Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waspadai Politik Kotor Akan Terulang pada Pesta Demokrasi Indonesia 2018

31 Desember 2017   01:44 Diperbarui: 31 Desember 2017   07:17 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: sumatupangblogspot.com

Sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2018 dan meninggalkan tahun 2017. Pada tahun 2018, sejumlah daerah akan menggelar pesta demokrasi dalam rangka pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. Oleh karena itu, kita perlu waspada jangan sampai terjadi politik kotor dalam demokrasi tahun 2018.  Jangan biarkan demokrasi kita tercoreng oleh kepentingan dan ambisi politik oknum-oknum tertentu.  

Jangan kita nodai waktu sebagai anugerah Tuhan yang istimewa pada tahun 2018 dengan perilaku politik kotor. Politik kecurangan demi ambisi peribadi atau karena haus akan kekuasaan dan jabatan.  

Politik sebagaimana yang dikemukan para pakar memiliki tujuan yang mulia untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Politik sejatinya memiliki arah untuk membangun dan menata kesejahteraan bersama.  Sebagaimana kita pahami bersama, politik adalah seni untuk merangkai dan menata suatu tatanan hidup bersama sehingga terwujudnya kehidupan bersama yang baik dan sejahtera.  Namun dalam kenyataannya unsur subyektif dan  sentimen pribadi sering kali mencederai maksud dan tujuan politik.

Secara  etimologis politik berasal dari bahasa Yunani yaitu, politikos, yang berarti dari, untuk atau yang berkaitan dengan warga negara.  

Dengan kata lain politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain terwujud proses pembuatan keputusan-keputusan dalam kehidupan masyarakat atau bernegara.  Jadi sejatinya politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional untuk kepentingan bersama.

Aristoteles mengatakan politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap memilki nilai moral yang lebih tinggi daripada kepentingan swasta. Kepentingan umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan, kebenaran dan kebahagiaan.  

Jika melihat pandangan-pandangan ini, maka politik memiliki dimensi nilai moral yang tinggi untuk mewujudkan tatanan kehidupan  bersama atau kehidupan bernegara yang berpijak pada keadilan, kebenaran dan kebahagian. Politik membangun pola hidup berlandaskan pada etika dan nilai-nilai moral demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Karena negara dalam pandangan demokrasi  berasal dari rakyat, oleh rakyat dan  rakyat. Dan rakyatlah yang berdaulat. Rakyatlah yang punya kuasa. Rakyat adalah raja. 

Namun dalam perjalannya khususnya pada implementasinya,  politik itu  kadang berbanding terbalik dengan  konsep , gagasan, teori dan cara pandangan  sebagaimana yang diutarakan diatas.  Tidak semua gagasan muluk itu atau konsep-konsep ideal para pakar itu mampu diimplementasikan dalam mewujudkan suatu tata pemerintahan, suatu tatan demokrasi  guna terwujudnyabonum
commune/kebaikan bersama. 

sumber: konfrotasi.com
sumber: konfrotasi.com
Sejarah panjang perjalanan politik di tanah air menjadi contohnya. Hingga saat ini, pada saat bangsa memasuki umur 73 tahun  politik di tanah air kita terus mengalami pasang surutnya. Sejak zaman kolonial kita terus belajar berpolitik, bahkan setelah merdeka  kita terus mencari model yang tepat dalam sistem politik di tanah air. Syukur setelah tumbangnya orde baru yang dipimpin presiden Soeharto, bangsa kita memasuki era baru dalam berpolitik dan berdemokrasi.

Pemilihan umum sebagai implementasi dari politik dan pesta demokrasi mengalami perubahan dari sistem pemilihan umum tak langsung menjadi pemilihan umum  langsung dengan payung hukum  UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah disertai dengan PP No.6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah  telah menandai dimulainya era demokrasi langsung. Kedua dasar regulasi tersebut mengatur Pemilukada secara langsung.

Landasasan yuridis ini menandai dimulai peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Masyarakata tidak lagi membeli kucing dalam karung, tetapi melalui pemilihan umum secara langsung masyarakat bisa menentukan pilihannya sesuai dengan hati nuraninya masing-masing yang dilaksanakan secara bebas dan rahasia. 

Namun pada sisi lain pelaksanaan pesta demorasi atau pemililahan kepala daerah atau wakil kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten tetap menemukan kecurangan dan hasilnyapun mengabaikan kepentingan bersama yakni kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat pasca pelaksanaan pemilukada. 

Kelemahan pemilukada secara langsung ini pernah diutarakan oleh juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Dodi Riatmadji.  Sebagaimana yang dilansir Sindonews Tanggal 13 April 2014 menjelaskan dampak negatif dari pemilihan kepala daerah langsung adalah maraknya perilaku korupsi kepala daerah terpilih. "Pada disertasi Mendagri tersebut ada korelasi korupsi oleh kepala daerah dengan besarnya biaya pengeluaran dalam pemilukada (pemilihann umum kepala daerah)," kata Dodi Riatmadji.  

Dodi juga memaparkan, ekses negatif lain pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005, sedikitnya ada 327 kepala daerah yang terseret kasus hukum. Sebanyak 80 persen karena kasus korupsi. Dia menambahkan, dampak pemilihan kepala daerah langsung adalah rawan konflik horizontal. Menurutnya, banyak jiwa melayang sia-sia dampak pemilihan langsung tersebut.  Hal lain kata Dodi marak terjadi mutasi pejabat. Lanjutnya, Kepala daerah terpilih biasanya menyingkirkan pejabat yang bukan pendukukugnya ketika proses pencalonan. Banyak mutasi pejabat tanpa pertimbangan.

Beberapa kenyataan dilapangan memperlihatkan masih ada ketimpangan dalam pelayanan pembangunan di daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dan parahnya pada era demokrasi dimana rakyat menentukan pemimpinnya justru kasus korupsi terus meningkat dan menjadi borok yang ditakutkan. Sebagaimana borok pasti lambat laun akan memperkeruh suasana dan cita-cita dalam mewujudkan pembangunan daerah yang berasaskan pada kepentingan bersama. 

Pada tahun 2009, Transparancy International Indonesia mengumumkan bahwa Indeks Peringkat Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2009 berada pada posisi 111 dari 180 negara di dunia. 

Sedangkan untuk lingkungan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat 5 dari 10 negara ASEAN yaitu Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand yang berada pada posisi 1-4, sedangkan Vietnam, Filipina, Kamboja, Laos, dan Myanmar yang menempati posisi 6-10. Data lain pasca pemilukada langsung adalah berasal dari hasil penelitian dari Governance Assessment Survey pada tahun 2006 di sepuluh provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang pelayanan publik masih sangat buruk. Yang lebih mengejutkan ialah bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa penyebab kegagalan usaha di daerah ialah birokrasi yang korup (41,7%), kepastian hukum atas tanah (33,1%), dan regulasi yang tidak pasti (25,2%). Informasi ini jelas menunjukkan bahwa pelayanan publik di daerah belum berhasil menjadi penggerak investasi. 

Ini artinya apa? Kita gagal dalam melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Kita gagal dalam menentukan pilihan dalam menentukan pemimpin bangsa dan daerah.  

Lalu apa yang harus kita lakukan. Ingat 2018 kita akan meggelar pelaksanaan pemilukad tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. 

Pesta Demokrasi 2018 dan Peran Penyelenggara Pemilu

sumber foto: kakibola-my.blogspot.com
sumber foto: kakibola-my.blogspot.com
Ada 171 daerah menggelar Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada tanggal 27 Juni 2018. Dari 171 daerah yang menggelar pesta demokrasi tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota dan 115 Kabupaten.

Pertanyaan, apakah kita membiarkan hasil pemilukada 2018 sebagaimana yang diutarakan diatas. Bukan hal baru bahwa ambisi kekuasaan dan jabatan membuat paslon/pasangan calon kalap mata.

Hati nurani tertutup dan mengabaikan maksud mulia dibalik kata "politik".  Menjadi rahasia umum bahwa banyak pelanggaran dan kecurangan pada pelaksanaan pemilukada. Ada money politic.  Ada black campain atau kampanye hitam.  Pokoknya semua cara -cara dan jurus-jurus biada dipakai untuk memenuhi hasrat peribadi. Hasrat kuasa dan jabatan. Lalu abaikan makna mulia dari apa itu politik. 

Nah kecurangan-kecurangan ini berdampak diabaikannya kesejahteraan masyarakat pasca pemilukada langsung. Praktek money politics, black campaign, membeli suara, dan kecurangan dalam penghitungan suara menjadi awal wajah pemilukada langsung yang tidak dapat dielakkan. 

Disinilah letak peran kita bersama dan lebih khususnya para penyelanggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawasa Pemilu. Kita awasi semua proses dan tahapan pemilukada di daerah kita masing-masing. Sebab kualitas hasil pemilukada itu tergantung pada prosesnya. 

Hati-hati politik kotor akan mengotori kita pada pesta demokrasi tahun 2018. Selamat Menyambut Tahun Baru 2018
Semoga tahun baru membawa semangat baru dan pikiran baru dalam pelaksanaan demokrasi di tanah air pada tahun 2018. 

Raja Ampat, 31 Desember 2017

Sumber: 

Politik

Sindo News

Daftar 171 Daerah yang Ikut Pilkada Serentak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun