Yeni terdiam, ketika mendengar bujukan itu. Membuat dia tak bisa melupakan, sebuah senyuman. Senyuman kejam yang tak pernah dilupakan. Tatapannya pada kuda lumping dan bunga-bunga. Semua itu bernyawa. Keris dan gamelan. Ada penggeraknya. Bukan setan, bukan. Lebih kejam dari setan. Bahkan, Yeni sangat ketakutan.
***
Ketika pentas jathilan di sebuah perayaan pernikahan, Yeni menjadi penari jathilan. Jathilan kali ini sangat berkesan bagi Yeni, tentu karena keluarganya terlibat semua. Adiknya membawa kuda lumping. Ibunya menyanyi. Gendang tertabuh dengan baik oleh Bapaknya. Tentu, pawang jathilan dikerjakan oleh Pamannya. Banyak orang menonton. Ada lelaki yang ingin berfoto dengan Yeni.
"Mbak. Boleh saya minta foto bareng ?"
"Boleh. Mas !"
Tak disangka. Ada tangan yang meraih payudara Yeni. Entah dari siapa, Yeni tak tahu. Banyak penonton menyoraki.Â
"Hei Mas. Jangan kurang ajar ya. Saya ini kerja. Kesurupan kuda lumping baru tahu nanti !"
Teriakan Yeni tak ada yang mendengar. Semua seperti sedang asyik hanyut dalam musik dan tarian. Hati Yeni menciut, kini tiba waktunya ia disembuhkan oleh Pamannya. Lompatan dan tarian dilakukan Yeni, tanpa diduga. Ia pingsan dalam pangkuan pamannya. Bau dupa menjadi penyebabnya. Ketika tersadar, Yeni merasakan perih di selangkangannya. Pamannya tersenyum puas.
"Kau tidak apa, Yen ?"
Yeni hanya menatap sinis pamannya, beserta semua peralatan pemain jathilan. Malam sudah tiba, hujan turut menyapa.
***
Darso sudah tiba di depan rumah Yeni. Setelah berpamitan, mereka berjalan menuju tempat pentas jathilan.