Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yanti Kembali Menggigit Kuku

31 Januari 2023   13:01 Diperbarui: 31 Januari 2023   13:09 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yanti Kembali Menggigit Kuku

Cerpen Yudha Adi Putra

Setelah mendengar teriakan Ani, Yanti menghentikan lamunannya. Gigitan kuku dilepaskan sejenak. Tak tega, anak perempuan kepanasan dalam perjalanan. Pulang sekolah jam sebelas tentu cukup panas. Ani bersepeda. Sepeda biru pemberian adik Yanti. Seolah sedang dalam kesendirian dan Yanti hanya menatapi bunga. Kedatangan Ani mengalihkan perhatiannya.

"Anak cantik Ibu sudah pulang. Panas ya di jalanan tadi?" 

"Iya, Bu. Sepedaku bannya kempes juga. Jadi, aku dorong tadi. Untung saja sudah dekat dengan rumah." keluh Ani, anak kelas dua SMP.

"Ibu masak apa hari ini ?" 

"Itu ada sayur bayam. Tadi Ibu kasih rolade juga. Dekat kulkas juga ada jambu merah. Jambu pemberian Bu RT," 

Yanti sedikit lega. Anak perempuannya tak rewel soal makanan. Tidak seperti suaminya, sangat menjauhi sayur. Mata Yanti mengamati gelang baru yang dipakai Ani. Tak bertanya. Hanya tersenyum bahagia. Seketika, Yanti ingat kembali. Kala masa remaja, ada seorang lelaki yang memberinya gelang. Mereka memakai gelang sama. Entah, sekarang Yanti tak tahu. Dimana pemberi gelang itu. Jelas bukan suaminya.

"Sudah. Sana bersih-bersih dulu. Nanti Ibu temani makan. Terus kita mengantarkan tanaman ? Mau ikut tidak ?"

Hanya anggukan yang diterima oleh Yanti.

***

"Pagi sayang !"

"Kenapa ngalamun ?" lanjut suara seorang laki-laki. Pelukan diterima Yanti. Suaminya berhasil membuyarkan lamunan Yanti. Seketika, kuku dalam gigitannya keluarkan. Sedikit ketakutan. Fokus pandangan tertuju pada lelaki berseragam guru itu.

"Sudah mau berangkat, Mas ? Ada yang ketinggalan ? Tasnya sudah ? Kemarin sepatumu sudah aku semir juga." 

Tampak wajah gugup. Curiga kalau keperluan suaminya ada yang belum siap. Bisa marah nanti. Selidik dan keheranan akan perilaku istrinya. Pak Beno mendekatkan tangan ke arah dahi.

"Apa kamu sakit ? Kamu hamil ya?" pertanyaan itu membuat Yanti semakin gelisah.

"Tidak ! Aku tidak apa."

"Tapi, sepertinya kamu tidak baik-baik saja. Cerita. Aku tidak apa sedikit terlambat," tatap penuh perhatian didapatkan Yanti. 

Yanti hanya menggeleng. Simpul senyum kecil ditampakkan. Seolah mau bilang, kalau semua baik-baik saja. Dia bisa merasakan, suaminya cukup teliti dan peka kalau ada sesuatu yang janggal. 

***

Sudah cukup lama Yanti tinggal di desa. Tepat ketika diajak suaminya. Dulu, ia tinggal di rumah susun. Berada dalam keramaian kota. Hobi anehnya selalu saja sama, menggigit kuku. Bahkan, ketika sudah menjadi seorang Ibu. Tetap saja, ia melakukannya. Dulu, ada seorang lelaki pernah mendekatinya ketika menjelang kelulusan SMP.

"Kukumu bagus. Kalau digigit pasti bisa menjelma menjadi kupu-kupu. Tidak kunang-kunang, percayalah."

Kerap kali Yanti tersipu malu mendengar pujian itu. Tak jarang ada teman lain iri karena ia disukai lelaki pujaan banyak orang. Setelah mulai kuliah, Yanti sering mengingat kembali masa cinta monyet itu. Bukan sebagai sebuah candaan, tapi sebagai harapan. Ia sangat merindukan diperlakukan dengan manis melalui kata-kata.

Akhirnya, dengan sekuat tenangan, Yanti berusaha jatuh hati pada Beno. Mahasiswa calon guru dengan puisi jiplakan. Yanti tahu, tak ada yang asli. Setidaknya, ia mendapatkan perlakuan dengan kata-kata.

"Menurutmu, kenapa orang bisa bahagia dengan kata ? Bukankah tidak semua perkataan bisa membuat orang kenyang?" 

"Dari kata itu bisa menjelma harapan. Tidak semua bisa menumbuhkan harapan." jawab Yanti dengan kebiasaan sama, menggigit kukunya.

***

Setelah selesai makan, Ani bersiap untuk mengantarkan bunga bersama Ibunya. Sebelum pulang sekolah, ada kawan menghinanya. Awalnya hanya satu orang. Tapi, terus saja bertambah. Semua itu ditujukan pada Ibunya, Yanti.

"Bu, aku boleh tanya sesuatu tidak ?" 

"Tanya apa sayang ?" 

Ani terdiam. Tatapannya tertuju pada Ibunya. Barusan, Yanti kembali menggigit kuku. Semua bunga sudah siap dikirimkan. Yanti menjadi penjual bunga. Bisa menerima banyak pesanan dari pernikahan sampai kematian. Bunga itu bersama dalam setiap tahap hidup manusia, begitu jawaban Yanti ketika ditanya.

"Ibu. Kenapa Ibu senang menggigit kuku ?" 

"Tadi, aku diejek teman-teman. Katanya, Ibuku sering menggigit kuku."

Yanti terdiam. Tak mengira, Ani memperhatikan kebiasaan itu. Memang, tidak ada yang tahu. 

Godean, 31 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun