Menguap
Cerpen Yudha Adi Putra
Tiadakah waktu jeda hanya sekedar mengembangkan kemampuan menulis. Waktu berjalan menjadi kejaran. Tidak hanya tentang kesibukkan. Beranjak dari kegiatan lain menuju kegiatan. Menambah relasi tapi sebenarnya sunyi. Terburu waktu, menikmati saat ini dan di sini menjadi rumit. Persoalan datang dan pergi, terutama tentang uang.
"Uang itu bisa mudah dicari. Bisa juga datang dengan sendirinya. Meski tidak diharapkan, dia bisa saja menjelma harapan," ujar Jarwo di antara kesibukkannya yang memang karena sibuk. Bukan karena ingin melakukan banyak hal.
"Hanya karena kesepian lebih tulus dari keramaian manapun. Langkah demi langkah dituju, perjuangan tak hanya sekedar melaksanakan kata-kata. Bisa jadi, perjuangan menambah daya atas kata itu sendiri. Kini dan di sini, harapan di wujudkan. Bukan pada bentuk saja, tapi pada nilai akan cinta," kata Jarwo pada kedua burungnya yang masih ada dalam sangkar.
Mungkin, waktu itu menjadi bentuk penyesalan. Kalau saja, Jarwo tidak mengenal dan datang. Bisa saja kehidupan menjadi lain. Tapi, tetap saja tidak ada gunanya penyesalan. Lebih baik, menjalani hari demi hari. Bahkan, dalam menjalani itu bisa muncul pertanyaan.
Seperti pagi ini, Jarwo sudah tak bisa tidur. Bukan karena mengantuk. Bukan juga karena tumpukkan tugas yang tak kunjung dikerjakan. Beban pikiran ada dengannya. Menemaninya ketika tidur. Menyapa pertama kali saat bangun. Tidak jarang, perasaan sedih itu muncul.
"Apa kalian tidak kuat menderita. Sekarang, lebih baik banyak diam. Karena tidak mengerti lagi harus berbuat apa. Sakit yang paling sakit itu tidak merasakan sakit lagi. Bahkan, bisa disebut mati rasa," kata Jarwo pada burungnya.
***
Percakapan pagi memang menjadi masa menata harapan. Nanti siang akan seperti apa. Berjumpa dengan hal baik apa. Namun, tetap saja kesedihan bisa menyapa ketika pagi. Dalam hal ini, burung membantu Jarwo. Menemani dari perasaan sedih. Bergejolak karena tidak mengerti harus berbuat apa.
"Mungkin, aku harus bisa menarik diri. Menikmati waktu sendiri, menulis setiap kegiatan dengan senyuman. Mungkin juga, spekulasi akan apa yang terjadi menjadi perlu. Bukankah hidup menjadi penuh dengan risiko. Kalau tidak, perasaan itu muncul menjadi percuma. Perasaan untuk diperjuangkan menjadi kesunyian," kata Jarwo setelah menikmati pagi dengan tulisan.
Saat ini, membaca menjadi perasaan hampa. Kata berlalu begitu saja, langkah menjadi derap kehidupan. Bisa bertumbuh.
" Dalam diam, sebenarnya itu menjadi perlawanan atas hidup. Kita bisa menemukan banyak makna dalam diam. Bisa saja, kelak akan muncul sebagai harapan untuk tetap melangkah. Bisa sebagai syukur atas derap kehidupan," lanjut Jarwo.
***
Kini, pagi menjadi waktu menata hati. Memberi kesempatan seluang mungkin. Menikmati teh hangat dan kue, itu kalau ada. Jika tida, memilih tidur kembali akan cukup bijaksana. Bukankah, tidur membebaskan Jarwo dari berbagai masalah.
"Kalau saja. Hidup itu penuh dengan kalau saja, tapi nyatanya menjadi kesesakkan tersendiri. Perasaan yang tidak bisa diungkapkan sembarangan. Muncul menjadi hidup, di mana hidup itu sendiri penuh dengan masalah," ujar Jarwo.
Pagi Jumat, menikmati teh hangat. Siang akan muncul kemungkinan lain, paling tidak setiap kata menjadi harapan dari kemungkinan itu.
"Kita bisa melakukan banyak hal yang menarik, bahkan luar biasa dengan cinta yang hebat. Tapi, semua itu butuh uang, Jar"
Perkataan itu terngiang di kepala Jarwo, tidak hanya di telinga. Perkataan yang harapannya membawa daya ubah dan kreasti. Nyatanya tidak, kesesakkan datang perlahan. Menjumpai setiap derap langkah yang dimunculkan. Bisa jadi, dalam gema kehidupan langkah itu boleh semu.
"Tapi, setiap burung dalam sangkar juga tidak bisa memilih banyak. Ia makan sudah disediakan tuannya, bisa jadi tidak makan. Kelaparan dan kehausan, tapi tetap melanjutkan hidup. Bukan hanya untuk hidup, tapi menikmati kehidupan dengan kicauan," ujar Jarwo.
Menguap di pagi hari, kantuk datang. Memberi kesempatan pada kehidupan untuk bekerja. Dalam kantuk, ada skripsinya Jarwo yang harus dikerjakan. Hubungan rumit juga menguras tenaga. Melelahkan, mendamba pada tiap hirup dan harap.
"Semoga kita kuat menjalani sampai pulang," ujar Jarwo bukan lewat mulutnya. Tapi, melalui air mata.
Godean, 05 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H