Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Emosi Antara Berkat Atau Kutukan

6 Januari 2018   03:10 Diperbarui: 6 Januari 2018   06:20 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: psikologikita.com

"Emosi Antara Berkat Atau Kutukan." Judul ini terinspirasi dari tulisan kompasianer Ronny Noortentang "Nilai Kemanusiaan dari Skandal Pesumo Yokozuna Harumafuji, "  selengkap (disini).Artikel  ini memiliki makna yang sangat dalam bila di kaji dan dibaca dengan baik.  

Tulisan ini mengisyaratkan satu hal penting dan berharga bagi kita manusia sebagai makluk  diciptkan Tuhan untuk mampu mengola dan menata emosi dengan baik dan benar sebab jika tidak maka dalam hitungan detik saja emosi atau perasaan itu akan menjadi pedang yang berbalik menikam jatung kita. Disitu, emosi atau perasaan bukan lagi sebagai berkat atau anugerah melainkan menjadi malapetaka, bencana ataupun kutukan.

Kisah sebagaimana yang ditulis kompasianer Ronny Noor tadisebenarnya masih tergolong kecil karena tidak menghilang nyawa orang lain, tapi toh Pesumo asal Mongolia, Harumafuji  itu harus menguburkan prestasi dan reputasi sedalam-dalamnya hanya karena memukul Yuniornya dengan remote control mesin karoke pada sebuah tempat hiburan.

Di Indonesia banyak kisah-kisah serupa. Bahkan lebih sadis dari kisah Harumafuji.  Pada tahun 2017, Liputan6.Com mensinyalir ada enam kasus pembunuhan tersadis yang motif senderhana karena emosi atau karena cemburu.  

Wiwit (30) warga Kabupaten Prabumulih-Sumatera Selatan  harus merenggang nyawa ditangan kekasihanya Asworo (30)  calon suaminya dalam perjalanan menuju ke Jogjakarta untuk melakukan sesi foto pre wedding.  Selama perjalanan menuju ke bandara, kedua kekasih itu diduga terlibat pertengkaran di dalam mobil. Emosi Asworo yang tak terkontrol membuat dia tega memukul wajah tunangannya yang duduk di sampingnya. Asworo juga memukuli tubuh korban menggunakan kunci setir berkali-kali hingga korban meninggal dunia.

Demikian nasib SO (19) mahasiswa semester 2 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Darma (UBD) Palembang harus berakhir di tangan kekasihnya, Suryanto alias Kempol (25). Diduga, pembunuhan sadis ini dilakukan karena kisah asmaranya tidak direstui orangtua korban. 

Kholili harus mencincang dan memutilasi  nyawa orang yang dicintainya yang tak lain adalah istrinya Siti Saidah alias Desi Wulandari (21) Warga Karawang, Jawa Barat lantaran mendapat ancaman gugatan cerai dari sang istri. Bahkan tidak hanya mutilasi tapi ia juga membakar tubuha istrinya.

Setahun sebelumnya tepatnya 4 Desember 2016, di Grobongan Jawa Tengah,Umi Nurhidayah,   seorang ibu tega membunuh bocah bernama M Azka, yang merupakan darah dagingnya sendiri.  Hal serupa dialami bocah bernama Bryan Aditya Fadhillah  yang harus meregang nyawa di tangan ibu kandungnya sendiri, SK. Anak laki-laki berusia 4 tahun itu dianiaya sang ibu hingga berujung kematian. Pengusutan kasus penganiayaan yang menggemparkan warga Jalan Lubuk Bakung, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang, Sumatera Selatan, itu pun terus bergulir. Kini, kasus berkembang dengan dugaan adanya campur tangan sang suami, Salbani, yang diduga turut serta dalam menganiaya sang anak dengan cara tidak wajar. Saat diinterogasi, wanita berusia 23 tahun itu mengakui suaminya juga sering menganiaya sang anak saat dalam kondisi emosi.

Dan masih  begitu banyak hal serupa terjadi di dunia ini. Bahkan ada yang  yang lebih sadis dan brutal dari kejadian-kejadian itu. Banyak orang harus merenggangkannya nyawanya hanya karena hal sepele yakni emosi. Hanya karena salah dalam mengola emosi dan perasaan. Begitu banyak anak anak yang tak berdosa menjadi korban karena emosi yang meledak-ledak dari orang tuanya. Ada begitu banyak gadis-gadis cantik. Begitu banyak pemuda-pemuda ganteng membunuh diri hanya karena cinta atau perasaannya di tolak. 

Didunia ini begitu banyak istri-istri yang menjadi korban karena emosi dan cemburu yang membabi-buta sang suami. Begitu banyak suami-suami yang tewas akibat cemburu dan emosi sang istri. Ada begitu banyak kakek-kakek dan nenek yang tewas karena masalah cemburu dan emosi.  dan masih banyak kisah lainnya, yang bila diuraikan maka tak ada buku  di dunia ini yang bisa menampung semua kisah-kisah pilu tersebut.

Hampir setiap hari penjara-penjara kita kedatangan penghuni baru akibat dari kesalahan dalam mengola emosi. Kesalahan yang mengorbankan masa depan dan berakhir dan berujung di "hotel pro deo." 

Jika melihat kasus-kasus ini maka sebenarnya kita perlu bijak dalam mengelola emosi atau perasaan kita. Bijak dalam artianya bahwa kita perlu memilah dan sabar dalam menghadapi setiap reaksi atau ransangan yang datang dari luar, walaupun itu menyakitkan. Bukankah ada pepatah mengatahkan,"Sabar Itu Subur?" Jika kita memiliki kemampuan seperti ini maka emosi dan perasaan itu akan membawa berkat bagi kita.  Dan bukan sebaliknya membawa kutukan dan malapetaka.

Menurut Daniel Goleman Pengertian Emosi menurutnya ialah setiap kegiatan atau pergolakan perasaa, pikiran, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Daniel juga mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dari serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Setidaknya ada ratusan emosi bersama dengan variasi, campuran, mutasi dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya lebih banyak, lebih kompleks dan lebih halus dari pada kata dan pengertian yang digunakan untuk menjelaskan emosi.

Dari pengertian emosi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian emosi ialah setiap kegiatan atau pergolakan perasaan, pikiran, nafsu, serta setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi juga merujuk kepada pikiran-pikiran yang khas dalam suatu perasaan, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Adapun perasaan "feelings" ialah pengalaman yang disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Menurut beberapa ahli dalam mengatasi hal-hal seperti ini kita perlu memiliki kecerdasan emotional.  Istilah "kecerdasan emosional" ini pertama kali dilontarkan psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ merupakan himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Lalu psikolog lain Goleman mengutip pemikiran Salovey  mencetuskan kecerdasan emosional terdri dari lima kemampuan  dasar antara lain mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan yang baik.

Semoga kita selalu mampu mengelola dan menata emosi atau kecedasan emosional kita dengan baik sehingga hal itu mendatangkan kebaikan dan kebahagian bagi orang lain dalam membina dan membangun kebersamaan hidup sebagai sesama makluk ciptaan Tuhan. 

Salam

Petrus Rabu-Tinggal Di Waisai, Raja Ampat

Referensi:  1 | 2| 3| 4 |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun