Pagi sudah mulai tiba. Embun menyelimuti dedaunan. Kicauan burung menjadi panggilan pagi. Senyuman mentari mulai tampak, meski malu-malu. Sumbu penerangan di rumah Jarwo nampak menghitam.
"Bu. Sudah pagi, Ibu mau pergi ke sawah pagi ini ?" tanya Jarwo. Ia baru saja selesai membaca sebuah kitab. Kitab yang menemani di kamar.Â
"Mau masak dulu. Akhirnya, kita bisa makan mie lagi." ujar Ibunya Jarwo dengan senyuman.
"Kau mau ke gereja ?"Â
"Iya, Ibu. Aku sangat rindu suasana gereja. Andai saja, Bapak masih ada. Pasti dia akan menggendongku ke gereja." ujar Jarwo dalam tatapan penuh harap.
"Kamu sebenarnya sudah berada dalam gereja. Saat ini dan setiap saat, Jarwo." kata Ibunya Jarwo. Ucapan itu begitu lembut berhias air mata.
"Maksudnya, Bu ?"
"Bapakmu dulu pamit. Dia tak rela, tanah sawah menjadi perluasan gereja. Tapi, kini tanah bapakmu sudah jadi gereja. Bapakmu sudah membawakan gereja padamu, dalam hatimu."
Mereka saling berpelukan. Menangis. Tiba-tiba, kaki Jarwo bisa digerakkan. Tampak senyum girang.
Godean, 05 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H