masih tersebar di depan Swalayan Gelael, Ampera, Jl. Irian, Jl. Percetakan, Depan Telkom, depan Bank Papua, Taman Imbi dan Terminal Mesran. Hampir setiap malam Rojit hadir di antara Mama-Mama Papua yang berjualan di tepi trotoar dan emperan toko itu. 

Rojit melaksanakan tugas ini dengan penuh tanggung jawab dan setia. Pada 19 September 2008, Rojit memimpin Mama-Mama Pedagang Asli Papua dan tim Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) melakukan demonstrasi ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Tuntutannya satu saja, yaitu pemerintah segera bangun pasar untuk Mama-Mama Papua di tengah kota Jayapura. Waktu itu, Mama-Mama minta supaya pasar dibangun di lokasi kantor PD Irian Bakti di Jl. Percetakan. Hasil dari demontrasi ini adalah terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mama-Mama Papua yang diketuai oleh Yan L. Ayomi. Sayangnya, sampai berakhirnya tugas anggota DPRP periode 2004-2009, pasar tidak dibangun. Pansus pasar pun bubar, tanpa hasil. 

Selanjutnya, pada 10 Oktober 2008, Rojit memimpin Mama-Mama Papua, mahasiswa dan para aktivis untuk berdemonstrasi di kantor Walikota Jayapura. Tuntutannya agar pemerintah kota Jayapura segera membangun pasar untuk Mama-Mama Papua di tengah kota Jayapura. Di kantor Walikota ini, Rojit secara gamblang berorasi minta supaya pemerintah segera membangun pasar untuk Mama-Mama di tengah kota Jayapura. Hasil dari demonstrasi ini, pada 14 Oktober 2008 Walikota mengeluarkan surat No.511.2/1334/SET/2008 kepada Gubernur provinsi Papua untuk mengambilalih proses pembangunan pasar untuk Mama-Mama Papua. Alasannya, pemerintah kota Jayapura tidak memiliki biaya dan aset tanah di tengah kota Jayapura. 

Tidak berhenti sampai di situ, demonstrasi besar kembali dilakukan pada 14 September 2009. Kali ini Rojit memimpin Mama-Mama Papua langsung menuju kediaman Gubernur provinsi Papua, Barnabas Suebu di Dok 5 atas. Tuntutannya agar Gubernur segera membangun pasar untuk Mama-Mama Papua di lokasi DAMRI, di Jl. Percetakan. 

Berbagai aksi telah dilakukan, tetapi pemerintah provinsi Papua lamban merespon pembangunan pasar untuk Mama-Mama Papua. Akhirnya, selama bulan Maret 2010, Rojit dan tim SOLPAP menggelar aksi seribu di lingkaran Abepura dan Taman Imbi, Jayapura. Aksi yang dilakukan ini diikuti dengan pemasangan baliho karikatur Gubernur Suebu bertuliskan, “Mulutku adalah SK”. Aksi ini sempat menuai protes Gubernur Suebu yang disampaikan melalui Kepala Biro Hukum Setda provinsi Papua, JKH Roembiak. 

Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, akhirnya pada tanggal 20 Desember 2010, Gubernur Suebu meresmikan pasar sementara untuk Mama-Mama Pedagang Asli Papua. Pada waktu peresmian itu, Gubernur menyerahkan modal untuk Mama-Mama Papua, berupa satu unit truk dan uang sebesar enam ratus juta. Mobil dan uang ini dikelola oleh Koperasi Pasar Mama-Mama Pedagang Asli Papua. 

Meskipun pasar sementara telah dibangun. Perjuangan SOLPAP tetap berlanjut. Sebab, targetnya adalah pasar permanen untuk Mama-Mama Papua. Rojit tetap setia bersama kawan-kawan aktivis lainnya yang tergabung dalam SOLPAP untuk melobi pemerintah kota Jayapura, pemerintah Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Akhirnya, pada era pemerintahan presiden Jokowi, yang sejak kampanye presiden pada Juli 2014 silam sempat mengunjungi pasar Mama-Mama Papua meletakkan batu pertama pembangunan pasar permanen untuk Mama-Mama Papua pada 30  April 2016. 

Setelah peletakkan batu pertama itu, pada 4 April 2016 tim SOLPAP menggelar rapat di kantor P3W, Padang Bulan. Kawan-kawan aktivis hadir dan mengikuti rapat yang dipandu oleh Bapa Robert Mandosir. Rapat ini menghasilkan keputusan, Tanah lokasi pembangunan pasar di lokasi eks DAMRI hanya untuk pembangunan pasar bagi Mama-Mama Pedagang Asli Papua. SOLPAP dengan tegas menolak rencana pembagunan hotel di area Pasar (kantor Perhubungan Darat). Nama pasar tetap dipertahankan yaitu, “Pasar Mama-Mama Papua”.

Tentang desain fisik pasar disepakati terdiri atas empat lantai, yang terdiri atas lantai satu digunakan untuk pedagang bahan-bahan basah (sayur, buah-buahan, dll). Lantai dua digunakan untuk bahan-bahan kering (roti, dll). Lantai tiga digunakan untuk budaya (kerajinan budaya, souvenir, aksesoris, dll). Lantai empat digunakan untuk pendidikan anak-anak.

Pada pertemuan ini, Rojit diminta untuk menjadi koordinator pasar permanen yang akan dibangun itu, tetapi dirinya dengan tegas menolak. Bahkan ia berujar, “Pasar ini adalah hasil kerja kita bersama, bukan saya,” tegasnya waktu itu. Setelah diberikan penjelasan, Rojit akhirnya bersedia untuk menjadi koordinator dengan syarat dirinya tidak akan menangani hal-hal teknis, sebab membutuhkan orang yang ahli di bidang ekonomi. 

Rojit dan ekonomi orang Papua, ibarat mata uang yang tidak saling terpisahkan. Ia setia mendampingi Mama-Mama Pedagang Asli Papua di tengah kota Jayapura untuk mendapatkan tempat berjualan yang layak. Dari sebagian banyak aktivis yang tergabung dalam SOLPAP, Rojitlah yang selalu ada di tengah-tengah Mama-Mama.
Rojit setia dan sabar menghadapi Mama-Mama Papua yang acapkali marah, bahkan mencaci-makinya. Pada tahun 2009-2010 silam, pada waktu kami melakukan pemutakhiran data Mama-Mama Pedagang Asli Papua yang berjualan di emperan toko dan trotoar, ada Mama-Mama yang sangat marah. “Kamu tipu-tipu kami saja. Setiap saat ambil data terus, tetapi pasar tidak pernah dibangun,” teriak Mama-Mama waktu itu. Rojit hanya tersenyum dan meminta kami untuk sabar. Dan kesabaran dan kesetiaan itulah yang mengantarnya tetap bersama Mama-Mama Papua sampai akhir hayatnya. 

Rojit selalu berjuang supaya orang Papua bisa berdagang sebagaimana kaum pendatang. Ia mau supaya ekonomi orang Papua bisa maju seperti kaum pendatang. Untuk itulah ia setia menemani Mama-Mama Papua dalam perjuangan untuk mendapatkan pasar yang layak di tengah kota Jayapura. Ironisnya, pada saat pasar yang diimpikannya mulai terealisasi, ia pergi untuk selamanya. 

Saat jenasahnya dibaringkan hampir selama sepuluh menit di pasar Mama-Mama Papua, Mama Yuliana Pigai, yang sejak awal berjuang bersama Rojit dan tim SOLPAP mengungkapkan bahwa Rojit adalah sosok pejuang ekonomi orang Papua. Ia telah memberikan dirinya untuk kemajuan dan kesejahteraan orang Papua sampai akhir hayatnya. 

Rojit adalah putra terbaik Papua yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kemajuan ekonomi orang Papua, yang konkretnya melalui pasar untuk Mama-Mama Papua di kota Jayapura. Ia konsisten pada perjuangannya bersama Mama-Mama. Ia mendampingi Mama-Mama Papua dengan tulus-ikhlas, tanpa mengeluh. Ia bekerja tanpa menerima upah. Demi cintanya pada Mama-Mama Papua, ia rela dicaci-maki, diteror dan diancam. Pada akhirnya, khalayak meyakini bahwa kematiannya yang tragis di tepi pantai Hamadi itu merupakan konsekuensi dari kesetiaannya dalam memperjuangkan pasar yang layak bagi Mama-Mama Papua di tengah kota Jayapura. 

Rojit pergilah ke negeri orang-orang hidup. Temuilah leluhur dan penciptamu. Dari tempatmu, doakanlah kami semua, agar mampu melanjutkan misimu dalam memperjuangkan ekonomi bagi orang Papua. Kaulah peletak dasar ekonomi orang Papua dan kami akan melanjutkannya. [Abepura, 21 Mei 2016; pukul 00.44 WIT]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun