Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Pemerhati Hukum dan Sosial

pemahaman yang keliru atas makna hak adalah akar dari semua kejahatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Post-Truth, Realita Pembenar di Luar Kebenaran

3 Agustus 2020   16:00 Diperbarui: 8 Agustus 2020   22:48 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbeda dengan ilmu yang berarti pengetahuan yang khusus dalam cara memperolehnya, karena ia memiliki metodologi keilmuan dan memperoleh ilmu hanya bisa dilakukan dengan cara tententu mengikuti alur kerangka kerja dan berpikir keilmuan.

Kebodohan adalah penyakit individu dalam masyarakat. Dalam skala yang luas, jika masyarakat bisa menjadi bodoh, ketika masyarakat mengalami anomali dalam berpikir, maka kebodohan dapat berkembang dan menular pada masyarakat.

Hidup kita telah tiba pada pada saat mana segala sesuatu menjadi sangat mudah, dunia seperti berada dalam genggaman, berekspresi dengan melampaui bahkan mengabaikan batasan etik. Kebebasan tanpa sikap hati-hati dengan harapan dipertanggungjawabkan secara kolektif yang seringkali justeru diderita secara pribadi sementara lainnya cuci-tangan, menimbulkan berbagai masalah dalam pergaulan yang dianggap biasa, meski sudah melewati batas kewajaran.

Inilah era yang telah meruntuhkan standar kebenaran dimana orang bisa berbuat apapun hanya dengan sentuhan satu ujung jari, tanpa perlu mengetahui asal, sebab dan dampak apalagi menyelidiki apa yang dibagikannya.

Pada dasarnya, merupakan potensi dari manusia itu sendiri yang mudah merasakan kenyamanan hidup dalam dunia yang semu yang tidak memerlukan benar atau salah selama itu menguntungkan untuk dirinya sendiri, apalagi terbentuk sebuah masyarakat yang saling mendukung untuk menguatkan siatuasi dan nilai kenyamanan, memilih hidup dan bertahan di wilayah post-truth.

Menurut Roland Barthes, tanda-tanda dalam budaya bukanlah sesuatu yang lugu, bahkan sebaliknya justru memiliki kaitan yang kompleks dengan penataan atau pegolahan ulang bahkan lanjutan dari sebuah ideologi.

Terjadi suatu penciptaan realitas yang tidak banyak lagi berdasarkan pada dunia nyata namun dari sebuah trending topic yang viral yang seolah menjadi semacam realitas kedua yang sebetulnya hanyalah realitas artifisial (artificial reality) yang hadir untuk mengimbangi kenyataan yang sebenarnya akan tetapi bahkan mampu berbuat lebih ketimbang kenyataan itu sendiri dalam pikiran masyarakat yang akhirnya merubah dunia nyata.

Pola Pembenaran Makin Mengkhawatirkan

Masyarakat juga tidak butuh validitas yang membingungkan orang bodoh untuk mau belajar berilmu-pengetahuan secara benar, kehidupan semakin senewen dengan menghancurkan kebenaran, hal ini membuat para pakar tersingkir dari ruang debat publik virtual, sementara para penghasud sekedar merangsang dengan pendapat yang seadanya saja kemudian melemparkan kepada dinamika publik yang sudah menjadi simpatisan yang lugu.

Nalar manusia sudah dimanipulasi, konstruksi nalar manusia mengenai kebenaran sebetulnya hanya emosi sosial belaka, tidak peduli lagi dari mana segala informasi itu berasal atau bagaimana informasi itu sudah digubah berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya. Persoalan uji kesahihan informasi yang beredar tidak lagi dianggap sebagai hal penting yang harus dilakukan.

Hans George Gadamer dalam Truth and Method sudah mengatakan bahwa kebanyakan manusia tidak pernah berjumpa dengan kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun