Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nasib Pilkades Serentak di Era New Normal

1 Juni 2020   16:27 Diperbarui: 1 Juni 2020   16:25 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menunggu adalah "pekerjaan" yang paling membosankan. Itu juga yang dilakukan dan dirasakan sebanyak kurang lebih 300 orang calon kepala desa di 88 desa di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Juga di kabupaten lain di Indonesia.

Mengapa? Karena sejak pelaksanaannya ditunda di pengujung Maret 2020, atau 17 hari sebelum pencoblosan (8 April) berdasarkan surat keputusan penundaan, kabar kelanjutan pilkades, belum diketahui.

Kabar memang banyak. Ada yang menyebut akan dilaksanakan Juli, Oktober dan Desember 2020. Bahkan ada juga yang memberi kabar, diundur hingga 2021, disatukan dengan pilkades serentak bagi desa yang kepala desanya habis masa jabatan di tahun 2021.

Tapi itu kabar yang tidak jelas sumbernya. Bukan dari sumber resmi.
Lalu sampai kapan para calkades harus menunggu?

Apresiasi
Sebelum lebih jauh membahas pilkades serentak di Sumedang, penulis yang nota bene salahsatu kandidat kepala desa di Desa Gudang Kec. Tanjungsari, menyampaikan apresiasi yang besar kepada Pemda Sumedang di bawah kendali Bupati Donny Ahmad Munir.

Penghargaan layak diberikan, karena Sumedang, termasuk daerah di Jawa Barat yang terbilang berhasil menangani penyebaran Covid-19, sehingga di awal Juni ini boleh menerapkan pola hidup baru yang populer dengan sebutan new normal; normal dengan protokol kesehatan tertentu.

Selamat. Padahal Sumedang relatif rawan karena berbatasan dengan wilayah lain lain seperti Kota Bandung, Subang dan Majalengka.

Yang dibutuhkan sekarang barangkali, kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kasehatan yang ditentukan, dan sosialisasi masif dari pemerintahan desa, kacamatan dan juga pemerintah daerah, agar masyarakat disiplin.

Dan penulis yakin, Pemda Sumedang, dengan dukungan pihak terkait dan masyarakat, akan bisa mempertahankan prestasi gemilang tersebut. Semoga.

Masyarakat
Kembali kepada persoalan, sampai kapan para calkades menunggu?

Sekali lagi belum diketahui jawabnya. Ketika penulis tempo hari menanyakan kepada Kabag Pemdes Sumedang Nuryadin, diperoleh jawaban: belum ada keputusan apa-apa.

Namun mudah-mudahan saja, jawabannya segera keluar dengan jawaban yang paling ditunggu: pilkades dilaksanakan secepatnya, dengan jadwal pelaksanaan tanggal A bulan A tahun 2020.

Pilkades adalah pesta rakyat untuk menentukan pemimpin desa. Sejauh diketahui penulis, pilkades atau lahirnya pemimpin definitif di desa sangat dirindu warga desa.

Lahirnya pemimpin dari pesta demokrasi, akan membuka harapan baru tentang desa makmur dengan masyarakat yang sejahtera (raharja); tentang terobosan dan inovasi ke arah kebaikan, tentang kehadiran "pananggeuhan" bila ada masalah, dll.

Saat belum ada kepala desa definitif, untuk mengisi kekosongan, pemerintah melantik pejabat sementara yang biasanya dari unsur pemerintah.  

Namun keberadaan pejabat non definitif sejauh diketahui penulis, kurang mendapat respon dari masyarakat. Apalagi karena pejabat sementara, memiliki keterbatasan, seperti relatif buta soal karakteristik masyarakat dan daerah, dan tidak memiliki kewenangan sempurna sebagaimana halnya pejabat definitif.

Hal lainnya, bila terlalu lama dipimpin pejabat sementara, warga khawatir Desa "berjalan di tempat" karena pjs kemungkinan besar memimpin tanpa visi dan misi sebagaimana halnya kades definitif.

Itulah mengapa kades terpilih begitu dirindu, diharapkan kehadirannya oleh warga.

Simpati
Sementara para calon kades, merindu pilkades segera digelar karena ingin segera mendapatkan jawaban atas perjuangannya selama ini dalam memikat hati masyarakat. 

Yang terutama karena ingin segera berkarya dan mendarmabaktikan hidupnya untuk masyarakat, untuk kemajuan desa.

Khusus bagi penulis, berharap pilkades segera digelar, karena ingin segera tahu apakah bisa membantu Bupati di desa dalam merealisasikan tagline Sumedang Simpati dengan cara jadi kepala desa atau tidak?

Jika pun tidak, penulis tetap bisa berkarya, membawa semangat positif bagi masyarakat, dengan cara lain. Toh, dalam hidup ini ada pepatah bagus, "banyak jalan menuju Roma".

Menang dalam kontestasi adalah harapan, tetapi kalau nasib berkata lain, ya harus legowo menerimanya.

Apalagi karena dalam pilkades ini, penulis tidak banyak mengeluarkan amunisi untuk merangkul masyarakat (karena memang ngak ada). Beda dari banyak calon yang, konon, telah mengeluarkan amunisi begitu besar, untuk sosialisasi. Puluhan bahkan ratusan juta.

Penulis, hanya mengeluarkan amunisi seadanya, cukup untuk menyediakan rokok atau kopi bagi tamu yang bertamu, misalnya.

Masukan
Banyak calon berharap, di era new normal sekarang, pilkades dipikirkan untuk digelar, agar tidak ditunda terlalu lama.

Nah jika keputusan diambil, untuk keamanan bersama, seorang rekan calkades,  Drs. H. Frans Sopandi, MM, MBA, menyampaikan beberapa usulan.

1).Untuk menghindari adanya kerumunan, maka harus memperbanyak Jumlah TPS ; maksimal  300 orang calon Pemilih / TPS.

2).Per-TPS disiapkan dengan  5 bilik suara.

3).Semua Calon Pemilih diwajibkan menggunakan Masker.

4).Diusulkan/disarankan di tiap TPS harus ada tisu, hand sanitizer, sabun dan air mengalir.

5).Secara Teknis supaya tidak berkerumun  harus mengatur jadwal undangan bagi para calon pemilih dengan mengatur tatanan kursi di ruang tunggu dengan jarak minimal satu meter.

Keterannya:
1).Misal 1 desa dengan jumlah  4500 hak pilih, seandainya  untuk menghindari kerumunan terbagi 15 TPS = 300 hak pilih / TPS.

2).Apabila Jumlah 300 calon hak pilih/ TPS dibagi 5 jam pelaksanaan  (mulai PKL. 07.00 s/d 12.00). = 60 pemilih perJam.

3). Jumlah 60 orang pemilih perjam dibagi 5 bilik suara = 12 orang pemilih (setiap orang hanya menggunakan waktu : interval 5 menit).

Terakhir, pemerintah sejatinya mengapresiasi para calkades yang berharap pilkades segera digelar. Di saat anggaran desa banyak dialihkan untuk penanganan Covid-19 dan desa betul-betul butuh pemimpin yang siap " sengsara" karena harus bekerja siang malam dengan gajih minim, tapi para calon masih semangat menjadi kepala desa.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun