Bebeb Iteung tampak berfikir . Ya, ia dari tadi  mau mengatakan sesuatu kepada suaminya. Tapi apa, ya? Untungnya ia segera ingat.
"Akang, jangan lupa nanti siang ke Desa. Akang harus divaksin. Iteung mah kan sudah, Â dua hari lalu." Begitu katanya, setelah ingat apa yang akan dikatakannya.
"Divaksin? Ah akang mah tidak akan divaksin, Beb. Akang mah kebal dari virus!"
"Harus, akang!"
"Tidak!"
"Wajib, akang!"
"Tidak!"
"Ya, sudah kalau akang tidak mau. Tidak apa-apa. Tapi jangan protes ya kalau nanti akang tidak bisa tidur sama Iteung, apalagi menjalankan sunah Nabi tiap malam Jumat."
"Haar, apa hubungannya ari Bebeb?"
"Ari Akang, kan nanti ada aturan dari pemerintah, suami istri boleh campur, kalau keduanya sudah divaksin. Sekarang kan sudah dimulai di emol (mall). Yang boleh ke emol, hanya yang sudah punya surat sudah divaksin!"
Kabayan kaget. "Oh begitu, Beb? Kalau begitu, akang mau ke Desa, sekarang," kata Kabayan.
Benar. Saat itu juga Kabayan bergegas ke Desa. Bahaya, pikirnya, kalau tidak bisa campur sama istri mah. Ia lupa kopinya.
Bebeb Iteung tersenyum. Kena juga si borokokok, pikirnya. Padahal ia tentu saja berbohong, sebab sampai kapanpun tidak akan ada aturan suami istri boleh campur dengan syarat keduanya sudah divaksin. Ribut negara kalau ada aturan seperti itu mah. Ia bilang begitu agar Kabayan mau divaksin.