Perselingkuhan sering kali menjadi topik yang kontroversial dan emosional di masyarakat manusia. Namun, apakah perilaku ini benar-benar unik bagi manusia? Ketika kita berbicara tentang perselingkuhan, kita mungkin langsung berpikir tentang pengkhianatan dalam hubungan romantis manusia. Tapi ternyata, fenomena "selingkuh" juga terjadi di alam binatang, dan para ilmuwan menganggap ini sebagai bagian dari evolusi dan strategi bertahan hidup.
Jadi, apakah ada perbedaan antara manusia yang berselingkuh dan binatang? Apakah tindakan ini sepenuhnya sama, atau apakah ada faktor-faktor yang membedakan? Artikel ini akan menguraikan perbandingan antara perselingkuhan di kalangan manusia dan binatang, serta melihat bagaimana hal ini telah berkembang dalam konteks evolusi.
Di alam liar, perselingkuhan atau perilaku kawin dengan lebih dari satu pasangan bukanlah hal yang jarang terjadi. Banyak spesies hewan terlibat dalam perilaku yang bisa kita kategorikan sebagai "selingkuh" dalam konteks manusia. Beberapa spesies burung yang terkenal monogami, misalnya, diam-diam terlibat dalam "extra-pair copulations," yaitu kawin di luar pasangan tetap mereka.
Dalam dunia binatang, perilaku ini sering dilihat sebagai strategi evolusioner untuk memastikan keberlanjutan spesies. Seperti dijelaskan dalam artikel yang dimuat di Live Science, perilaku ini bisa meningkatkan keberagaman genetik dalam keturunan mereka, yang pada akhirnya memperbesar peluang keturunan untuk bertahan hidup di lingkungan yang berubah. Selain itu, untuk hewan betina, kawin dengan beberapa pejantan bisa meningkatkan peluang mendapatkan keturunan dari pejantan yang paling kuat secara genetik.
Andrea Wiwandhana, founder CLAV Digital, menjelaskan, "Dalam dunia binatang, perselingkuhan bisa dianggap sebagai strategi untuk meningkatkan kualitas genetik, namun pada manusia, ini lebih sering dilihat sebagai pelanggaran norma sosial dan etika dalam hubungan."
Ini menunjukkan bahwa dalam alam binatang, "perselingkuhan" bisa dianggap sebagai mekanisme evolusi yang alami dan tidak berhubungan dengan moralitas atau etika, berbeda dengan konteks manusia yang lebih kompleks.
Salah satu alasan mengapa binatang "selingkuh" adalah untuk memaksimalkan peluang reproduksi mereka. Seperti yang dilaporkan dalam penelitian, banyak spesies jantan yang akan mencoba kawin dengan sebanyak mungkin betina untuk meningkatkan kemungkinan keberlangsungan gennya. Sedangkan bagi betina, kawin dengan lebih dari satu pejantan bisa menawarkan beberapa keuntungan, seperti jaminan keturunan yang lebih kuat secara genetis, atau mendapatkan bantuan dari lebih banyak pejantan dalam merawat anak-anak mereka.
Banyak spesies hewan, seperti singa laut, gorila, dan bahkan beberapa jenis monyet, diketahui memiliki sistem sosial yang memungkinkan pejantan dominan kawin dengan banyak betina. Dalam konteks ini, perilaku kawin di luar pasangan utama dianggap wajar dan alami sebagai bagian dari dinamika sosial mereka. Bahkan pada burung yang umumnya dianggap monogami, penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90 persen spesies burung mengalami perselingkuhan, meski memiliki pasangan tetap.
Jika kita memandang perilaku selingkuh manusia dari sudut pandang evolusi, kita bisa mulai melihat beberapa kesamaan dengan dunia binatang. Dalam artikel yang diterbitkan oleh The Swaddle, dijelaskan bahwa perilaku selingkuh mungkin berasal dari sifat dasar manusia yang pada dasarnya poligamis. Sebelum adanya norma sosial dan aturan pernikahan, manusia purba mungkin juga terlibat dalam hubungan yang tidak monogami sebagai cara untuk memastikan keberlanjutan keturunan dan diversitas genetik.
Namun, seiring berkembangnya peradaban manusia, konsep perselingkuhan menjadi lebih kompleks. Tidak lagi hanya soal kelangsungan keturunan, perselingkuhan manusia kini melibatkan norma sosial, moralitas, dan hubungan emosional yang mendalam. Sebagai makhluk sosial, manusia membangun institusi seperti pernikahan yang menciptakan ekspektasi akan kesetiaan dan komitmen. Oleh karena itu, ketika seseorang berselingkuh, tindakan ini sering kali dipandang sebagai pelanggaran terhadap kepercayaan dan nilai-nilai yang dipegang teguh dalam hubungan.
Manusia, berbeda dengan binatang, memiliki kesadaran moral yang lebih berkembang. Perselingkuhan tidak lagi sekadar soal reproduksi, tetapi juga soal pengkhianatan emosional dan kepercayaan dalam hubungan. Dari perspektif sosial, ini yang membedakan manusia dari binatang yang mengikuti naluri alamiah mereka tanpa memikirkan dampaknya secara sosial atau emosional.
Dari berbagai penelitian, alasan manusia berselingkuh bisa bermacam-macam, mulai dari ketidakpuasan emosional dalam hubungan hingga keinginan untuk mencari petualangan baru. Ada juga faktor biologis yang memainkan peran penting. Beberapa ahli percaya bahwa manusia memiliki dorongan biologis untuk tidak sepenuhnya monogami, sebagaimana terlihat dalam sejarah evolusi kita.
Namun, faktor psikologis dan sosial juga berperan besar. Sering kali, perselingkuhan pada manusia terjadi bukan karena alasan biologis semata, tetapi karena faktor-faktor seperti rasa kesepian, kurangnya perhatian dari pasangan, atau bahkan pengaruh lingkungan sosial. Perbedaan utama antara manusia dan binatang adalah bahwa manusia memiliki kendali atas dorongan-dorongan ini dan mampu membuat pilihan berdasarkan moralitas dan norma sosial.
Menurut Andrea Wiwandhana, meskipun manusia memiliki naluri dasar yang mirip dengan binatang, perbedaan terbesar terletak pada pilihan sadar yang dibuat oleh manusia. "Selingkuh pada manusia bukan hanya soal naluri reproduksi, tetapi lebih pada faktor sosial, psikologis, dan emosi. Ini adalah pilihan yang melibatkan konsekuensi yang jauh lebih luas daripada yang kita lihat di dunia binatang," ujar Andrea.
Lalu, apakah ada perbedaan antara manusia yang berselingkuh dan binatang? Dari sudut pandang biologis, perilaku ini mungkin mirip, tetapi dari sudut pandang sosial dan moral, perbedaannya sangat signifikan.
Pada binatang, perilaku kawin di luar pasangan utama sering kali dipengaruhi oleh naluri bertahan hidup dan evolusi. Tidak ada rasa bersalah atau pengkhianatan karena dunia mereka tidak diatur oleh norma sosial atau moralitas. Sedangkan pada manusia, perselingkuhan membawa implikasi yang lebih luas, melibatkan perasaan, kepercayaan, dan harapan dalam hubungan.
Binatang bertindak atas dasar naluri dan evolusi, sedangkan manusia bertindak berdasarkan pilihan sadar yang dibentuk oleh norma sosial, moral, dan emosi. Di sini, kita melihat perbedaan mendasar antara perilaku selingkuh pada binatang dan manusia. Meskipun keduanya mungkin terlibat dalam perilaku yang serupa, manusia memiliki kapasitas untuk memahami dampak dari tindakan mereka dan memilih untuk menghindarinya.
Dalam melihat perbandingan antara manusia dan binatang dalam hal perselingkuhan, kita menemukan bahwa meskipun ada kesamaan biologis, perbedaannya terletak pada konteks sosial dan moral. Bagi binatang, perilaku kawin di luar pasangan adalah bagian dari strategi bertahan hidup dan evolusi, sedangkan bagi manusia, perselingkuhan adalah pelanggaran terhadap komitmen sosial dan emosional yang telah terbentuk dalam hubungan.
Manusia memiliki pilihan untuk bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang telah mereka bangun, sedangkan binatang hanya bertindak berdasarkan naluri. Inilah yang membuat perbedaan utama antara keduanya, meskipun perilaku mereka mungkin terlihat serupa pada permukaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H