Mohon tunggu...
Husaini Algayoni
Husaini Algayoni Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kolumnis

Dalam seruputan secangkir kopi ada imajinasi. Hobi membaca, menulis, travelling, menonton, mendengar musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kecerdasan Intelektual Imam Abu Hanifah Menghadapi Orang Dungu

24 Desember 2019   16:05 Diperbarui: 24 Desember 2019   16:09 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kecerdasan intelektual Imam Abu Hanifah sanggup menghadapi orang-orang dungu (safih) yang suka menghasut dengan senyuman dan lapang dada"

Buku "Riwayat Sembilan Imam Fiqih" karya Abdurrahman al-Syarqawi yang diterjemahkan oleh al-Hamid al-Husaini seorang penulis, pendiri majalah Aliran Baru (1939-1941), dan peneliti sejarah Islam.

Buku ini berisi tentang biografi sembilan imam fiqih, seperti: Imam Zaid bin Zainal Abidin, Imam Ja'far ash-Shadiq, Imam Abu Hanifah an-Nu'man, Imam Malik bin Anas, Imam al-Laits bin Sa'ad, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Hazm, Imam al-'Izz 'Izzuddin, dan Bin Abdissalam.

Buku biografi ini serasa membaca fiksi yang enak dibaca tanpa rasa bosan karena menampilkan gaya bahasa sastra laiknya membaca novel, alur ceritanya membuat penasaran dengan aforisme-aforisme yang menggugah pikiran dan penuh makna. Kutipan-kutipan kalimat bermakna inilah yang membuat penulis untuk  menguraikannya secara ringkas dalam tulisan singkat ini.

Adapun bagian yang penulis kutip dari buku ini adalah tentang fenomena kehidupan manusia sekarang yang suka menyalahkan orang lain, memuji kelompoknya secara berlebihan, menganggap diri paling benar/pintar, dan dengan ketidaktahuannya seolah-olah paling tahu sehingga terjadi perdebatan-perdebatan sampah.

Nah, tingkah laku seperti ini tak ubahnya seperti pemikiran orang-orang dungu yang jauh dari pemikiran-pemikiran logis dan akal sehat, menampilkan pikiran sempit, kolot, dan jumud.

Dari sembilan imam di atas, dalam tulisan singkat ini penulis mengambil pemikiran Imam Abu Hanifah yang dikenal sebagai imam syahid karena dibunuh/diracun untuk mengakhiri hidupnya oleh para penguasa ketika itu. Selain Abu Hanifah, dalam ranah pemikiran ada beberapa pemikir yang kematiannya berujung pada pembunuhan seperti Socrates, al-Hallaj, dan Ismail Raji al-Faruqi.

Siapa Abu Hanifah? Nah, Abu Hanifah dinisbahkan kepada al-Imam al-A'zham Abu Hanifah, yang merupakan gelar penghormatan, sedang nama aslinya adalah al-Nu'man bin Tsabit bin Zuwatha al-Kufi, lahir 80 H di Kufah dan wafat di Baghdad tahun 150 H (767 M).

Abu Hanifah berasal dari keluarga Parsi yang terhormat dan satu-satunya imam mazhab yang bukan keturunan Arab. Dalam belajar merantau ke Mekah dan Madinah selama enam tahun dan secara khusus Abu Hanifah belajar selama 18 tahun kepada Hammad bin Abi Sulaiman.

Abu Hanifah hidup ketika suasana politik sedang bergejolak, ketika terjadi peralihan kekuasaan yang sangat berdarah dari Bani Umayyah (41-132 H) kepada Bani Abbas (132-656 H). Karena itu, Abu Hanifah cenderung tidak mau dekat dengan penguasa dan menolak menjadi qadhi yang diminta oleh Khalifah Abu Ja'far al-Mansur (berkuasa 136-158 H), menolak menjadi qadhi sehingga Abu Hanifah dijebloskan ke dalam penjara.

Dalam dunia fikih, Abu Hanifah menempuh metode yang disebut dengan ar-ra'y (opinion, pemikiran, pandangan, pendapat). Karena itu, dikenal sebagai imam ahl al-ra'y. Abu Hanifah mengandalkan logika, kecepatan berpikir, pikiran yang jernih, dan dengan hujjah yang kuat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul.

Kecerdasan intelektual Abu Hanifah sanggup menghadapi orang-orang dungu (safih) yang suka menghasut dan menuduhnya kafir dengan senyuman dan lapang dada. Abu Hanifah adalah seorang yang rendah hati, pendiam, berbicara seperlunya, dan tidak berbicara bila tidak ditanya. Apabila dalam suatu diskusi atau perdebatan ada yang berbicara kasar, Abu Hanifah menghadapinya dengan sabar.

Abu Hanifah memfatwakan tidak ada seorang pun berhak menetapkan kekafiran seorang muslim selagi masih tetap beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, walaupun telah berbuat maksiat. Barang siapa yang telah mengkafir-kafirkan seorang muslim, maka berdosa. Maka dari itu, imam fikih dari kalangan sunni ini memfatwakan untuk tidak mengkafirkan orang lain.

Abu Hanifah menyelami lautan pengetahuan agama, dengan keluasan dan kejernihan pikiran dari sang musyahid ini sangat berhati-hati dalam mengkafirkan orang lain. Anehnya, manusia dungu masa kini begitu mudah mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham dengan kelompoknya, menuduh orang lain salah tanpa ada kepastian dan kejelasan adanya dalil yang benar-benar meyakinkan.

Menghadapi orang dungu seperti ini, perlu kelengkapan intelektual yang kuat dalam membungkam pikirannya yang kolot dan jumud. Seperti Abu Hanifah dengan kecerdasan intelektualnya sanggup menghadapi orang-orang dungu.

Mari kita lihat percakapan di bawah ini antara Abu Hanifah dengan kaum Khawarij  yang terkenal dengan ringan tangan; membunuh dan mengkafirkan yang tidak sepaham dengan kelompoknya.

Peristiwa tahkim (mencari keadilan hukum melalui hakim atas perselisihan yang timbul) dalam perang siffin antara Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah, Khawarij mengkafirkan yang mau menerima penyelesaian secara damai berdasarkan tahkim.

Dalam sebuah pertemuan, pemimpin Khawarij memberi kesempatan kepada Abu Hanifah untuk memilih satu di antara dua alternatif: bersedia taubat atau mati. Namun, Abu Hanifah meminta agar pemimpin kaum Khawarij itu mau berdiskusi terlebih dahulu dan pemimpinnya bersedia.

Abu Hanifah bertanya, "Bagaimana kalau nanti kita berbeda pendapat?"

Pemimpin Khawarij menyahut, "Biarlah orang lain yang menetapkan keputusan."

Abu Hanifah tertawa sambil berkata, "Dengan demikian, berarti anda membolehkan tahkim, yaitu membolehkan bertahkim kepada pihak ketiga."

Pada akhirnya, pemimpin Khawari ini pergi dan membiarkan Abu Hanifah selamat.

Dalam percakapan ini menunjukkan betapa cerdas dan piawainya sosok Abu Hanifah membungkam kesombongan kaum Khawarij. Orang dungu yang fanatik dan berlebih-lebihan kepada satu pendapat dan mudah menyalahkan pendapat lain dengan kata kafir, sesat, dan bid'ah.

Lihat saja sejarah kehidupan para imam-imam mazhab yang tidak pernah bertengkar walaupun di antara mereka ada yang berbeda pendapat bahkan terharunya lagi mereka saling menghormati karena kedalaman ilmu masing-masing. Bukankah para pengikutnya yang fanatik kepada satu mazhab dan suka menyalahkan mazhab lain, dengan kefanatikan dan kejumudan dengan sendirinya telah mencemari nama baik para imam fikih.

Orang dungu di media sosial menganggap dirinya pakar dan ahli semua ilmu. Ada isu hutan, tiba-tiba ahli hutan yang membuat orang hutan tertawa melihatnya. Ada isu agama, tiba-tiba ahli agama mengalahkan para mufassir, muhaditsin, mutakalimin, fuqaha, sufi, filosof, dan lain-lain, padahal hanya mengetahui satu matan hadis tanpa mengetahui sanad. Ada isu hukum, tiba-tiba ahli hukum mengalahkan Hotman Paris. Ada isu politik, tiba-tiba ahli politik sehingga mudah termakan berita-berita hoaks. Waduuuh!!!

Nah, demikian tulisan singkat ini membahas tentang orang-orang dungu yang katanya ahli ilmu segala ilmu tetapi dengan mudahnya menyalahkan dan mengkafirkan orang lain yang tidak sependapat dengan kelompoknya.

Sekelas Abu Hanifah saja mengatakan tidak berhak seseorang untuk mengkafirkan orang lain, sebagai manusia biasa sudah seharusnya merenungkan perkataan Abu Hanifah tersebut atau memperdalami ilmu-ilmu agama secara menyeluruh dan mendalam agar tidak mudah menyalahkan dan mengkafirkan orang lain.

Info Buku :
Judul: Riwayat Sembilan Imam Fiqih
Karya: Abdurrahman al-Syarqawi
Penerjemah: al-Hamid al-Husaini
Penerbit: Pustaka Hidayah
Tempat Terbit: Bandung
Tahun Terbit: 2000
Jumlah Hlm: 784

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun