Akhirnya Makan Mie
Cerpen Yudha Adi Putra
Jarwo merasa sakit kepala. Tidak ada yang salah. Olahraga dilakukan tiap pagi. Tidur boleh dikatakan cukup. Air putih diminum teratur. Tetap saja, ada banyak suara di kepalanya. Terasa bisik baginya. Tiap menjelang tidur. Kantuk tak akan tiba, sebelum Jarwo benar-benar lelah menatap langit. Kalau hujan tak menyapa, ia bisa berangan soal apa saja.
"Kalau aku bisa ke gereja. Pasti, malam ini tak terasa sepi." gumam Jarwo. Lirih, tak ada yang mendengar. Bahkan, hewan malam masih asyik dengan candaan masing-masing.
"Jarwo. Apa kamu sudah makan ?" tanya Ibunya. Perempuan paruh baya itu baru pulang dari sawah. Sudah hampir gelap. Kakinya masih kotor terkena lumpur. Sorot matanya teduh. Lebih teduh dari atap rumah Jarwo kala hujan tiba.
"Belum. Aku ingin sekali ke gereja." kata Jarwo menatap Ibunya.Â
Ingin rasanya membantu Ibunya meletakkan barang bawaan dari sawah. Tapi, sengaja tak dilakukannya. Jarwo tetap berusaha melamun. Membayangkan lonceng gereja dibunyikan. Ia bisa menatap banyak orang berdatangan. Bibir mereka berhiaskan senyuman. Palsu.
"Bu. Kenapa kita tidak ke gereja malam ini ?" tanya Jarwo sambil menunjukkan sebuah buku. Bersampul debu. Beberapa bagiannya sudah sobek. Rajin terbaca oleh Jarwo.
"Hujan." jawab Ibunya singkat.Â
Malam datang dengan gelap. Menyelimuti gubug tua beralaskan tanah. Tak ada benda mewah di sana. Mungkin, kalau tak ada penerangan. Tempat itu sudah dikira gudang. Kalau tidak, bisa juga kandang ayam.
***