Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hitungan Tukang Parkir

17 Juni 2023   13:27 Diperbarui: 17 Juni 2023   13:28 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hitungan Tukang Parkir

Cerpen Yudha Adi Putra

Kalau ada pekerjaan lain, pasti Jarwo menolak. Lebih enak jadi tukang parkir katanya. Tinggal berdiri menata motor dan uang akan datang sendiri. Tidak lebih, Jarwo juga senang berandai-andai kalau jadi juru selamat. Bisa menolong orang yang kesulitan menata barang. Bisa juga menunjukan orang bertanya jalan. Apalagi, semenjak istrinya hamil dan ingin dibelikan tempe tradisional, Jarwo kian bersemangat menjadi tukang parkir.

"Kalau begitu, tukang parkir menjadi pekerjaan terhormat. Bisa membantu banyak orang. Memangnya siapa yang memastikan kalian bisa tetap tenang berbelanja di pasar. Kalau bukan aku si tukang parkir ini," ujar Jarwo dengan sombong.

Memang, selama menjadi tukang parkir belum pernah ada keluhan kehilangan. Helm hilang juga bukan tanggung jawab Jarwo. Tapi, memang helm belum pernah ada yang hilang. Itu menjadi dukungan kepercayaan. Tiap orang hendak ke pasar, selalu memilih parkir dengan penjagaan Jarwo.

"Kalau parkir di tempat lain. Itu berisiko. Iya kalau benar dijaga. Ada juga yang menjadi tukang parkir licik. Mereka hanya mau menerima uang saja. Setelah uangnya dapat, lalu ditinggal pergi begitu saja. Entah uangnya untuk apa," ujar Ibu berbaju merah. Ia hendak berbelanja di pasar untuk masakan kesayangan anaknya.

Hari-hari menjadi tukang parkir berjalan dengan indah. Ada pengunjung datang, memarkirkan kendaraan, lalu Jarwo menyambut dengan senyuman. Begitu juga ketika hendak selesai berbelanja. Ada sedikit bantuan dari Jarwo dan yang pasti tangan untuk selalu siap menerima uang parkir.

"Tak ada kembalian, Bu. Uang pas saja," begitu kata Jarwo ketika ada seorang perempuan muda memberinya uang sepuluh ribu. Waktu memang sudah siang, tapi Jarwo tetap bilang kalau tidak ada kembalian. Ibu itu mengira Jarwo berbohong. Bagaimana tidak, sudah banyak kendaraan diparkirkan. Tapi, tetap mengaku tidak ada uang kembalian.

Enggak berurusan panjang dengan tukang parkir. Ibu tadi mengecek kembali uang di dompetnya. Tetap saja, tidak ada uang yang diminta Jarwo. Uang duar ribu rupiah.

"Sudah. Ini bawa saja semua. Besok kalau parkir lagi berarti gratis ya," ujar perempuan tadi dengan ketus tanpa menatap Jarwo.

Jarwo tak menjawab. Hanya membantu menarik kendaraan dan tangannya melambai-lambai ke arah jalan. Persis seperti pahlawan kesiangan. Peluit dinyalakan, entah fungsinya untuk apa. Badan gempal Jarwo membuat orang enggan menatapnya berlama-lama. Mungkin, Ibu muda tadi menjadi salah satu dari pelanggan parkir Jarwo yang kena tipu. Karena Jarwo memang tidak pernah mau memberikan kembalian. Kalau bisa, Jarwo menjual muka melasnya. Entah alasan untuk berobat atau belum makan tiga hari.

***

Pagi ini, Handoko bertekad untuk berjualan. Setelah dipecat dari tempat kerjanya, bahkan tanpa pesangon. Handoko tetap yakin bisa berwirausaha. Handoko melanjutkan resep keluarganya untuk membuat tempe.

"Aku yakin bisa menjual semua tempe ini," ujar Handoko sambil menatap motornya yang penuh dengan tempe. Sudah sampai di pasar, Handoko memarkirkan kendaraan tepat berada di samping motor warna merah. Itu motor milik Jarwo, tukang parkir pasar.

"Memulai jualan memang tidak mudah. Tapi, kalau tidak dimulai pasti tidak bisa mengerti bagaimana hasilnya," ujar Handoko sambil membawa dagangannya.

Menyusuri pasar, Handoko menawarkan tempe. Banyak tatap mata melihatnya, Handoko merasa canggung. Mungkin, dia belum terbiasa dengan tatapan banyak orang.

"Mas, saya mau beli tempenya. Berapa harganya?" tanya seorang perempuan dengan kain batik.

"Seribu dapat dua, Bu. Ini tempe tradisional. Bungkusnya saja pakai daun pisang," ujar Handoko bersemangat.

"Seribu dapat empat ya, Mas!" ujar perempuan tadi dengan ketus.

Hanya menggelengkan kepala, Handoko melanjutkan perjalanan. Begitu juga dengan perempuan yang menawar tempenya Handoko. Harga tawaran yang tidak masuk akal. Belum lagi, Handoko teringat akan tagihan yang harus segera dibayar dan menebus obat untuk ibunya. Ibunya sakit parkinson. Hanya bisa duduk di rumah. Berharap Handoko bisa segera pulang dengan membawakan obat.

Siang beranjak dengan cepat. Pasar kian ramai. Banyak pedagang dan calon pembeli berjumpa. Mereka saling tawar menawar. Pasar tradisional memang penuh dengan harapan. Perputaran uang memang sedikit. Tapi, ongkos untuk parkir tetap terjadi.

Itu yang membuat Handoko ketakutan. Belum sempat dia bisa menjual tempenya. Kini, dia berjalan menuju tempat parkir. Sudah ada Jarwo menanti, tukang parkir yang ramah. Ramah karena setelah ini pasti mendapatkan uang, begitu harap Jarwo.

"Ke arah mana, Mas?" tanya Jarwo sambil membantu Handoko mengarahkan motornya.

Tak ada jawaban. Handoko kebingungan. Di sakunya hanya ada uang seribu, sisa membeli ragi kemarin.

"Ini ya, Mas !" kata Handoko sambil menyerahkan uang seribu.

Menatap dengan sinis, Jarwo seolah tidak terima. Ia menerima uang seribu dengan muka muram.

"Mas, parkirnya itu dua ribu. Bukan seribu," kata Jarwo sedikit membentak.

Handoko ketakutan. Kakinya tak sengaja menyenggol bungkusan tempe di motornya sampai terjatuh.

"Itu apa, Mas ?" tanya Jarwo.

"Tempe, Mas. Belum laku sama sekali, mohon maaf saya baru bisa bayar parkir seribu," ujar Handoko dengan memohon.

Belum sempat Jarwo membalas ucapan Handoko. Ada teriakan istrinya, memanggil Jarwo.

"Mas. Itu pedagang tempenya, aku mau beli semuanya. Nanti bisa dibacem untuk rapat RT juga!" begitu ujar istri Jarwo. Perempuan hamil tua yang pergi ke pasar ditemani adiknya.

Tertunduk malu, Jarwo menghitung tempe yang berjatuhan untuk istrinya. Handoko tersenyum lega. Ada kebaikan tukang parkir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun