Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Subsidi Sekolah

28 Juli 2023   18:12 Diperbarui: 28 Juli 2023   18:20 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                "Kau sudah gila ya? Bagaimana mungkin aku memberi uang untuk sekolah anak-anak dengan hasil dari mengemis?" bentak Jarwo.

                Pengemis tadi lalu pergi. Hanya meninggalkan senyuman hinaan bagi Jarwo. Seolah, rasa laparnya hilang dan perjalanan menjadi pengemis terus dilanjutkan.

***

Cuaca begitu terik siang ini, Jarwo merasakan omongan pengemis tadi ada benarnya. Gajinya sebagai kuli bangunan tidak ada bandingannya dengan mengemis. Meski hanya meminta-minta, tapi jika sedikit demi sedikit, lama-lama tetap akan menjadi banyak.

"Har, tadi aku kepikiran sesuatu tentang pengemis. Mereka ternyata hidupnya luar biasa hebat," ujar Jarwo pada Haryanto, kawannya mengaduk semen sebelum akhirnya digunakan untuk menembok rumah.

"Memang kasihan mereka itu. Kita perlu bersyukur, meski harus mandi keringat demi bisa makan. Paling tidak, hidup kita lebih layak dari mereka," ujar Haryanto.

"Apa? Bicara apa kamu ini. Bayangkan saja ketika menjadi pengemis, di lampu merah berhenti satu menit ada orang memberi dua ribu. Selama satu jam, sudah ada enam puluh ribu. Selama delapan jam, sudah ada empat ratus delapan puluh ribu. Itu dalam sehari? Belum lagi pemberian dari sana sini," jelas Jarwo.

"Benar juga. Berarti, pengemis itu lebih kaya dari kuli bangunan ya. Tapi, sayang sekali mereka dari meminta-minta. Tidak ada kepuasaan tersendiri karena sudah berjuang. Untuk apa setiap talenta yang mereka miliki," ujar Haryanto.

"Untuk mengemis. Tidak semua orang bisa mengemis dengan baik dan benar. Kesabaran sebagai pengemis itu perlu diuji dalam berbagai kondisi," jelas Jarwo.

Haryanto kebingungan, entah apa yang membuat sahabatnya menjadi membahas tentang pengemis. Bukankah menjadi kuli bangunan lebih terhormat dari menjadi pengemis. Belum lagi, setiap kuli bangunan memiliki kesepatan untuk memakai seluruh hidupnya untuk berkarya.

"Tidak ada pekerjaan semulai kuli bangunan, Jar !" ujar Haryanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun