Kami pun segera turun. Dari atas dermaga kami melihat menyaksikan sebuah pemandangan yang luar biasa. "Wow.. keren sekali om," teriak Pater Dio yang baru kali itu datang ke Arborek.
"Mana mie?" teriak Paul lelaki kecil.
"Ini Nak," jawabku sambil mengambil beberapa bungkus mie dari tas yang saya bawa.
Untungnya sebelum berangkat dari Wiasai-Ibukota Kabupaten Raja Ampat kami membeli beberapa bungkus mie dan biskuit. Hal ini kami lakukan mengingat kegiatan memberi makan ikan merupakan salah kegiatan wisata yang sering dijumpai di kampung-kampung di Raja Ampat. Ikan-ikan di samudera Raja Ampat  memang sangat jinak, dan hampir dijumpai disemua di dermaga-dermaga perkampungan penduduk.
Itulah yang membuat mereka sangat menjaga keharmonisan hidup antara manusia dan sumber daya laut. Masyarakat Raja Ampat percaya bahwa laut dan isinya merupakan anugerah dan rahmat dari Tuhan untuk diolah dan jaga dengan baik, tidak saja untuk saat ini tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
Tak heran jika ikan-ikan yang berenang di laut bebas Raja Ampat sangat jinak. Masyarakat Raja Ampat melarang membuang jaring atau memancing di dermaga karena itu menganggu ikan-ikan datang dan berenang di dermaga penduduk.
Masyarakat Arborek juga memiliki kebiasaan itu. Mereka melarang membuang jaring atau menangkap ikan di dermaga. Bahkan mereka menjaga dan memelihara ikan-ikan tersebut dan melemparkan makan.
Saat kami melempatkan mie, ratusan ekor ikan dengan berbagai corak warna, bentuk dan ukuran datang merebut mie yang kami berikan. Bahkan, Paul lelaki kecil saya menurunkan tanggannya yang penuh dengan mie kepemukaan laut dan beberapa ekor ikan melahap mie dari jari-jarinya.