Mohon tunggu...
Petra Wahyu Utama
Petra Wahyu Utama Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sejarah

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” -Pramoedya Ananta Toer-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampung Bugis Tanjungpinang, Eksistensi Orang Sulawesi Selatan di Tanah Melayu

30 Desember 2019   22:55 Diperbarui: 31 Desember 2019   01:22 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Bugis Tanjungpinang, Sumber: ANTARA

Sehingga pada saat ini, sangatlah sulit membedakan antara orang Melayu dengan orang Bugis yang menetap di Tanjungpinang. Apabila kita menyusuri Kampung Bugis, masih banyak dijumpai rumah-rumah yang bercirikan adat Bugis dengan bentuk memanjang ke belakang dan tambahan di samping bangunan utama serta bagian depan.

Tambahan bangunan ini biasa disebut dengan "lego-lego". Pada masa sekarang ini kebanyakan generasi muda keturunan dari orang Bugis/Luwu sudah tidak begitu fasih dalam berbahasa Bugis.

Namun demikian, masyarakat Kampung Bugis masih menggunakan pakaian adat Baju Bodo untuk perempuan dan laki-lakinya menggunakan Baju Lipa Sabe yang atasannya menggunakan jas dalam prosesi penyambutan atau penyelenggaraan acara-acara tertentu. Barongko juga masih menjadi sajian kuliner yang bisa dijumpai di kampung ini hingga sekarang.

Rupanya, hal yang juga tetap dipertahankan hingga sekarang oleh kebanyakan keturunan Bugis ini adalah mengandalkan kehidupan dari profesi menjadi nelayan.

Seperti nenek moyangnya, nelayan-nelayan dari Kampung Bugis di Tanjungpinang dikenal sebagai nelayan yang berani dalam melaut dan ahli dalam menyelam.

Dari data sensus yang telah dilakukan oleh pemerintah Tanjungpinang, pada 2014 terdapat setidaknya 273 orang yang berprofesi sebagai nelayan dengan cara tangkap dan teknis pekerjaan yang berbeda dalam lingkup nelayan.

Sebagian besar dari mereka merupakan anak keturunan Bugis dan selain melaut untuk mencari ikan, mereka juga membudidayakannya, mengolah sumber daya perikanan, atau pun menjadi pedagang ikan (Iskandar, 2014: 12).

Ciri khas yang menandai kawasan ini adalah terdapat "Pelantar" yang merupakan tempat mirip seperti dermaga. "Pelantar" digunakan untuk bersandarnya perahu serta menaikan dan menurunkan penumpang maupun hasil laut. "Pelantar" pun juga menjadi tempat favorit bagi orang-orang di Kampung Bugis untuk bercengkrama.

Selain itu, banyak diantara orang-orang Kampung Bugis yang gemar menghabiskan waktunya di kedai kopi selepas mereka melakukan pekerjaan. Bagi kaum laki-laki, kedai kopi adalah arena sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya. Ditempat ini bangku-bangku dan meja sengaja disusun seperti sebuah ruang diskusi dan tanpa sekat.

Mereka pun bisa berbicara lepas, bertukar informasi, dan membahas segala isu yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.  (Silfia Hanani, 2017: 216).

Metamorfosis Kampung Bugis Menjadi Destinasi Wisata Unggulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun