Mohon tunggu...
Satya Permadi
Satya Permadi Mohon Tunggu... Junior Researcher -

Seorang yang senang mengamati banyak hal, terkadang menuangkannya dalam tulisan, lebih sering dituangkan dalam bentuk fotografi. https://permadisatya.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konstelasi Politik di Era Digital

31 Oktober 2017   12:20 Diperbarui: 31 Oktober 2017   12:57 3018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana tidak, misalnya saja ketika ada seseorang menyatakan "gue suka banget sama buah apel", lalu ada saja orang lain yang membalasnya dengan, " berarti lu gak suka mangga, dong?". 

Di keseharian kita, mungkin saja sering terjadi kesalahan interpretasi seperti ini. Namun, permasalahan tersebut biasanya selesai beberapa saat kemudian. Bayangkan jika hal tersebut terjadi di dunia maya, kesalahan itu menyebar cepat ke orang-orang yang tidak kita kenal, dan viral.

Banyak kejadian, suatu kebodohan yang viral, kadang setelah ditelusuri merupakan kebodohan yang menyebarkannya. Itu terjadi karena dia tidak mengkonfirmasi dan langsung menyebarkan pandangan dia sebagai fakta. Ya, fakta yang tidak lengkap. Dan akhirnya muncul kebodohan-kebodohan lainnya.

Kita bisa bayangkan apa dampaknya jika itu merupakan sebuah isu yang dimainkan elit politik.

Ketimpangan ekonomi, minimnya literasi, kebodohan masyarakat, bejatnya para politisi, ketidakpastian hukum, adalah permasalahan serius dalam memasuki era digital. Dampaknya akan sangat buruk pada tatanan sosial di negeri ini. Masyarakat akan sangat rentan terhadap isu dan mudah tersulut emosi sehingga mudah terjadi konflik. Konflik yang awalnya hanya terjadi di dunia maya, pada akhirnya terbawa ke kehidupan nyata.

Keluguan masyarakat dalam menghadapi era digital ini, ditambah permainan elit, tanpa masyarakat sadari, telah mengakibatkan masyarakat menjadi terkotak-kotak berdasarkan kesamaan identitas. Entah itu pribumi atau non-pribumi. Entah itu islam atau non-islam, entah itu ormas A atau ormas B, dan lain sebagainya. 

Ketika masyarakat sudah terkotak-kotak, konflik pun semakin mudah disulut oleh elit politik. Sudah seperti sengaja dirancang, dengan menjalankan strategi tersebut, maka akan lebih mudah memihak pada kelompok yang mana nantinya. Dan konflik itu sendiri juga membuat masyarakat lupa untuk mengawal jalannya pemerintah terpilih.

Susah jika kita mengharapkan perubahan dari para politisi. Yang memungkinkan, masing-masing dari kita lah yang merubahnya. Dengan memulai untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial dengan selalu melihat dari berbagai sudut pandang mengenai suatu isu. Atau setidaknya, berhenti untuk ikut-ikutan berkomentar dan menyebarkan kembali suatu isu yang kiranya dapat memperkeruh suasana. Juga berusaha untuk melihat lebih dalam suatu isu, apakah itu hanya merupakan permainan para elit politik semata atau bukan.

Selain itu, bisa dengan mencari kesibukan lain dalam menghabiskan waktu luang, seperti perbanyak berolah raga, membaca buku, atau menjalankan hobinya masing-masing. Bukan berarti untuk bersikap apatis terhadap pemerintahan, namun agar kita tidak mudah dipermainkan isu-isu yang dimainkan elit politik.

Arsip: permadisatya.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun