Tiba saatnya, hal menyebalkan berdatangan. Tepat pukul dua siang, ajakan tak menyenangkan dimulai. Memang, tidak boleh menolak. Kadang, semua harus diiyakan supaya baik-baik saja. Ruang dalam hati, bergejolak.
        "Semoga nanti aku bisa membeli burung, lumayan untuk menenangkan diri. Kemungkinan menyakitkan hari esok biarlah," keluh dan harapan bersatu dalam ungkapan Jarwo.
        "Apa mungkin, sore hari bertambah lagi ? Bukannya tidak ada burung untuk ditinggali ?"
        "Itu menjadi hiburan," jawab Jarwo. Kedua temannya keheranan, semua pelampiasannya pada menulis. Tentang burung dan kekecewaan. Bahwa hidup terus berjalan, tapi tak sesuai keinginan. Ketakutan menjadi teman dalam perjalanan. Plastik pembungkus gorengan tetap di sebelah Jarwo.
        "Plastik itu tadi pagi, bersama keheningan yang aku benci. Kini, memang hidup tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Setidaknya, ada burung yang bisa dipelihara. Ia nyata, dalam kurungan menyanyi bahagia. Mungkin, menangis juga," keluh Jarwo pada sebuah sore. Ia meremas plastik pembungkus gorengan. Melemparnya ke arah sungai. Ia larut, bersama banyak kebencian. Pada kesepian, kicauan burung terdengar perlahan. Jarwo tersenyum menutup hari.
        Godean, 12 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H