Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Joglo Tani

15 April 2023   07:10 Diperbarui: 15 April 2023   07:07 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joglo Tani

Cerpen Yudha Adi Putra

Jumat teramat penat. Begitu kesan Jarwo. Bagaimana tidak, sudah sejak pagi dia membaca. Tak menemukan keberanian. Nyalinya menciut ketika membaca dan terus membaca. Minuman di meja tidak dihabiskan. Sengaja terfokus pada kualitas. Berharap tulisan skripsinya cepat selesai.

"Paling aku harus segera mengumpulkan. Tapi, caranya bagaimana ? Perkembangan sudah dilakukan. Kalimat demi kalimat dituliskan. Tetap saja, perasaan tidak percaya diri itu bermunculan. Ia berkembang menjadi monster," ujar Jarwo sambil menutup perlahan laptopnya.

Laptop itu masih masih menyala. Terdapat foto anggrek. Bunga kesayangan Jarwo.

"Aku harus segera mengumpulkan. Tapi, bagaimana caranya. Untuk sekedar menghubungi dosen saja, rasanya sungkan bukan main,"

Kebingungan Jarwo terus bertambah. Muncul kepentingan dan kebimbangan lain. Biaya kuliah mahal. Tulisan yang tidak kunjung selesai. Persaingan dalam belajar yang liar. Hanya kicau burung, menentramkan Jarwo di pagi itu. Keasyikan akan bertambah. Lama tiap jalinan terjalin.

"Jarwo, nanti silakan dikumpulkan saja. Menurutmu, nanti akan mendapatkan umpak balik seperti apa ?"

Anggapan demi anggapan bermunculan. Hidup memang terjadi tanpa sesuai dengan keinginan. Apa yang seharusnya dan semestinya, pasti akan kalah dengan keadaan senyatanya. Terkesan sederhana, tapi itu amat menyakitkan. Kenyataan menjadi sesuatu yang rumit, bahkan membuat Jarwo membuat rekaan atas kenyataan hidup.

"Paling tidak pagi ini aku harus bersepeda. Mendapatkan kesempatan untuk menggerakkan tubuh. Investasi kesehatan. Setuju dengan tulisan di SD N Brongkol itu," kenang Jarwo menuju rumah. Ketika bingung hendak melanjutkan membaca. Jarwo mendapat sebuah pesan.

Pesan itu mengubah harinya. Menata perlahan kepingan harapan. Bahkan, pesan tadi menyalakan semangat Jarwo.

***

Soal masa depan. Jarwo mendapatkan banyak nasihat. Bermanfaat atau tidak, itu berkaitan dengan impian Jarwo. Semua rencana mendapatkan bahan bakar kembali.

"Ini soal masa depan, Jar. Kamu harus inisiatif mengejar. Paling tidak, dosenmu tidak akan mau tahu kalau tidak diberi tahu. Masa depanmu belum pasti, tapi masa depan dosen sedang dijalani. Bergeraklah, lakukan saja. Setelahnya, baru direvisi," ujar Titus. Itu menjadi penyemangat Jarwo melanjutkan hari.

Jarwo menghubungi dosen. Merencanakan mengumpulkan skripsi. Meski hanya bagian kecil, tapi itu sudah menjadi tantangan.

"Setiap perkembangan perlu diapresiasi. Paling tidak, sudah berani memulai. Jangan pernah takut gagal dan salah. Setiap orang pernah mengalami apa yang disebut revisi,"

***

Salah satu poin penting bagi Jarwo adalah berkunjung. Mengenal orang baru dan tempat baru itu terasa menyenangkan. Bisa berdampak baik. Maka, tiap saran tempat selalu memiliki kesan bagi Jarwo. Setelah selesai mengumpulkan bab utama skripsi, entah seperti apa responnya. Jarwo memilih terus berkunjung. Mencoba hal baru.

"Aku akan membeli petasan dan menuju tempat Handoko. Mungkin, dia sedang bersama tetangganya. Jengkel karena ada aduan ayam. Tapi, itu menjadi kelucuan tersendiri. Asyik sekali," ujar Handoko sambil mengeluarkan motornya.

Kucing jadi teman. Mengeong sepanjang jalan. Mendapati Jarwo kelelahan mendorong sepeda motornya. Sudah pasti, bensin habis sebelum waktunya.

Bertemu Handoko, Jarwo teringat agenda lama. Sebuah rencana untuk pergi ke Joglo Tani. Entah, tempat seperti apa. Tapi, itu menjadi ruang tersendiri untuk belajar. Menikmati tiap momen dalam sabar.

"Sabar itu memang tidak ada batasnya, tapi ada tempatnya. Salah menempatkan sabar, bisa jadi sabar menjadi tidak bermanfaat," ujar seorang lelaki usia tujuh puluh tahun. Mendapati sebuah Joglo, Jarwo merasa tenang.

"Kini tiap pertanyaan membawa pada idealisme tersendiri. Sebuah perjuangan, tapi pada sisi lain jadi pembuktian. Perjuangan memang perlu banyak pandangan," ujar Jarwo.

"Tempat ini semacam romantisasi tapi bentuk kepedulian. Kalau saja tindakan tidak ada, mungkin sudah sama buruknya. Jadi, tiap momen pasti berkesan," lanjut Handoko.

Itu lebih baik, untuk mengelilingi tempat ini sambil menanti momen berbuka puasa. Kedamaian terasa, ketenangan menjelma jadi apa saja. Jarwo bergembira, tapi kekhawatiran tetap saja ada.

"Bagaimana ketika kembali ke kampus nanti, bukankah ini realita bukan kampus ?"

Menikmati menjadi kunci. Hidup untuk saat ini dan di sini.

Godean, 15 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun