"Itu kampungan !" ujar Jarwo ketika tahu tetangganya melakukan hal tersebut.
Bubur Mbah Mujo menjadi tempat tujuan. Di antar dinginnya pagi, Jarwo meluncur menuju desa di samping lapangan. Menemukan jalanan masih sepi, tapi ada mobil yang memenuhi.
"Dasar kampungan ! Kenapa harus pakai mobil ? Biar tahu kalau kalian punya uang buat membeli mobil ? Atau apa ? Pulang kampung pasti buat pamer," keluh Jarwo setelah berbelok. Mendekati tempat berjualan Mbah Mujo, Jarwo tersenyum senang.
"Bakmie satu, Mbah. Tapi, tambah bubur juga satu. Berapa ?"
Tak ada jawaban. Hanya langkah Mbah Mujo mendekati daun pisang. Melipatnya seperti berdoa. Melangkah menuju tumpukan bakmie. Ada sendok kecil diraihnya. Jarwo memperhatikan, sesekali ponselnya dikeluarkan. Mengambil gambar ketika pagi hari pada penjual bubur cukup menyenangkan.
"Semoga ini menjadi pertanda baik !"
Mbah Mujo memberi bonus satu bubur, Jarwo berterima kasih, lalu pergi.
***
Perjalanan ke hotel untuk penyuluhan terasa jauh. Namun, keinginan untuk belajar kian besar. Jarwo bersemangat, meski dia sedang demam. Jarwo tetap berangkat, membawa makanan dan catatan untuk kelas nanti siang.
"Aku bingung harus lewat mana. Setiap jalan pasti macet, merek membawa kenangan masing-masing. Catatan pada tiap jalan harus sama !" ujar Jarwo setelah melewatkan setengah perjalanannya dengan bernyanyi.
Jalan terasa menyenangkan. Menyajikan pemandangan sekaligus impian Jarwo. Impian untuk menjadi polisi.