Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sempol Ayam Terakhir

2 Februari 2023   18:30 Diperbarui: 2 Februari 2023   18:28 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sempol Ayam Terakhir

Cerpen Yudha Adi Putra

Punya rambut gondrong tentu menyenangkan. Bagi laki-laki, bisa repot. Banyak stigma. Gondrong dekat dengan kriminal. Orang bermasalah. Bahkan, dikira preman pasar. Jarwo sempat bingung. Kalau perempuan disebut panjang. Kenapa kalau laki-laki, rambut gondrong ?

Setelah mandi, Jarwo mengusap rambut panjangnya. Menatap layar laptop. Lamunannya tertuju pada sebuah buku. Buku lusuh berwarna biru. Sampulnya sudah sulit dibaca. Termakan usia.

"Mas. Jadi beli sempol ayam tidak ?"

Teriakan Bara, adiknya Jarwo. Seperti ditagih hutang lama. Jarwo ketakutan. Bukan karena bersalah. Tapi, kejadian tadi sore membuatnya resah. Kala itu, Bara sedang bermain. Permainan anak kelas dua SD. Berlarian di halaman, tanpa sengaja. Kakinya terantuk batu. Terjatuh di antara kotoran ayam. Sontak, kawannya tertawa. Bara juga tertawa. 

"Bisa-bisanya. Kena kotoran ayam. Sudah mainnya ya !"

"Nanti. Aku masih mau bermain."

"Tapi, kamu kena kotoran ayam. Itu bau sekali. Pulang saja. Kita lanjut besok saja bermainnya!"

Bara berjalan lesu. Ia pulang dengan kaki bau kotoran ayam. Dimintanya air. Maklum, depan rumah tidak ada kran. Jarwo masih asyik dengan burungnya. Bacaan di sampingnya dibiarkan saja.

"Kenapa, Bar ? Jam segini sudah pulang ? Berantem ya !"
"Tidak. Ibu dimana, Mas ?"
Jarwo menunjuk seorang perempuan paruh baya di kebun. Rumah mereka berdampingan dengan sungai. Ada kandang burung dara. Tanaman sayur. Pohon kayu yang melintang sungai. Asyik ketika sore. Bersama burung. Semua mungkin terjadi, termasuk hujan.

***

Selesai memandikan burung, Jarwo keheranan. Burungnya malah terdiam. Tidak lincah seperti biasanya. Ada sedikit bercak darah.

"Mungkin itu tadi kena tikus."

"Semalam ada tikus ?"
"Iya. Kemarin saja, ada anak ayam dimakan juga." kata Bara pada Jarwo.

Mereka sibuk dengan permainan masing-masing. Mengisi sore, menanti disuruh makan dan mandi.

"Mas, aku mau sempol ayam sama ikan tenggiri. Belikan sepuluh ribu ya ?" pinta Bara. Ia menatap mainannya. Sebuah sepeda. Tanpa tempat duduk. Sengaja. Mungkin, Bara terinspirasi motor. Seperti tempat duduk motor.

"Aku tidak punya uang !"
"Beneran ? Kemarin saja bisa beli makanan. Bensin motor juga penuh !"
"Iya."
Seketika, Jarwo teringat janjinya bertemu Erni. Kekasih yang sudah setahun bersamanya. Kekasih dengan berbagai keribetan. Maklum saja, cinta tanpa restu. Rumit sekali dijalani. Tapi, Jarwo tetap berjuang.

"Mas, besok Minggu kita jalan-jalan ya. Aku kangen makan mie ayam. Nanti, aku yang bayar !" begitu ajakan Erni. Ajakan yang sudah dicatat di buku harian Jarwo.

"Iya." hanya itu yang bisa Jarwo ungkapkan. Tak tahu bagaimana nanti. Entah bensi untuk pergi. Dan yang paling sulit, bagaimana pamit pergi.

"Mas. Jangan ngalamun. Aku mau sempol sepuluh ribu !" teriakan Bara itu sampai terdengar Ibunya. Tak ada respon. Hanya gelengan kepala.

"Aku cek di dompet ya. Awas kalau ada uang !" bentak Bara.

Anak kecil itu menuju kamar Jarwo. Meraih sebuah dompet lusuh. Dibukanya perlahan. Ada uang lima belas ribu.

"Ini apa ? Masa tidak mau beli sempol !"

"Itu buat ke kampus besok." balas Jarwo.

"Lagian, uangku tinggal itu. Tidak tahu lagi bagaimana perginya besok." lanjut Jarwo. Air mata mulai menghiasi pipinya.

***

Sore semakin gelap, mendung menghiasi. Suara gemuruh terdengar. Hampir seperti gunung meletus. Itu semua bersumber dari pengeras suara. Entah ada pesta di samping rumah. Pesta dalam penderitaan.

"Mas. Aku mau beli sempol. Kalau tidak, aku siram pakai air ini !"

"Siram saja kalau bisa." Jarwo berhasil menghindar.

Mereka malah asyik saling siram. Lupa keinginan awal untuk membeli sempol. Setelah mandi, Bara mencari makanan. Tetap saja, dia merasa aneh. Ada yang kurang. Tapi dia sendiri tidak tahu.

"Bu. Mas Jarwo kemana ? Kok di kamarnya tidak ada ?"
"Tadi ada. Dia menulis cerita!"
"Tidak ada, Bu. Aku tadi dari kamarnya. Mau mengembalikan dompetnya." kata Bara meyakinkan.

Ibunya hanya tersenyum. Tak lama, ada suara dari depan rumah. Selain rinai hujan. Ada sebuah kabar.

"Bu, Jarwo tertabrak pengendara sepeda motor yang mabuk !"

"Ini, saya diminta mengirimkan sempol. Sekarang dia perjalanan dibawa ke rumah sakit."

Bara menerima sempol. Tak diberi tahu. Kemana Jarwo pergi. Ibunya menangis.

Godean, 02 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun