Perpisahan Pasar Malam
Tulisan Yudha Adi Putra
Sabtu menjadi kumpulan rindu. Menumpuk pada sapa. Menjadi tawa yang tidak terurai sederhana. Sabtu menjadi kumpulan segala kemauan. Untuk menikmatinya, melewati segala hal dalam sepekan. Penat pasti. Lelah tentu. Tapi, terbayar lunas di hari Sabtu. Menopang banyak harapan untuk terus berdampak. Himpitan perasaan duka. Ini akan memberikan makna baru. Berdampak pada kepentingan setiap hari.
"Sabtu menjadi jeda. Tentu, saat tepat untuk merapalkan doa. Menerima segala realita. Tidak apa terasa pahit. Itu lebih menentramkan, pagi ini akan aku nikmati dengan bersepeda. Menuai harapan untuk terus berjalan," ujar Jarwo.
Tidak ada rencana di hari Sabtu. Semua menjadi santai tidak menentu. Kicau burung terasa merdu. Menyapa, menerima banyak tanda. Bahkan, pada bunga senyum tampak biasa. Kalah cerah dengan sebuah notifikasi. Untuk itulah, Jarwo tertunduk lemas.
***
Nyala dupa semalam belum reda. Masih pada kepulan ringan. Jarwo kelelahan. Menatap layar tanpa ada perubahan. Kemudian, setiap warna di layarnya berubah. Menjadi hal tak diinginkan. Tidak semua harus tahu. Namun, ada saja hal baru menanti.
"Ini menyebalkan sekali. Mendamba hidup indah di luar kotak. Tapi, menatap kotak tanpa henti. Menerima waktu dengan sederhana. Tidak semua dapat terlaksana. Orang akan bermunculan heran. Memberikan kesempatan pada siapa saja untuk tahan terhadap kerinduan," kenang Jarwo pada pagi sebelum kacau.
Kini, dalam tatapan ponselnya. Jarwo mendapati kejutan. Entah, nanti menjadi seperti apa. Setiap sapaan seolah menjadi nyata. Tidak ada fana. Hidup menjadi penuh warna. Jarwo merapalkan doa singkat untuk mengucap syukur.
"Jarwo, bangunlah. Hadapi hari ini dan bermimpilah kembali. Hidup akan memberikanmu semuanya. Tanpa kamu minta, kesuksesan itu bisa tiba kapan saja. Namun, usahakan dengan bertani dan bernyanyi !" ujar suara yang dikenal Jarwo. Suara kakeknya, beserta permintaan untuk hidup bijaksana.
"Kalau tidak mau mengolah sawah. Apa yang akan kamu lakukan ? Ingat usiamu. Harus segera bekerja dan merencanakan hidup," jelas kakaknya Jarwo. Nama yang tak pernah disebut dalam cerita, bahkan oleh Jarwo sendiri.
Tanpa jawaban, Jarwo menuliskan harapan. Bukan untuk hidup lebih baik. Hanya dengan perpindahan serta gantian. Itu akan melegakan. Paling tidak, akan ada kesempatan untuk memiliki cara pandang baru. Benar, tentang cara pandang, Jarwo masih asyik merapalkan harapan.
***
Pagi kembali menjadi siang. Tanpa deru kendaraan, pinggir selokan memberikan sapaan. Semua tampak nyaman dan menentramkan. Ada pilihan untuk terus melangkah. Membawa pada harapan yang dinantikan.
"Ada pelatihan di jalan yang indah. Jalan penuh dengan perjuangan. Aku harus datang, memberikan banyak senyuman serta harapan. Berulang kali, ada kepentingan bermunculan. Tidak hanya itu, tetap pada harapan akan menjadi pejuang. Ada kepentingan lain untuk dibentuk ?" tanya Jarwo pada kesepian. Kesepian sudah menjadi kawan. Ia semacam bentuk perjuangan. Tanpa kata, kesepian menjelma jadi perpisahan.
"Tak ada yang mengerti tentang hidup. Bisa selesai kapan saja. Apa yang diharapkan bisa beragam. Makan dengan penantian. Ada juga antrean yang lama. Mengajak setiap harapan untuk tetap bisa makan. Tapi lama, tidak bijaksana jika menunda. Membiarkan diri kelaparan tanpa harapan. Tentu akan menyiksa pilihan lain. Kini, bukan tentang tempat. Tapi, menjadi harapan lagi untuk tetap mencintai hidup," ujar Handoko penuh semangat. Kali ini, ada kepercayaan ketika menatap Jarwo. Tentang langkah hidup selanjutnya. Ada saja misteri untuk dijalani.
***
Menutup hari dengan perjalanan jauh. Ada percakapan untuk pasar malam. Rencana untuk menemukan makna hidup. Berulang pada pertemuan. Namun, setiap harapan itu muncul bersama hidangan pembuka saat pasar malam.
"Tidak ada uang untuk dikembalikan nanti. Kini, harus ada langkah untuk tetap bijaksana. Memberikan setiap harapan yang sama. Ada kesenjangan yang perlu dikelola. Datang dan pergi menjadi kehendak," ujar Jarwo pada persiapan menuju pasar malam.
Hari makin menjadi, bertambah pada gundah. Tidak ada yang mengerti. Cerita bisa berakhir kapan saja. Tentang perpisahan pasar malam, tak ada anak yang siap. Semua menangis, kecuali Jarwo tertawa dalam keheningan.
Godean, 10 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H