Mohon tunggu...
Muhamad Adib
Muhamad Adib Mohon Tunggu... Buruh - Wong Alas

Jadikan masyarakat desa hutan,nafas Pembangunan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita di Balik Viralnya Tasripin

5 Januari 2021   10:36 Diperbarui: 5 Januari 2021   10:50 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Tahun 2013 tepatnya di bulan April, nama Tasripin bocah yang putus sekolah di usia 12 tahun, ditinggal bapaknya kerja di Kalimantan, Ibunya meninggal di tahun 2012 tertimbun tanah longsor saat bekerja menggali batu pasir, hidup di gubug sederhana bersama ketiga adik adiknya yang juga putus sekolah, menjadi sangat terkenal dan menghiasi hampir semua media cetak dan Televisi.

Orang-orang datang bersimpati. Juga berbagai dinas instansi turut peduli. Bahkan orang nomor satu di negeri ini, mengutus staf khusus untuk datang dan berempati sekaligus berdonasi.

Seperti yang "lazim" terjadi di negeri ini, setiap peristiwa viral dan  menarik perhatian, selalu saja ada "pihak" yang tidak hanya berkomentar, tetapi menempatkan dirinya sebagai bagian dari keviralan itu dengan berbagai macam cara. 

Ada yang menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat peduli, ada yang berbaik hati dan memposisikan diri sebagai bagian dari peristiwa viral yang terjadi, ada yang mengamati, ada yang menganalisis dari sisi sosiologi, juga politik. Tanpa mencoba mencari tahu bagaimana sesungguhnya cerita viral itu terjadi. Itulah Negeri kita. Dan saya tetap jatuh cinta pada negeri ini...

Adalah peserta didik Sekolah Kader Desa Brilian yang sedang belajar mengidentifikasi potensi dan persoalan sebuah kampung dengan melakukan pendataan dan penyusunan profil keluarga di kampung itu. 

Anak-anak selama hampir 2 minggu datang ke rumah-rumah penduduk untuk langsung bertanya dan mencatat setiap jawaban pada lembar yang sudah di siapkan. Selesai pendataan, peserta didik berkumpul menyampaikan laporannya masing-masing. Beragam cerita unik dan menarik mereka alami. Yang menyenangkan juga yang mengecewakan.

Lalu saya bertanya kepada peserta didik. Menurut kalian siapa keluarga yang paling kaya dan siapa keluarga di kampung ini yang paling miskin. Yang paling kaya, apa saja usaha-usahanya dan keluarga yang paling miskin, apa yang menjadi penyebab dan masalahnya. 

Setelah anak-anak berdiskusi cukup lama, di sebutlah nama keluarga yang paling kaya. Keluarga ini memiliki banyak usaha yang menjadi sumber penghasilannya. Memiliki beberapa sumberdaya seperti tanah sawah, kebun, ternak dan lain-lain. 

Lalu keluarga yang paling miskin adalah keluarga yang dihuni oleh 4 anak-anak masih kecil. Tanpa orang tua. Tidak memiliki apa-apa selain rumah (gubug) yang di tinggali. Dan ke empat anak itu semuanya tidak sekolah. Dan itulah keluarga dengan kepala keluarga bocah kecil yang bernama Tasripin.

Bersama peserta didik yang menyebut nama keluarga paling miskin itu, saya mendatangi rumah Tasripin. Melihat langsung bagaimana keadaan Tasripin dan adik-adiknya. 

Ternyata benar, di gubug ukuran 5 x 7 meter dengan hanya 1 kamar tidur dan dapur, saya menyaksikan kemiskinan seperti di sinetron-sinetron. Di kamar tidur ada kasur yang sudah lapuk dan bau "pesing". Bantal yang sudah tidak layak untuk tidur kucing. Di dapur ada satu tungku dan beberapa piring makan. Pas kebetulan, adik-adiknya Tasripin sedang makan dengan nasi dan kerupuk. Satu piring di makan bertiga.... Hatiku bersyukur, meski dari keluarga sederhana, masa kecilku jauh lebih baik dan bahagia.....

Saya langsung meminta tolong kepada 3 anak sekolah kader desa Brilian untuk membersihkan rumah Tasripin, membantu memasak dan menemani Tasripini selama 3 hari, sambil mencari tahu bagaimana keseharian Tasripin dan adik-adiknya. Saya mendatangi Pemerintah desa setempat, memberitahu tentang keadaan Tasripin. 

Saya juga berkirim sms kepada teman di Dinas Sosial, teman-teman baik, juga kepada Ketua DPRD dan Bupati. Beberapa temen menjawab dan bertanya "Apa yang bisa saya bantu ?" Makanan dan pakaian (Setidakanya pakaian pantas pakai) adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Berikutnya perlengkapan memasak, dan tempat tidur. Setelah itu harus segera di cari solusi agar Tasripin dan adik-adiknya bisa sekolah.

Seminggu berlalu, banyak respons baik yang saya terima melalui sms. Sayangnya, belum ada tindakan baik untuk menyelesaikan masalahnya. Suatu pagi, SMS saya kirim kepada seorang sahabat baik yang kebetulan adalah wartawan. 

Siangnya ada seorang wartawan televisi (bukan orang yang saya kirim SMS) telpon saya dan meminta saya untuk menemani wartawan tersebut melihat dan membuat liputan. Yang terjadi kemudian cerita Tasripin menjadi hebah dan viral... rumah Tasripin pun seolah menjadi "Destinasi wisata" Baru... Wisata Kemanusiaan. Inilah hebatnya Negeri kita. Begitu ada persoalan kemanuasiaan yang ramai di media massa... maghnetnya luarr biasa. Karena itu, saya tetap cinta pada negeri ini...

Saking banyaknya orang-orang yang berdatangan dan mengulurkan bantuan, saya meminta tolong tokoh setempat, seorang kyai untuk mendampingi Tasripin dalam mengurus dan mengelola bantuan. 

Rupa-rupa bantuan yang diterima Tasripin. Mulai dari Sembako, mainan juga uang. Saya mengajak Tasripin ke kantor BRI Unit Cilongok untuk membuat rekening atas nama Tasripin, agar teman-teman yang mau membantu bisa berkirim langsung ke rekening. 

Selain masyarakat, hampir semua pejabat Kabupaten turun dan memberi bantuan. Bupati, Dandin, Kapolres, Kepala-kepala Dias dan juga anggota Dewan yang terhormat. Dandim Wijayakusuma Purwokerto bahkan menurunkan pasukan untuk membedah rumah Tasripin. Bapaknya Tasripin yang sedang bekerja di Kalimantan pun oleh Pemerintah Kabupaten di fasilitasi untuk pulang dan di jemput bak selebritis.

Bagaimana dengan peserta didik Sekolah Kader Desa Brilian yang "menemukan' Tasripin? yang kondisi keluarganya "hanya" sedikit lebih baik dari Tasripin? yang karena sama-sama miskin, memilih sekolah di Kader Desa yang gratis? Ya.... mereka terlupakan. 

Tak ada yang bertanya siapa mereka? Tak ada orang yang peduli dan membantu mereka... Bisa jadi, karena mereka yang datang membantu hanya tahu Tasripin. Tidak tahu ada puluhan anak-anak yang membantu Tasripin adalah anak-anak yang butuh bantuan dan kepedulian juga,

Yang "asyiiik" di awal-awal viralnya Tasripin, seorang sahabat saya yang berprofesi sebagai Sopir angkutan pedesaan (Koperades) telpon dan memaksa minta ketemu saya. 

Saya minta bicara di telpon, tidak mau. Pokoknya harus ketemu. Penting sekali, katanya. Ketemunya pun minta di tempat yang sepi. Ada apa, gerangan ? Saya pun dengan senang hati menemuinya. Ada hal penting apakah  Pembaca pasti pengin tahu ya...atau pengin tahu banget?? he he...

Ternyata,... oh ternyata... Sahabat saya mengabarkan kalau di terminal Angkudes dan di koperadesnya banyak orang yang bergunjing. Dan pergunjingannya adalah saya sedang dicari cari oleh Polisi, banyak polisi dari Polsek --polsek dan Polres sedang mencari saya... saya akan ditangkap polisi karena sudah ketahuan menggunakan uang bantuan masyarakat untuk pribadi. Whek -- whek -- whek..... Asyiiik... kan ?

Memang asyyiik. Tapi,  pada kisah ini masih banyak yang lebih asyik lagi lho.... Saya ceritakan satu saja lagi. Begini, ceritanya... langsung nyambung kok... Lanjut...

Setelah satu bulan viralnya Tasripin dan Bapaknya Tasripin sudah di rumah, suatu malam saya mengundang Tasripin, Bapaknya, keluarganya Tasripin, ketua-ketua RT dan tokoh masyarakat setempat. 

Saya bilang "Pin, kamu dan bapakmu sekarang sudah menjadi orang kaya. Bahkan bisa jadi orang terkaya di kampung ini. Sembako di rumahmu melimpah. Uang di rekening Bankmu ratusan juta rupiah. Kekayaanmu yang tiba-tiba ini, tidak lepas dari bantuan orang banyak. Bantuan masyarakat, Bantuan Pemerintah juga bantuan para wartawan yang datang meliput dan memberitakan. Kamu harus bersyukur. Tidak cukup dengan mengucap Alhamdulillah. 

Salah satu kewajiban orang kaya adalah mengeluarkan zakat dan sedekah. Jadi begini ya Pin, Sembako yang menumpuk di rumahmu itu, kamu sisihkan untuk kebutuhan kamu dan keluarga selama satu bulan. Sisanya, kamu bagikan kepada seluruh warga kampung ini. 

Lalu dari jumlah uang yang kamu terima, 25 % (dua puluh lima Persen), kamu sumbangkan untuk pembangunan kampung ini. Sehingga seluruh warga kampung ikut menikmati kebahagiaan seperti yang kamu rasakan, apakah kamu bersedia ?"

Langsung dengan tegas Tasripin menjawab "Bersedia!!" lalu saya bertanya kepada Bapaknya Tasripin "Apakah bapaknya Tasripin bersedia dan Ikhlas?" saya mendapat jawaban "Sangat Ikhlas". Alhamdulillah...

Warga kampung gak usah ditanya pasti ikhlas banget menerima 25 % itu. Kemudian saya bertanya kepada Kyai yang ikut ngurusi bantuan, apakah ada menyimpan uang cash dari para penyumbang. Jawabnya masih ada sebanyak Rp. 12 juta. 

"Saya usul, bagaimana kalau uang yang 12 juta itu di gunakan bareng-bareng untuk syukuran. Yang 7 juta untuk membeli kambing 2 ekor dan kebutuhan lainnya untuk acara syukuran. Yang 5 juta, kembali saya meminta keikhlasan Tasripin untuk di masukkan kedalam 20 amplop. Masing-masing amplop Rp. 250 ribu. Saat syukuran nanti, kita mengundang wartawan yang jumlahnya kira --kira 20 orang, makan sate dan gulai kambing bersama-sama. 

Pada saat itu, Pin, kamu mengucapkan terima kasih kepada para wartawan, sambil menyerahkan amplop. Bilang saja terima kasih dan ini sekedar untuk servis motor yang rusak gara-gara jalan yang rusak. Saya yakin, para wartawan tidak akan mau menerima. Tapi yang terpenting adalah kamu tunjukkan rasa terima kasih kamu kepada para wartawan," Tasripin, keluarga dan warga kampung semua setuju. Malam itu saya tidur nyenyak....

Pagi harinya sekitar jam 08.30 wib, saya menerima telpon dari wartawan TV sahabat dekat saya yang mengabarkan bahwa pagi ini nama saya ramai diperbincangkan. Katanya, tadi malam, saya meminta uang Rp 5 juta kepada Tasripin dengan alasan untuk wartawan. Ha -- ha ha..... Asyiik kan?!

Beberapa hari kemudian, saya dapat cerita dari warga bahwa Tasripin dan keluarganya juga warga diwanti wanti (diingatkan) oleh "Orang Hebat" agar tidak melaksanakan kesepakatan yang dibuat di malam pertemuan itu. Bahwa siapapun tidak boleh mengganggu bantuan yang di terima Tasripin. Karena semua bantuan itu adalah untuk dan hanya menjadi hak Tasripin. Bukan untuk "bancakan". Bukan untuk di bagi-bagi. Saya hanya mengelus dada....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun