Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lambaian di Selatan Lapangan Margodadi

13 Juli 2023   14:52 Diperbarui: 13 Juli 2023   14:54 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa kata lelaki itu? Bukankah memang itu acara untuk laki-laki? Apa tidak nyaman? Banyak perkumpulan laki-laki. Hanya saja, dalam tindakan tertentu dampaknya nyata. Tempat seperti itu seolah menjadi ruang bagi laki-laki saja. Kalau ada perempuan, dia hanya membantu menyiapkan minuman. Kalau mendingan sedikit, nanti diminta membawakannya ke dalam acara. Menyajikan tepat di meja para lelaki," ujar Handoko.

"Itu nanti. Ini tentang toilet yang nyaman. Bagaimana tidak, hanya ruang toilet saja diberikan keramik dan dengan pintu geser. Satu hal penting adalah adanya cermin. Pintu toilet terbuat dari cermin juga. Jadi, ketika jongkok yang ditatap adalah kemaluan sendiri. Memang, ini menjadi tempat penuh dengan pembelajaran. Bukan sibuk untuk melihat orang lain, tapi diberi peringatan akan keburukan sendiri,"

Perkataan Jarwo itu membuat Handoko terdiam. Baru kali ini, Jarwo memperhatikan toilet. Biasanya hanya rumput yang menarik perhatian. Kalau ada perbedaan, mungkin itu hanya burung yang berterbangan.

Sampai pada saat yang dinantikan, Jarwo tetap setia menanti. Acara memang berjalan tidak seperti rencana. Penuh keyakinan, acara dimulai jam delapan. Tapi, tetap belum ada orang. Setiap sudut menawarkan kepulan masing-masing. Bukan asap kendaraan saja. Tapi, kepulan asap rokok.

"Rumput di sini masih banyak. Mereka bersahabat dengan perokok. Jadi, bisa menikmati setiap saat dengan penyertaan dari rumput," gumam Jarwo memperhatikan arah lapangan.

Ada hamparan rumput yang banyak. Mereka melambaikan tangan. Memanggil Jarwo untuk datang mendekat. Lama tidak merespon, seperti fatamorgana saja.

"Bukan tentang rumput saja. Tempat ini menjadi kebingungan karena tidak ada makanan. Tidak semua kegiatan bisa memperoleh makanan," ujar Handoko.

Pembicaraan tentang makanan membuat Jarwo teringat pada janji. Janji untuk mengikutin pelatihan pembuatan makanan. Bisa saja, setiap sudut pembuatan makanan itu memberikan pandangan.
"Lambaian itu adalah bentuk perjuangan. Setiap pertemuan memberikan sapaan dan nilai yang berbeda. Bisa juga, ada kesempatan untuk menata kembali," ujar Handoko.

Jarwo tetap diam. Ia heran pada lambaian rumput dan maksud yang tidak bisa dimengerti. Sudah banyak tempat dikunjungi. Ini pertama kali ada rumput melambai. Hujan mulai berdatangan juga memperjelas. Lambaian rumput itu hanya diperhatikan oleh Jarwo.
"Mereka mungkin terlalu sibuk dengan apa yang tampak saja. Jadi, tidak semua yang tampak itu menjadi kenyataan. Mungkin saja, ada sesuatu bermasalah di dalamnya. Jadi, rumput ini juga disusun dari banyak hal. Ingat, ini bukan tentang rumput saja," kata Jarwo mulai melangkah pada arah selatan lapangan Margodadi.

Sebuah tempat yang membawa konflik. Tapi, dalam tempat ini dimulai juga perjuangan untuk menata hati. Tidak mudah, rumput yang melambai tetap menjadi misteri. Tidak ada yang mengerti selain Jarwo sendiri. Kian mendekat tempat bernama lapangan, Jarwo kian yakin. Rumput memang melambai dirinya juga membalas lambaian itu.

"Mari kita berjuang bersama untuk hidup," ujar Jarwo. Setelah itu, Jarwo melihat banyak kunang-kunang mendekatinya. Kunang-kunang itu seperti mengajaknya berbicara. Kian dekat ke muka hingga justru semua menjadi gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun