Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mandi Burung Sauna

22 April 2023   09:30 Diperbarui: 22 April 2023   09:28 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Burung Mandi Sauna

Cerpen Yudha Adi Putra

Setelah mengolesi minyak kayu putih, Jarwo mencari sarapan. Hari masih gelap. Jalanan sepi. Tidak ada penjual makanan buka. Lorong di seberang dengan mudah. Sapaan tak ada. Telinga Jarwo masih panas. Bukan hanya ucapan orang lain, tapi karena minyak kayu putih.

"Semalam badanku terasa panas. Mungkin bisa demam, tidak terbiasa tidur terlalu malam. Jam sepuluh sudah terlelap. Pagi datang dengan banyak dambaan. Mungkin juga, perjalanan malam tanpa jaket. Bisa membuat masuk angin," ujar Jarwo menganalisis sendiri apa yang dirasakannya.

Malam berganti pagi, tepat di mana Jarwo membersihkan kamarnya. Burung berkicau menyapa. Burung prenjak memanggil namanya sendiri. Sepi jadi ramai. Keheningan menemukan semangatnya. Tapi, itu berlebihan menurut Jarwo.

"Semua burung itu belum jinak. Aku tidak mengerti cara menjinakkannya, sudah beragam cara dicoba. Tetap saja, ada pilihan untuk mencoba lagi ?" tanya Jarwo pada Handoko.

"Aku tidak setuju dengan cara seperti ini sebenarnya. Tapi, nanti boleh dicoba. Mandikan burung itu dengan cara disemprot, lalu keluarkan tempat makan dan minumnya. Kalau kasihan, tempat minum tidak usah dikeluarkan. Mungkin saja, selama terapi burung jadi haus. Nah, ini bagian inti dari terapi penjinakkan," belum sempat Handoko melanjutkan percakapannya. Ada telpon di ponsel Jarwo.

"Sebentar, Han. Aku angkat dulu, siapa tahu penting. Bisa buat pekerjaan atau membeli burung lagi,"

Jarwo menerima telpon, sudah lama berbicara. Akhirnya, Jarwo pada kesimpulan yang tepat.

"Cuma salah sambung, Han. Sampai sekarang, masih ada salah sambung ternyata. Menyebalkan sekali, padahal sudah mudah akses teknologi dan informasi,"
"Mau dilanjutkan tidak bagaimana terapi supaya jinak ?"
Belum sempat menjawab, Jarwo teringat akan kompor di rumahnya. Kompor yang sedari pagi belum dimatikan. Ketika itu, Jarwo ingin membuat teh panas. Tapi, air panas tidak ada. Maka, dia memasak air dan pergi mencari sarapan. Hingga bertemu Handoko untuk bercerita tentang kejinakkan burung peliharaannya. Sulit, Jarwo mencoba menghubungi siapa saja yang ada di rumah. Tidak ada jawaban, hingga ada pesan masuk di ponsel Handoko.

"Han, tolong beri tahu Jarwo kalau sedang bersamanya. Sekarang ini, rumahnya sedang terbakar. Pemadam kebakaran sedang menuju rumah Jarwo," isi pesan itu disampaikan pada Jarwo.

Tetap saja, mereka tidak jadi melanjutkan tentang terapi penjinakkan burung.

***

Beberapa hari setelah kebakaran, Jarwo membeli burung lagi. Kali ini, pleci jenis monty menjadi incaran. Selain harganya murah, tubuhnya lebih besar. Pasti, suara yang dihasilkan lebih keras.

"Kita akan mencari dan berburu pleci monty, tapi aku sendiri tidak tahu di mana penjual pleci monty itu berada. Mungkin, nanti akan dicari di tempat -- tempat penjual burung. Pasti di sana ada informasi. Kalau harganya mahal, tunda dulu. Kita banyak kebutuhan hidup, tidak hanya burung pleci monty saja," ujar Jarwo menimbang persoalan yang dihadapi. Perasaan tidak menentu menyelimuti.

Pagi menjadi siang, siang jadi malam. Jarwo tetap saja kebingungan. Bukan pada apa yang dilakukan, tapi bagaimana menjinakkan burung peliharaannya. Ia lalu teringat dengan Handoko.

"Aku sebenarnya tidak setuju dengan cara ini. Tapi, lebih baik akan aku praktekkan saja di tempatmu. Kalau kemarin, malah tidak jadi," ujar Handoko ketika Jarwo telpon dan bertanya tentang penjinakan.

***

Handoko datang membawa semua bahan penjinakkan. Mungkin, bahan dan alat itu bermanfaat serta mudah ditemukan.
"Mandikan burungnya, lalu keluarkan tempat makan dan minum. Kalau semua sudah basah, beri kerodong yang dibasahi air. Itu akan menjinakkan ketika dijemur sinar matahari yang panas. Ada embun di sana, pasti bermanfaat untuk kesehatan burung," jelas Handoko sambil menurunkan sangkar burung dari sepeda motornya.

Tidak lama, terdengar kicau burung bersahut-sahutan. Jarwo senang mendengar suara itu, tapi Jarwo tetap saja ragu. Apa bisa, burungnya menjadi jinak. Tadi pagi, Jarwo sudah memberi makan. Kini, mereka menuju sangkar burung milik Jarwo.

"Burungmu tidak ada, Jar," kata Handoko.

Jarwo panik, ia ingat. Tadi ketika memberi makan, lupa menutup pintunya.

Godean, 22 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun