Cerpen Yudha Adi Putra
Lampu kamar Jarwo mati. Hanya ditemani lampu belajar, Jarwo menulis. Sudah dua bulan tidak menulis. Kini, Jarwo dihadapkan keharusan menulis skripsi. Skripsi menjadi pembuktian, sekaligus tugas akhir kuliahnya. Jarwo tak mau menyiakan kesempatan mengerjakan skripsi. Seharian, dia kedatangan tamu. Tak sempat menyentuh skripsinya. Mulai jam delapan malam, Jarwo terus mengetik. Tidak jarang mengalami kebuntuan.
"Rasanya sulit sekali. Ide tidak bisa keluar dengan mudah. Mungkin aku perlu jalan-jalan sebentar keliling rumah, mana lampu kamarku mati segala !" keluh Jarwo tepat ketika tahu kalau sekarang sudah jam sepuluh malam.
Mata Jarwo mengamati sangkar di samping rumahnya, sementara itu penghuni sangkar seolah paham. Ada yang mendekati. Karena ada terang lampu, burung tidak tidur. Burung prenjak menganggap kalau sudah pagi atau malah masih siang. Biasanya, ketika ada cahaya sedikit saja burung itu akan berbunyi. Berkicau memanggil namanya, prenjak.
Namun malam itu tidak, Jarwo jadi penasaran. Rasa penasaran membuat Jarwo mendekati sangkar.
"Ternyata makanan dan minumanmu sudah habis, pantas saja tidak berlompatan dengan lincah !" ujar Jarwo ketika tahu makanan dan minuman burung prenjak habis.
Rasa lapar malah membuat burung prenjak menggembungkan sayapnya, berdecit berkali-kali, tidak berkicau keras, mungkin mau memberi tahu, "makananku habis, aku haus juga !"
Karena tak tega, Jarwo segera mengambil makanan burung. Seketika, terlupa rumitnya tulisan skripsi. Memberi makan burung membuat Jarwo terhibur. Ia bergumam sendiri dalam hati, sepertinya enak jadi burung prenjak. Kalau jadi manusia ribet, bertemu masalah setiap hari. Jadi burung prenjak tinggal berkicau. Makanan nanti disediakan, dimandikan, bahkan diajak jalan-jalan .
Kemudian Jarwo mengembalikan sangkar dan berjalan kembali menuju kamar gelapnya. Andai aku bisa jadi burung prenjak, gumam Jarwo.
***
Setelah hanyut dalam tulisan skripsi, Jarwo tertidur. Ia kelelahan menuliskan kata demi kata. Belum lagi, ketika kutipan tidak sesuai rujukan. Mencari data terbaru, semua melelahkan. Tapi, ada bayangan burung prenjak dalam hatinya. Burung yang ketika berkicau disebut penanda kedatangan tamu, setidaknya menurut orang Jawa.
Jarwo terbangun ketika pagi. Badannya terasa sakit semua, mungkin karena terlalu lama duduk, pikirnya. Tapi, ternyata tubuhnya kini memiliki sayap. Jarwo juga punya paruh runcing sebagaimana burung prenjak. Ketika mengeluh, ternyata hanya keluar suara "tirr.. tirrr.. tir, prenjak.. prenjak !" dan kini Jarwo tahu. Suara burung prenjak berasal dari keluhannya, keluhan kehilangan. Makanya, ketika bertemu prenjak lain, ada pertarungan. Mereka saling beradu berbunyi, tak jarang memantuk untuk mengalahkan lawan.
Selanjutnya, Jarwo mengamati sekeliling. Ia terbang menuju pohon. Tak ada lagi tangan untuk mengetik skripsi, kini Jarwo terlupa. Hari-hari digunakan untuk menjelajah. Mengeluh dari tempat satu ke tempat lain. Ternyata, sekarang Jarwo menikmati jadi burung prenjak.
"Apakah ini bukan mimpi ? Betapa senangnya aku jadi burung prenjak. Nanti pasti ada banyak makanan," ujar Jarwo
Lelaki tua memberi Jarwo serangga kecil, kroto, dan minuman. Seperti air kelapa, minuman itu terasa segar bagi Jarwo yang sudah berubah wujud menjadi prenjak.
"Dulu, waktu aku jadi manusia. Makanan burung seperti itu, aku tak pernah belikan. Hanya makan konsentrat saja burungku. Sekarang aku menikmati betapa enaknya !" kata Jarwo setelah selesai makan di atas rumah seorang lelaki tua.
Setelah kenyang, Jarwo menuju dahan pohon. Mencari kubangan air untuk mandi. Dari kejauhan, Jarwo melihat lelaki tua tadi justru mengeluh.
"Sudah aku beri umpan, tetap saja burung prenjak itu malah kabur. Tidak kena !" ujar lelaki tua sambil memberi tahu tetangganya. Ada burung prenjak bagus.
Jarwo malah asyik mandi, berkicau, dan menggoda prenjak betina. Hari terasa menyenangkan tanpa tuntutan skripsi.
Hingga pada suatu malam, Jarwo tidur di dekat rumah warga. Ia berharap paginya langsung dapat makanan, tapi malah tertangkap oleh warga.
"Aku dapat burung prenjak !" teriakan itu membuat Jarwo bangun.
***
Jarwo terbangun di siang hari, tubuhnya lemas.
"Ternyata lebih baik jadi manusia dan bersyukur," ujar Jarwo sambil melangkah menuju burung prenjaknya.
Godean, 04 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H