Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Empang yang Bersuara

26 Januari 2023   08:00 Diperbarui: 26 Januari 2023   08:03 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empang yang Bersuara

Cerpen Yudha Adi Putra

Menikmati kemacetan jalan sudah menjadi menu setiap pagi. Deru klakson tiap kendaraan mau saling mendahului. Terlambat sedikit saja, suasana jalan akan berbeda. Pagi paling ramah hanya terjadi sebelum jam lima pagi. Setelahnya, jalanan begitu panas. Tidak menyediakan pilihan kecuali segera dilalui secepatnya. Lampu lalu lintas bisa berjalan lambat. Berjuang dengan kejenuhan hidup di perkotaan.

                "Aku sudah mantap. Besok mau pindah kantor saja !" kata Andri. Perlahan, suara telpon dimatikan. Hanya tersisa deru kendaraan dan pertanyaan meyakinkan diri.

                "Nanti, kalau aku pindah tempat bekerja bagaimana ? Apa tempat yang baru bisa lebih nyaman ? Kalau lebih buruk ?" gumam Andri.

Kebingungan itu dibawa sampai kantor. Sebuah kantor dekat pasar. Tampak sudah banyak motor diparkirkan. Tidak sengaja, Andri mendengar percakapan pedagang bunga di dekat gerbang.

                "Pinjam uang dulu, Mbak !"

                "Buat apa ? Daganganku saja belum laku. Nanti mau buat kembalian. Sulit sekarang berjualan bunga di perkotaan. Mereka tidak sempat menikmati menatap bunga. Semua dihitung dengan uang. Waktu adalah uang !"

                Hanya percakapan pedagang, Andri mengira uang yang dipinjam pasti untuk bayar utang. Persis seperti rencananya pagi itu. Mau menghadap pimpinan kantor, pinjam uang untuk modal membuat empang.

                "Kau ini hidup di kota. Mana sempat membuat empang. Memangnya ada tempat di rumahmu untuk digali ?" tanya pimpinan kantor tempat Andri bekerja.

                "Begini, Pak. Saya mencoba membuat empang di atas rumah. Pakai terpal saja rencananya. Jadi, tidak memerlukan tanah luas untuk digali," tatapan Andri meyakinkan. Ia berharap, selain dapat pindah tempat bekerja juga bisa memperoleh pinjaman.

                "Bukannya kau juga mau pindah tempat bekerja ?"

Andri hanya mengangguk. Ia sudah tidak tahan sebenarnya, teman di kantornya penuh persaingan. Ada yang mendekat, tapi hanya untuk memanfaatkan. Tidak jarang merasa Andri sebagai saingan, lalu menyebarkan berita bohong di kantor.

                "Lihat. Itu dia bisa beli motor baru pasti simpanannya sekretaris kantor. Dia hanya pegawai biasa. Memangnya, dapat uang dari mana ?"

Gunjingan seperti itu kerap didengar oleh Andri. Ia dulu memang dekat dengan sekretaris kantor, Bu Asih. Itu karena mereka satu daerah. Hidup di kota, jika tidak punya teman yang dari tempat asal sama akan menyebalkan bukan ? Banyak perbedaan.

Sudah sepuluh tahun, Andri menjadi pegawai kantor yang bergerak di jasa simpan pinjam dan pengajuan utang. Bisnis itu miliki Pak Darso, salah satu juragan empang di pasar. Karena tidak tahan banyak yang pinjam uang padanya. Ia membuka usaha jasa simpan pinjam lengkap dengan juru pukul kalau tak mampu bayar bunga. Apalagi, lokasinya dekat pasar. Tapi, kini Pak Darso sudah meninggal dan usahanya berkembang pesat hingga memiliki tiga cabang.

***

                Malam menjadi panjang bagi Andri, bukan karena malam jumat. Tapi, ia terbangun pukul sebelas malam dan tidak bisa tidur lagi.

                "Kau ini kenapa, Mas ? Dari tadi tidak tidur. Gangguin orang mau tidur saja !" keluh istrinya Andri.

                "Bagaimana kalau kita membuat empang di atas rumah ? Aku kepikiran itu !" usul Andri.

                "Kalau hujan bagaimana ? Lagian, kolam kok di atas rumah. Nanti bocor bisa basah semua. Sudah aku mau tidur saja !"

                Andri melanjutkan malam dengan kebingungan. Ide membuat empang tak datang begitu saja. Ia bermimpi bertemu lelaki tua menghitung uang di tepi empang. Lelaki itu punya banyak empang dan Andri mendapatkan tugas untuk menagih utang.

                "Sudah punya uang, Pak ?" tanya Andri tanpa menatap lelaki tua itu.

                "Kau ini siapa ?" lelaki tua malah bertanya.

                "Saya penagih utang. Bapak belum bayar utang !"

                "Saya tidak punya utang !"

                Mereka kemudian ribut. Karena kesal, Andri dipukul dengan tongkat oleh lelaki tua dan disuruh untuk pergi. Kesakitan, Andri membalas mendorong lelaki itu hingga terjebur dalam empang.

                "Dasar lintah darat !"

                Andri ketakutan, di sebelah empang. Sudah banyak berlarian warga desa membawa celurit. Siap mengamuk Andri. Mereka berteriak !

                "Pak Darso !"

Setelah itu, Andri terbangun. Ia bertanya pada kawan apa arti mimpinya. Ada yang bilang, nasibnya akan berubah karena empang.

Godean, 26 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun