Bokongmu, Rezekiku
Cerpen Yudha Adi Putra
"Es teh satu ya, Pak. Tawar saja!"
"Ditunggu, Mbak."
***
Menjelang jam makan siang. Banyak orang berdatangan. Ponsel dikalungan Erni bergetar. Getar yang menggembirakan. Bukan pesan pendek. Terlalu indah nada deringnya untuk sebuah telpon masuk. Senyum gembira beberapa lelaki terlihat. Di rumah makan dekat jembatan, Erni mendegus kesal sambil menatap ponselnya. Informasi apa menjelang pekerja istirahat makan siang ? Cuaca tak mendung. Namun, dibilang terik juga bukan.
"Pesanan sudah siap. Ambil pesanan dan antar ke lokasi penjemputan." begitu tulisan di ponsel Erni.
"Mbak. Ini tehnya sudah siap."
"Narik lagi ? Cepat sekali dapat penumpang. Aku sejak pagi baru dua."
"Masih mending. Aku belum dapat sama sekali. Tadi ada, tapi jauh. Jadi aku malas ambil."
Lalu, terdengar getaran dan suara telpon berdering. Lebih keras dari milik Erni, pertanda ada orderan masuk. Lelaki bertubuh tambun tersenyum bahagia.
"Akhirnya, ada orderan masuk juga."
"Pesanan apa, Mas ?"
Erni malas-malasan berjalan menuju motornya dan mau tidak mau harus segera mengendarai. Waktu mau keluar gang. Penjual angkringan berteriak, menanyakan nasib es teh tawarnya. Belum sempat dicicipi. Memang, setawar hati Erni karena dikejar setoran. Cicilan bunga dan kredit tiada henti.