Mohon tunggu...
Petrisia Felly
Petrisia Felly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi UKWMS

Topik konten adalah mengenai fenomena perilaku yang ada di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Investasi Hanya untuk Mengekor?

21 November 2022   10:23 Diperbarui: 21 November 2022   10:42 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Investasi 

Investasi sendiri berasal dari kata bahasa Italia, investire yang berarti memakai atau menggunakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, investasi adalah penanaman uang atau modal pada suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Investasi dapat berupa tabungan, deposito, emas, properti, reksadana, dan barang-barang koleksi. Tujuan berinvestasi adalah memperoleh penghasilan tetap, menabung dan menjamin bisnis agar berjalan. Bagi pemula sangat dibutuhkan pemahaman dasar dan penjelasan singkat dan jelas tentang apa itu investasi dan bagaimana cara melakukannya. Investasi tentu mendatangkan banyak manfaat ketika kita melakukannya sesuai dengan cara yang telah dianjurkan.

Setelah pandemi Covid-19 Indonesia mengalami beberapa masalah salah satunya ekonomi. Masyarakat merasakan bahwa ekonomi setelah masa pandemi mengalami penurunan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -2,07 persen. Hal ini menyebabkan perekonomian Indonesia pada tahun 2020 mengalami deflasi atau penurunan drastis karena perkembangan ekonomi di Indonesia mempunyai pegerakan yang kurang stabil. Sehingga masyarakat mulai berbondong-bondong berinvestasi karena dinilai memiliki keuntungan yang besar dimasa depan.

Dari hal ini, timbul suatu fenomena yang sebenarnya membahayakan bagi keberlangsungan hidup, yaitu berinvestasi hanya karena ikut-ikutan. Mengikuti trend investasi ini bisa menjadi salah satu bentuk FOMO (Fear of Missing Out). FOMO ini disebabkan oleh rasa takut ketinggalan tren saat ini atau rasa gengsi karena tekanan teman sebaya. 

Di sisi lain, arus informasi yang sangat besar juga mendorong kita untuk mengikuti trend. Belakangan ini kita banyak melihat public figure ramai-ramai membuat NFT (Non Fungible Token) yang berbentuk digital, hal ini tentu menarik antusiasme masyarakat. 

Dalam kasus penipuan investasi, masyarakat kurang teliti dalam memilih platform sehingga menghasilkan korban yang cukup banyak. Seseorang berinvestasi pasti ingin mendapat keuntungan, tetapi ternyata harus menerima kerugian dan menyesal di akhir. Akhirnya banyak yang menyerah berinvestasi dan tidak mau mencoba lagi. Padahal berinvestasi bisa menjadi cara untuk mencapai tujuan keuangan di masa depan. Hal ini menimbulkan stigma buruk bahwa berinvestasi isinya hanya pembohongan.

Eksistensialisme Menurut Martin Heidegger dan Kehendak Buta Arthur Schopenhauer

Tema eksistensialisme Heidegger yaitu “Das Mann” atau “The They", yaitu sebuah sikap yang tidak otentik dari manusia yang diwujudkan dan larut dalam berbagai gerak kehidupan tanpa sebuah kesadaran reflektif serta mengikuti arus kolektifitas. 

Eksistensi manusia cenderung membiarkan dirinya jatuh dan terperangkap dalam eksistensi yang sekedar ikut – ikutan orang lain. Heidegger juga menjelaskan melalui teori “Das Mann”, bahwa individu kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan secara bertanggung jawab dan kerap terkurung dalam kesadaran palsu sehingga lebih mengikuti arus massa tanpa keberanian untuk mengambil sikap yang berbeda. 

Tetapi hal seperti akan menyebabkan manusia menjadi tidak otentik, karena mengikuti kehendak atau keputusan orang lain. Seseorang akan merasa bahwa kegagalan nanti akan akan ditanggung bersama dengan orang lain yang memutuskan hal tersebut.

Sedangkan, tema kehendak buta menurut Schopenhauer mengklaim bahwa dunia ini diatur oleh unit metafisik yang disebut "kehendak" atau "will" yang mengatur manusia dalam siklus keinginan berkelanjutan yang pada dasarnya mendukung keinginan itu sendiri. 

Kehendak buta akan terus menerus mendorong seseorang untuk melakukan suatu hal tanpa tujuan yang pasti atau menetap. Dalam kehendak buta seseorang menginginkan suatu hal bukan karena memiliki alasan yang logis atau masuk akal, tetapi alasan yang kita buat akan melogiskan keputusan yang akan diambil.  Kehendak buta tak berujung, tak terbatas, tak terpisahkan, tidak berubah, dan hanya dicirikan oleh kehendak itu sendiri yang bergulir tanpa akhir. Oleh karena kehendak tidak pernah berubah, maka ia tidak akan pernah berhenti bergerak.

Pandangan Heidegger dan Schopehauer Mengenai Fenomena Ikut-Ikutan Berinvestasi

Fenomena orang yang berinvestasi hanya karena ikut-ikutan cenderung fokus kepada apa yang menjadi topik tren tanpa mempertimbangkan dampak, resiko maupun cara yang benar. Orang yang mengikuti trend investasi menjadi manusia yang tidak otentik ini, karena tidak menyadari dengan apa yang dilakukan dan hanya mengikuti keputusan orang lain. Karena ketidaksadaran yang ada dalam diri manusia, maka akan selalu melakukan dan mengikuti apa yang menjadi arus massal tanpa pernah merasa terpuaskan. 

Menurut Heidegger orang yang berinvestasi hanya karena ikut ikutan ini juga akan kehilangan kemampuan penting manusia yaitu mengambil keputusan dan bertanggung jawab. Pada fenomena ini seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri karena hanya mau mengikuti apa yang dilakukan oleh banyak orang. Ketika seseorang kesulitan mengambil keputusan maka tanggung jawab dalam dirinya tidak akan bertumbuh, karena percaya jika dirinya gagal maka orang lain juga akan gagal.

Fenomena ini juga sesuai dengan pandangan Schopehauer karena manusia hanya berfokus pada kehendak nafsunya tanpa mementingkan hal lain. Seseorang yang hanya mengikuti trend berinvestasi tidak dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri dan lebih bergantung kepada kehendak dan yang dilakukan oleh orang lain. Seseorang akan lebih mementingkan nafsunya, yaitu nafsu untuk mengikuti segala yang menjadi trend agar dianggap menjadi selalu up to date. Ketika seseorang sudah terjerumus kedalam trend investasi ini maka seseorang akan merasa tidak pernah terpuaskan dan berusaha mengikuti trend selanjutnya untuk memuaskan ego.

Kecenderungan manusia pada fenomena ini adalah tidak memperdulikan resiko yang akan dihadapi seperti kebangkrutan maupun penipuan. Hal tersebut timbul karena fokus yang dimiliki sudah berbeda, bukan lagi tentang keuntungan yang akan didapat tetapi gengsi dalam diri. Karena tujuan yang dimiliki tidak jelas, maka ketika harga properti atau produk investasi mengalami penurunan seseorang akan merasa putus asa, kecewa dan berkecil hati.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan, bahwa ketika seseorang berinvestasi hanya karena mengikuti trend atau meniru public figure akan kehilangan keoutentikan dalam dirinya dan hanya menuruti nafsu agar dianggap selalu up to date. Hal ini sesuai dengan pandangan eksistensialisme menurut Heidegger dan kehendak buta menurut Schopenhauer. 

Manusia yang mengikuti trend berinvestasi membiarkan dirinya dikuasai sesuai dengan alur massal tanpa memikirkan hal lain termasuk keunikan dan keberadaan dirinya dalam mengambil keputusan. Seseoraang akan merasa menonjolkan egonya dan tidak memperdulikan resiko maupun dampak yang akan dihadapi. Seseorang juga tidak memiliki tujuan yang jelas sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan karena memposisikan dirinya seperti orang lain. Tetapi ketika tidak mengikuti apa yang menjadi trend, akan merasakan kecemasan yang berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun