Mulai dari galangan kapal, industri padat karya, sentra industri kecil, tambang, dan kegiatan jasa mulai dioptimalkan oleh pemerintah setempat.
Tidak hanya di Batam yang telah dikenal terlebih dahulu sebagai kota otorita, momentum masyarakat dalam perjuangan melakukan upaya pemekaran wilayah ini ternyata juga mampu dibidik sebagai peluang oleh beberapa pegiat usaha di Tanjungpinang.
Salahsatunya adalah pasangan suami istri yakni Stephen Christiangie dan Jusmini Chen yang memanfaatkan momentum ini untuk mulai merintis usaha kedai kopinya pada 2001. Kedai kopi ini kemudian diberi nama Kedai Kopi Aman.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata "Aman" dapat diartikan sebagai bebas dari gangguan. Sehingga secara filosofis orang-orang yang ngopi di tempat ini akan merasa bebas dari gangguan, santai, dan nyaman ketika menghabiskan gelas-gelas kopi sambil bercengkrama dengan rekan sejawatnya.
Selain itu nama "Aman" juga diambil dari nama panggilan sehari-hari Stephen yakni "Koh Aman" atau "Bang Aman". Pasangan beretnis Tionghoa ini kemudian membuka usahanya di Jalan D.I Panjaitan Km. 9 Komplek Bintan Centre Blok A Nomor 22 yang termasuk dalam Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Perintisan kedai kopi ini adalah pengembangan dari unit usaha yang mereka miliki. Sebelumnya kedua pasangan ini telah memiliki pabrik pembuatan roti yang diberi nama "Rumah Roti".
Pada mulanya, kegiatan wirausaha yang dijalankan kedua pasangan ini sempat disangsikan bahkan dicibir oleh orang-orang terdekat dan koleganya. Hal ini mengingat kedua pasangan ini merupakan Sarjana Ekonomi dari salahsatu universitas ternama di Jakarta dan Bandung.
Bagi sebagian orang yang mengenalnya keputusan mereka untuk berwirausaha dianggap sebagai langkah yang salah. Mengingat mereka berdua telah memperoleh pekerjaan sebagai karyawan di salahsatu perbankan terkenal di Indonesia dengan gaji yang cukup tinggi dan kondisi ekonomi di Indonesia yang tidak kunjung membaik pascakrisis 1998.
Perlu diketahui bahwa paradigma orang-orang Pinang pada masa itu umumnya adalah demikian, karena ketika mereka sudah meraih gelar sarjana hendaknya mereka bisa menjadi pegawai atau pejabat di kota besar.
Setelah menikah, kedua pasangan ini justru mengambil keputusan yang cukup berani untuk berwirausaha dan mematahkan paradigma yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Dengan susah payah, mereka berdua menjalankan usaha roti dan membuktikan bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang tepat. Hal ini kemudian terbukti, mereka mampu menjalankan usaha rotinya bahkan mengembangkan usahanya dengan membuka kedai kopi.