Menjadi petani, tentu tidak mudah. Banyak risiko dan kesulitan. Kalau ada pilihan merantau, pasti sudah dilakukan Jarwo. Dengan penuh harapan, Jarwo tetap bertani. Merawat sawah. Mendoakan supaya panen. Itu menjadi pemberiannya pada hidup. Wujud syukur pada kedua orangtuanya yang telah tiada.
        "Kalau kamu cuma di sawah, mana mau Lastri sama kamu, Jar !"
        Tak akan terlupa. Ucapan Haryo ketika Jarwo tengah asyik menanam padi. Awalnya tak mempedulikan, hingga akhirnya Lastri memilih meninggalkan Jarwo.
***
        Suatu siang, Jarwo pergi membeli pupuk. Tak sempat bertegur sapa dengan tetangganya. Ada yang terlupa, sebuah tali. Menaiki sepeda tua, Jarwo terus menuju koperasi. Berharap, bisa bertemu Lastri. Selain cantik, Lastri merupakan anak dari kepala desa. Bekerja sebagai penjaga koperasi petani.
        "Mbak Lastri. Saya mau beli pupuk. Ini uangnya ya," ujar Jarwo mengulurkan beberapa uang recehan. Tak sempat menghitung, Lastri langsung memberikan sebuah kertas. Kertas itu nantinya dapat ditukar dengan pupuk. Begitulah, karena tugas Lastri hanya mencatat.
        "Ini Mas Jarwo. Bisa diambil di sana ya ! Talinya sudah bawa belum ?"
        Jarwo terdiam, senyuman menghiasi wajah cantik Lastri. Terkenang, pekerjaan membeli pupuk bisa menjadi begitu menyenangkan.
        "Mas. Ini saya beli pupuk !" kata Jarwo sambil menunjukkan kertas.
        Seorang lelaki paruh baya kemudian meminta Jarwo mendekatkan sepedanya. Meski bertubuh kecil, lelaki itu kuat mengangkat pupuk seberat hampir sama dengan tubuhnya. Lima puluh kilo, mungkin bisa lebih.
        "Mbak Lastri cantik sekali ya, Jar. Makin betah kerja di sini. Meski angkat-angkat, tapi tiap hari bisa liat Mbak Lastri ya semangat."