Kecuali memang ada sumber daya manusia yang memang dikhususkan untuk itu atau lebih ekstrem adalah memutus benang sejarah yang berarti bisa jadi merekayasa naskah sejarah tanpa berpedoman kepada validitas, untuk mengejar kinerja kecerdasan buatan.
Disinilah teknologi AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) akan menerima stigma sebagai pengolah data hoax atau post-truth.
Adv. Agung Pramono, SH., CIL.
Kongres Advokat Indonesia [KAI - Pimpinan TSH]
DPC Klaten
Anggota Forum Intelektual KAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H