Sapaan Kucing
Tulisan Yudha Adi Putra
Kesulitan bangun pagi bisa terjadi. Waktu malam dinikmati dengan menatap. Malam menjadi momen penuh pikiran. Tidak sempat menata kata untuk berdoa. Berjalan-jalan melalui pikiran. Mendamba banyak kemungkinan pada kesunyian. Ada hal penting untuk terus berjuang. Menatap setiap harapan untuk tetap hidup. Bukan pada kesunyian saja. Tapi, malam diharapkan untuk tenang.
"Tanpa tetangga berisik. Hidup akan lebih produktif, bisa menulis dan menjalani semuanya. Apa yang menjadi kemungkinan dapat terlaksana. Tidak tergesa, waktu banyak untuk mengulangi kesalahan. Bukan tidak bisa menulis, tapi itu belum terbiasa saja," ujar Jarwo ketika menatap langit-langit kamarnya.
Mempunyai tetangga berisik memiliki kekhasan. Bukan pada harapan saja. Tapi, untuk tetap berusaha dengan secepatnya. Tidak tahu kapan suara akan muncul. Langkah demi langkah dijaga supaya konstan. Penuh misteri dalam waktu menulis. Tidak bisa dijadwal sesuai keinginan.
"Jadi, kamu melakukannya semacam seni untuk bertahan hidup?" tanya Handoko pada Jarwo yang nampak menyesal. Mengutuki setiap perilaku tetangganya. Tidak peduli, seolah acuh dengan banyak kepentingan.
"Penyesalan akan muncul kapan saja. Bisa dalam berbagai bentuk dan dambaan. Tidak hanya itu, ada kesempatan untuk tetap hidup dalam pilihan kata," kata Ibunya Jarwo.
Semua dalam hidup perlu diperjuangkan. Ada waktu untuk bangun pagi. Mencoba momen untuk tetap bertahan. Memilih setiap langkah sunyi. Lama tidak berarti bisa. Cepat membawa arti untuk setiap tindakan.
"Kerjakan dengan cepat saja. Itu perlu olahraga. Mengolah semua tubuh dan jiwa agar tetap sehat. Mencintai pilihan hidup beserta langkah yang akan diambil. Risiko adalah kawan pasti," ujar Handoko seperti menasihati.
Lama waktu berjalan. Ada kebiasaan baru terbentuk. Kebiasaan bangun pagi dan menata harapan dengan doa. Ada Tuhan Yesus yang menolong. Membawakan doa beserta keinginan.
"Tuhan, ajar aku hidup tenang dalam langkah yang aku ambil. Setiap tindakan pasti memiliki risiko. Kirinya Engkau menolong dengan cara yang tidak pernah kami pikirkan sekalipun. Doa itu tidak hanya menjadi kata, tapi menjelma dalam beberapa tindakan. Memuai pada impian, lalu berdampak pada setiap pilihan hidup," ujar Jarwo mendoakan hal baik dalam hidupnya.
Bukan supaya tetangganya yang berisik itu mati. Tapi, supaya tenang dan hening lingkungannya. Seolah, Jarwo sudah tidak peduli lagi dengan orang di sekitarnya.
"Untuk apa peduli dengan lingkungan beracun. Tidak membawa perkembangan ke arah yang lebih baik. Hanya dipenuhi drama dan kesepian saja," ujar Jarwo membela dirinya.
Kini, bangun pagi menjadi catatan penting untuk menemani. Waktu bisa semakin bijaksana dalam berujar pada apa saja. Tidak wajib memang bertemu dengan orang lain. Tapi, pengaruh selalu ada. Ada wibawa sekaligus nilai hidup dalam perjuangan.
Tiap pagi, Jarwo melakukan pemanasan. Mencoba berolahraga keliling lapangan. Menemukan makna baru dari pagi.
"Aku mau bertepuk tangan dengan senang. Memberikan kesan dan suara yang lantang. Biar mereka bangun dan turut merasakan," ujar Jarwo.
"Ada apa memangnya? Kenapa kamu begitu membenci lapangan ini?" tanya Handoko tak mengerti.
Ada pasar malam. Suasana berisik terjadi tiap malam. Memang, memutar perekonomian akan lebih berkembang. Tapi, membodohkan masyarakat secara masif. Kepentingan bergabung dengan kuasa. Untuk nama baik, teranalisis dengan tajam.
"Biar mereka menjadi tidak tenang. Tidak ada harapan dengan menjatuhkan orang lain. Memilih setiap langkah pada kesunyian, berkata pada hidup untuk terus baik-baik saja. Tentu tidak akan ada pilihan hidup seperti itu," ujar Handoko.
Malam demi malam berganti. Sapaan terjadi. Penyesalan bermunculan. Akan apa saja, termasuk kucing yang datang memakan burung. Lepas dan berharap untuk tetap hidup. Memilih apa saja untuk menjadi tempat balas dendam.
"Tahan untuk setiap penyesalan. Coba lagi hingga mampu. Tidak ada rasa yang peduli untuk tetap diperjuangkan. Selalu bermunculan jenis penyesalan yang baru," ujar Jarwo.
Kucing kini dibencinya, menyebalkan karena menyerang burung dan membuat burung tidak berdaya. Langkah demi langkah dikerjakan, bukan untuk menghindari kucing. Tapi, membuat burung nyaman untuk dipelihara. Ada saja antisipasi untuk menghindari sapaan dari kucing.
"Kucing tidak akan menyerah," ujar Handoko kemudian disusul tawa Jarwo.
Godean, 21 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H