Mohon tunggu...
permata sari
permata sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

jangan pantang menyerah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Laten Radikalisme di Kalangan Mahasiswa

15 November 2022   06:03 Diperbarui: 15 November 2022   07:11 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ARTIKEL

Bahaya Laten Radikalisme di kalangan Mahasiswa

   Nama Anggota;                                                                                                                    

Nicky Bunga Ismeliana
Yunika Ayu H
Nuranita
Salwaa Aulia Putri
Dewi Permatasari

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2022


PERAN MAHASISWA DALAM MENGHADAPI
BAHAYA LATEN DAN RADIKALISME

ABSTRAK

Anggapan bahwa kelompok Islam militan diikuti oleh kalangan awam mulai disadari kalangan fundamentalis. Perubahan gerakan dilakukan kelompok ini, pilihan kelompok mahasiswa sebagai agen baru dianggap mampu merubah pola gerakan. Merebaknya kelompok radikal Islam di kalangan mahasiswa tidak terlepas dari upaya kaderisasi kelompok intelektuakalangan fundamentalis Islam. Strategi yang dilakukan adalah indokrinasi ideologis yang membuat mahasiswa sulit berpisah dari kelompok ini. Fenomena ini akhirnya membentuk metamorfosa baru gerakan Islam radikal di kampus. Paham radikal semakin merisaukan karena berkembang pada kelompok strategis yaitu pemuda. Penyebaran melalui media sosial dengan kemunculan hoax serta beberapa situs web radikal menjadi tren baru serta andalan kaum teroris dalam menyebarkan pahamnya. Gerakan radikalisme sangat masif, terorganisir dan berbahaya. Hal ini diperparah dengan lemahnya semangat bela negara dikalangan mahasiswa. Oleh karenanya penanganannya pun harus dilaksanakan secara komprehensif yang salah satunya melalui revitalisasi peran perguruan tinggi di Jawa Barat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif.

Kata Kunci: Gerakan Radikal, Islam, Fundamentalisme Mahasiswa, perguruan tinggi, penanganan gerak radikalisme, mahasiswa.

STUDENT'S ROLE IN DEALING WITH
LATENT HAZARDS AND RADICALISM

ABSTRACT


The notion that militant Islamic groups are followed by ordinary people is starting to be realized by fundamentalists. Changes in movement were carried out by this group, the choice of student groups as new agents was considered capable of changing movement patterns. The spread of Islamic radical groups among students is inseparable from the efforts to regenerate intellectual groups among Islamic fundamentalists. The strategy used is ideological indoctrination which makes it difficult for students to separate from this group. This phenomenon eventually formed a new metamorphosis of the radical Islamic movement on campus. Radical ideology is increasingly troubling because it develops in strategic groups, namely youth. Dissemination through social media with the emergence of hoaxes and several radical websites has become a new trend and the mainstay of terrorists in spreading their understanding. The radicalism movement is massive, organized and dangerous. This is exacerbated by the weak spirit of defending the country among students. Therefore, the handling must be carried out comprehensively, one of which is through revitalizing the role of universities in West Java. The approach used in this research is qualitative with descriptive method. Keywords: Radical Movement, Islam, Student Fundamentalism, universities, handling of radicalism, students.

    

Latar Belakang

Tuhan Yang Maha Esa memberikan anak sebagai anugerah yang harus dibimbing supaya berkembang dan tumbuh menjadi seseorang yang memiliki pribadi teladan. Secara garis besar gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor ideologi dan faktor non-ideologi seperti ekonomi, dendam, sakit hati, ketidakpercayaan dan lain sebagainya. Faktor ideology sangat sulit diberantas dalam jangka  pendek dan memerlukan perencanaan yang matang karena berkaitan dengah keyakinan yang sudah dipegangi dan emosi keagamaan yang kuat. Faktor ini hanya bisa diberantas permanen melalui pintu masuk pendidikan (soft treatment) dengan cara melakukan deradikalisasi secara evolutif yang melibatkan semua elemen. Pendekatan keamanaan (security treatment) hanya bisa dilakukan sementara untuk mencegah dampak serius yang ditimbulkan sesaat. Sementara faktor kedua lebih mudah untuk diatasi, suatu contoh radikalisme yang disebabkan oleh faktor kemiskinan cara mengatasinya adalah dengan membuat mereka hidup lebih layak dan sejahtera.

       Faktor ideologi merupakan penyebab terjadinya perkembanga radikalisme di kalangan mahasiswa. Secara teoretis, orang yang sudah memiliki bekal pengetahuan setingkat mahasiswa apabila memegangi keyakinan yang radikal pasti sudah melalui proses muja> dalah atau tukar pendapat yang cukup lama dan intens sehingga pada akhirnya mahasiswa tersebut dapat menerima paham radikal. Persentuhan kalangan mahasiswa dengan radikalisme Islam tentu bukan sesuatu yang muncul sendiri di tengah-tengah kampus. Radikalisme itu muncul karena adanya proses komunikasi dengan jaringan-jaringan radikal di luar kampus. Dengan demikian, gerakan-gerakan radikal yang selama ini telah ada mencoba membuat metamorfosa dengan merekrut mahasiswa, sebagai kalangan terdidik. Dengan cara ini kesan bahwa radikalismenya dipegangi oleh masyarakat awam kebanyakan menjadi luntur dengan sendirinya. Tulisan ini membahas pola rekrutmen terhadap mahasiswa oleh kalangan radikal dan bagaimana usaha mereka dalam menyebarkan radikalisme Islam di kampus.

Metode  

Materi yang diberikan dalam kegiatan pengabdian ini disesuaikan dengan peroalan yang melatar belakangi kegiatan pengabdian ini, yakni persoalan yang mengantarkan pada pentingnya upaya penguatan wawasan kebangsaan bagi generasi muda. Materi tersebut sebagai strategi penguatan yang diharapkan menjawab masalah sebagaimana diuraikan di atas. Secara garis besar materi termaksud meliputi: pengertian nasionalisme, lingkup nilai-nilai nasionalisme, problem nasionalisme, Generasi muda dan tantangan nasionalisme era disruption, dan strategi pemecahan masalahnya. Penulisan artikel ini menggunakan pendekatan induktif, yakni dengan mengamati fakta di lapangan kemudian mencoba mengorganisasi fakta menjadi kesatuan unsur yang bermakna. Apa urgensi kegiatan yang dilakukan, bentuk kegiatannya seperti apa, di mana kegiatan itu dilakukan, materi kegiatan apa, tahap pelaksanannya bagaimana, prosesi pelaksanaan pembelajaran di lapangan, dan hasil kegiatan.

Hasil dan Pembahasan 

Sepanjang prosesi kegiatan terlihat para mahasiswa antusias dan serius dalam mengikuti paparan dari dosen nara sumber. Hal ini mengindikasikan, ada dampak situasi rasa ingin tahu yang dihasilkan dari kegiatan pengabdian ini sebagai langkah penguatan bagi para mahasiswa. Terjadi proses diskusi dialogis antar mahasiswa. Dari sisi substansi materi kegiatan cukup menumbuhkan kesadaran dan wawasan nasionalisme para mahasiswa, hal ini terlihat ketika memasuki sesi diskusi nampak antusiasme dan komunikasi dialogis yang terstruktur dan konseptual. Misal saat berdikusi tentang, arti nasionalisme dan berbagai persoalan yang sedang timbul di Indonesia. Sesi diskusi dan kuis memungkinkan para siswa bereksplorasi menggali nilai-nilai nasionalisme, persoalan nasionalisme bagi generasi muda dan tantangan nasionalisme generasi muda di era disruption. Pada sesi terakhir mahasiswa mencoba beridealisasi mencari solusi permasalahan nasionalisme.

Memahami Radikalisme di Kampus

Kata" radikal "berasal dari kata radix yang berarti akar. Maksudnya, radikal dapat bermakna kritis atau berpikir secara komprehensif. Walaupun demikian, ada perbedaan konsep tentang makna radikal dan radikalisme. Dalam pandangan Simon Tormy (Azca, 2013, hal. 25), radikalisme merupakan sebuah konsep yang meletakan posisi sebagai antitesis dari arus utama ( mainstream ). Dalam pandangannya radikalisme tidak memberi makna gagasan atau argumentasi, tetapi lebih pada arah sebuah ideologi atau posisi yang menggugat sesuatu yang telah dianggap mapan, diterima secara umum. Sehingga dalam pandangannya bisa  saja menjadi "radikal" pada satu periode menjadi bersalin pada posisi "mainstream" di era berikutnya  atau era lain. Banyak pakar yang mengemukakan pandangannya tentang akar kemunculan radikalisme, salah satu diantaranya ialah pendapat dari Ummah (2012, hal. 115) yang menyatakan tentang faktor utama yang menjadi sebab kemunculan radikalisme adalah: pertama, adanya tekanan politik penguasa terhadap keberadaannya. Munculnya radikalisme di Indonesia disebabkan oleh adanya otoritarianisme  (Azra, 1996, hal. 18);

kedua, adanya emosi keagamaan atau biasa kita kenal dengan sentimen keagamaan. Hal ini muncul sebagai sebuah solidaritas atas kekerasan atau ketidakadilan terhadap saudara oleh kekuatan tertentu, dengan dalih membela agama, jihad dan mati syahid;

ketiga , faktor kultural

keempat , faktor ideologis antiwesternisme. Dalam hal ini simbol-simbol asing harus dihancurkan demi menegakan syariat Islam;

kelima, faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi dan memberikan kesejahteraan terhadap rakyatnya yang ditopang oleh beberapa faktor baik, faktor ekonomi, politik, budaya, serta penegakan hukum menjadi pemicu adanya gerakan -- gerakan radikalisme;  

keenam , media masa. lontaran yang kurang baik dari media masa barat terhadap Islam , menjadi salah satu alasan munculnya gerakan radikalisme di Indonesia. Namun pertanyaan berikutnya adalah apa alasan kemunculan gerakan radikalisme di kampus? Apa yang menjadi latarbelakang kemunculannya? Gerakan radikalisme di lingkungan kampus ini diawali dengan pemahaman agama yang kurang mendalam dari kalangan mahasiswa, serta adanya fasilitas dukungan dari kondisi biologis mahasiswa yang belum matang (Arifuddin, 2016, hal. 453). Mudahnya mahasiswa mengalami fase krisis identitas menjadi salah satu faktor penentu kecenderungan untuk bergabung dengan kelompok radikal. Menurut Wiktorowicz (2004, hal. 85), dalam situasi 'krisis identitas' seseorang biasanya cenderung lebih mudah mengalami apa yang disebutnya sebagai 'pembukaan kognitif' (cognitive opening) : sebuah fase penting yang dialami oleh seorang aktivis untuk bergabung dengan gerakan radikal, yang lazim diawali dengan sebuah krisis di mana mereka mengalami ketidakpastian, termasuk menyangkut identitas diri, sehingga mereka menjadi mudah menerima kemungkinan ide-ide dan pandangan-pandangan hidup baru. Proses 'pembukaan kognitif' misalnya terjadi sebagai buah dari persinggungan dan pergaulan dengan ajaran-ajaran kelompok Islam radikal, baik yang bercorak politik , salafi  maupun jihadi  (Azca, 2013, hal. 40).

Peran Strategis Perguruan Tinggi dalam Menangani Gerak Radikalisme Mahasiswa

Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Kemahasiswaan dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan keilmuan, kesejahteraan dan keprofesian. Hal ini dipandang sebagai cara yang efektif untuk mencegah paham radikalisme masuk pada dunia kampus karena jika menggunakan pendekatan yang bersifat hukum, hal tersebut dirasa kurang manusiawi dan cenderung bersifat indoktrinasi, maka perlu melakukan pendekatan lain, seperti pendekatan kesejahteraan agar mahasiswa bisa lebih fokus untuk memahami kenegaraan dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai upaya deradikalisasi pada mahasiswa, tidak hanya dilakukan melalui cara-cara keilmuan dari segi keagamaan atau kenegaraan, akan tetapi menyentuh pada ranah kesejahteraan mahasiswa dan pengembangan profesi mahasiswa.

Mencari solusi  permasalahan nasionalisme.

1. Masa Transformasi dan Transisi. Saat ini ada nilai-nilai yang secara sistematis sedang mempengaruhi seluruh kehidupan manusia di dunia, yaitu liberalisme yang mempraktekkan kapitalisme dalam bidang ekonomi dan praktek demokrasi dalam kehidupan politik. Ke depan kita semakin dituntut menjamin terlaksananya HAM, penegakkan hukum, dan concern lingkungan hidup. Di sisi lain masyarakat Indonesia sedang mengalami pancaroba, banyak terjadi transformasi, misalnya : transformasi dari masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan, masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa, dari tipologi masyarakat trasdisional ke masyarakat modern, dari masyarakat paternalistik ke arah masyarakat demokratis, dari masyarakat feodal ke masyarakat egaliter , dari makhluk sosial ke makhluk ekonomi. Keseluruhan proses tersebut, menyebabkan sebagian masyarakat mengalami disorientasi nilai. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tradisional, dapat mengadaptasi berbagai perubahan, agar dapat hidup dengan bahagia dalam lingkungan baru diperlukan kehadiran Neo Traditional Norm, yaitu nilai-nilai baru yang berakar pada nilai-nilai

2. Distorsi Nasionalisme Hingga kini bangsa Indonesia masih menghadapi persoalan kebangsaan yang rumit dan kompleks, yaitu krisis multidimensional. Bermula dari krisis moneter, berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis politik, kemudian mengembang akar-akarnya tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis budaya, menjadikan masyarakat telah kehilangan orientasi nilai. Perikehidupan menjadi hambar, kejam dan kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan spiritual.

3. Komitmen Masyarakat terhadap Nilainilai Dasar dan Prinsip-prinsip Kehidupan semakin melemah. Komitmen sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini terhadap nilai-nilai dasar dan prinsipprinsip kehidupan bermasyarakat semakin melemah, sehingga sistem filosofi yang telah lama menjadi dasar dan arah kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi rapuh.

4. Tantangan Globalisasi dan Revolusi Industri 4.0 Perubahan tatanan kehidupan masyarakat bangsa dalam skala nasional dan internasional terus berlangsung. Keduanya saling bergantung (interdependence) namun juga paradoksal (paradoxal)

Penutup 

Kesimpulan;
Fenomena radikalisme di kalangan mahasiswa benar adanya, sesuatu yang dapat dipegang dan dipelajari meskipun pada dasarnya gerakan seperti ini menggunakan sistem sel yang kasat mata, adanya ibarat angin yang bisa dirasakan tapi sulit dipegang. Namun demikian, kasus penangkapan terhadap jaringan Pepi Fernando menjadi bukti nyata sekaligus menegasikan bahwa gerakan radikal di kalangan mahasiswa sudah bisa dipegang dan dipelajari.

Saran;
mahasiswa harus memiliki pendirian agama yang tangguh agar terhindar dari radikalisme

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, A. Yani, "Wacana Siyasah Syar'iyyah di Indonesia; Belajar
Lebih Bijak" Makalah pada Seminar Nasional "Politik
Hukum Islam di Indonesia", Yogyakarta: Jurusan Jinayah
Siyasah Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga, 2006

Apriliana, D. P., Raharjanti, A. I., Sulastri, A., Noviana, D., & Nur, N. (2017). Respons mahasiswa terhadap kebijakan deradikalisasi pemerintah. Academica , 1 (1), 96-- 109

Arifuddin. (2016). Pandangan dan pengalaman dosen UIN Alauddin Makassar dalam upaya mengantisipasi gerakan islam radikal di kalangan mahasiswa. Al-Ulum , 16 

Azca, M. N. (2013). Yang muda yang radikal: refleksi sosiologis terhadap fenomena radikalsime pemuda muslim pasca orde baru di Indonesia. Ma' Arif , 8 (1), 14 -- 44.

Iriyanto Widisuseno, 2006, Pengembangan MPK dalam Perspektif Filosofis, Makalah Simnas IV. MPK, UNS Surakarta.

Koento Wibisono, 2006, Revitalisasi dan Reorientasi MPK, Makalah Semnas III MPK, UNDIP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun