Agama-agama, Kristen, Islam, Hindu, dan Budha serta berbagai aliran kepercayaan perlu memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan orang Papua. Proses pendidikan yang tidak berjalan harus menjadi perhatian kita bersama. Pelayanan kesehatan yang tidak berjalan harus menjadi perhatian kita bersama. Infrastruktur dan ekonomi orang Papua yang kian tertinggal harus menjadi perhatian kita bersama. Kita tidak boleh tinggal diam melihat orang Papua menderita. Kita tidak boleh pura-pura buta dan tuli terhadap jerit tangis orang Papua.
Sudah dua hari kita datang, berkumpul, berjumpa dan berbagi pengalaman. Kita saling memberikan informasi tentang siapa kita. Apa adat, budaya dan agama kita masing-masing. Tujuannya, kita saling mengenal, saling menerima dan saling menghormati. Perjumpaan ini menjadi bekal bagi kita untuk bisa bekerja sama dalam melayani umat manusia di tanah Papua ini. Kita saling memberikan dukungan dan motivasi agar umat manusia, khususnya orang Papua yang sedang menderita di tanah ini terlayani dengan baik dan mereka bertumbuh dalam cinta yang besar.
Kita telah meretas rahmat perjumpaan ini. Kita tidak boleh berhenti. Kita harus tetap berjalan di jalan ini, jalan perjumpaan dengan sesama yang berbeda dan beranekaragam ini. Kita tidak boleh takut terhadap perbedaan. Kita tidak boleh alergi terdahap pluralisme budaya dan agama. Justru pluralisme budaya dan agama harus menjadi ruang perjumpaan yang memberikan inspirasi bagi kita untuk memulai gerakan transformasi dan perubahan ke arah yang lebih baik.
Rumah retret Savelberg, Maranata, Waena, Rabu, 27 Januari 2016, pukul 07.41 WIT
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H