"Memangnya ada apa, Bu?" sorot mata Lik Ngadiono penuh selidik. Seolah, ada kecemasan besar ketika Pak Darmo datang.
Hanya berkunjung saja tanpa menjelaskan maksud dan tujuannya, begitu jelas Yu Ngatinah pada suaminya ketika ditanya apa yang dilakukan Pak Darmo.
Hari berganti hari, cangkul Lik Ngadiono tidak bisa dipakai, bagian bawah cangkul patah dan sudah saatnya diganti.
"Coba ditanyakan sama Pak Darmo saja, Pak. Ini juga penting, Bapak jadi tidak bisa bekerja kalau cangkulnya rusak," usul Yu Ngatinah dengan sabar. Ia tidak mau suaminya mengalami kesulitan dalam bekerja.
"Nanti coba aku tanyakan, sekarang aku mau berangkat ke sawah dulu," pamit Lik Ngadiono.
Yu Ngatinah kebingungan. Bagaimana mungkin, pergi ke sawah tapi tidak membawa cangkul. Apa yang bisa dilakukan oleh buruh tani, kalau tidak ada cangkul.
***
Bulan berganti bulan, Lik Ngadiono pergi ke sawah tanpa membawa cangkul. Namun, tetap ada saja yang dikerjakan. Ia membersihkan rumput dengan tangannya sendiri. Bahkan, ketika dipinjami cangkul oleh temannya, Lik Ngadiono memilih untuk menolak.
"Bagaimana kalau kita patungan untuk membeli cangkul saja untuk Lik Ngadiono," usul salah satu petani yang paling muda.
"Memangnya kamu mau? Kalau kamu mungkin masih belum punya tanggungan. Hanya dirimu sendiri, kalau aku, anakku saja ada lima," ujar Lik Karmin.
"Tidak mau, mungkin itu ada kesalahan Lik Ngadiono dengan Pak Darmo," ujar Lik Jarmanto secara perlahan.