Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pensil Alis

5 Desember 2024   13:30 Diperbarui: 5 Desember 2024   13:34 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Kadang aku merasa aneh dan kasihan, tapi jahat sekali mereka menilai tanpa melihat sisi aku memandang dirinya. Aku ini seorang perempuan, kini juga seorang Ibu, tapi kenapa aku juga melahirkan sosok yang sama dengan suamiku. 

Hanya saja dia perempuan. Kekerasannya lewat kata-kata. Aku tak bisa menghentikan. Tidak layak dia mendapatkan penolakan seperti yang kamu lakukan pada suami, karena dia suka puisi, karena dia tidak menurut ? Beragam pertanyaan terus bermunculan dalam heningku.

 Suara ketikan terdengar, kicau burung menyambut, anak perempuanku sebentar lagi pulang sekolah. Aku melihat ponsel, suamiku sudah berkirim pesan.

 "Aku sudah bangun, siap menjemput Dara. Kenapa pensil alismu masih utuh?"

 Pertanyaan tentang pensil alis. Itu menyebalkan. Membawa pada kenangan tepat di mana ibuku marah karena aku menggambar alisku, begitu cantik menurutku. Kini, semua menjadi ketakutan, kejam setelah hal baik datang juga tak bisa hilang. Apa yang berbicara dari pensil alis itu ? Apa yang bisa diperbuat dari perempuan yang membenci alis sepertiku ini. 

Dia selalu bilang. Alis bisa menjelaskan kepribadian seseorang. Aku tidak percaya. Ibuku dulu selalu melarang aku memakai alat kosmetik berlebihan. Kulirik angka di ponsel. Sebentar lagi ada presentasi. Tampil cantik jadi semacam kebutuhan. Ini bagian yang paling aku benci.

 "Bu, jangan cerita ke yang lain ya. Aku mau pinjam pensil alisnya," ujar seorang pegawai muda menuju mejaku.

 Masih dalam keadaan gemetar, aku menyerahkan pensil alis. Kuucapkan kata yang hanya dalam batinku. Aku berusaha menutupinya dengan senyuman.

 "Betapa beruntungnya, kamu bisa memakai pensil alis itu. Aku selalu seperti penjahat yang ketakutan ketika melihat pensil alis. Itu harus aku hilangkan. Ketika melihat pensil alis, aku takut melihat kemarahan besar. Kemarahan yang membuat aku memiliki beberapa luka lebam di pundakku, bahkan suamiku saja tidak tahu," ungkapku dalam hati.

 Tepat ketika aku berkeluarga, aku tak mau menyentuh pensil alis. Begitu juga aku didik anakku, bahkan tanpa memberikan penjelasan dan pengertian. Begitu aku benci pensil alis. Kalau aku jelaskan, hanya kekangan dan kesesakan yang teringat.

 "Bu, boleh tidak aku pinjam ?" Ungkapan itu menyadarkanku dari lamunanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun