Cerpen Yudha Adi Putra
Ayam berkokok seolah senang. Pagi datang dengan suasana cerah. Embun membasahi dedauan. Di depan sebuah rumah, seorang laki-laki sedang merapikan sangkar burung. Kain biru digunakan untuk menutupi. Wajahnya bersemangat, ada rokok menyala terjepit dibibir, sesekali tangannya menggoda burung dalam sangkar. Beberapa burung masih tergantung dengan tutup kain juga. Perlahan, satu persatu dibuka. Hanya ada satu sangkar, dibiarkan tetap berselimut kain hitam.
***
Motor mulai dikeluarkan dari garasi. Ruang tamu sekaligus tempat menaruh motor itu mulai disapu. Ada seorang perempuan masih mengenakan daster menyapu. Perempuan itu hanya diam. Seolah tidak peduli apa yang dilakukan oleh lelaki yang disebut suami itu. Jendela rumah mulai dibuka. Lampu beberapa ruangan dimatikan. Dengan telaten, perempuan bernama Mbak Yanti itu memeriksa bunga mawar di depan rumah. Kemudian, sesekali mencopoti daun kering yang menggotori. Laki-laki dengan kurungan berbungkus kain hitam tadi sudah bersiap untuk pergi.
"Aku mau ikut lomba kicau burung !," kali ini, Pak Darso mulai bersuara. Pamit pada istrinya yang sibuk mengamati bunga.
"Boleh-boleh saja. Asal kalau pulang bawa uang !" perempuan yang nampak muda karena sering ke salon itu tersenyum.
"Kemarin sudah aku kasih uang bulanan. Masa kurang?"
"Aku mau pergi ke salon dengan teman-teman !"
Lelaki itu tidak menjawab. Ia berdiri dan menuju motor kesayangannya. Pergi meninggalkan istrinya karena waktu sudah hampir jam tujuh pagi. Lomba kicau burung memang selalu diadakan setiap hari Minggu pagi. Rela tak pergi ke gereja, Pak Darso pasti hadir di lapangan luas dengan gantangan dekat pasar. Ia selalu berjalan memutar, malu nanti berpapasan dengan orang berangkat ke gereja. Memelihara burung menjadi hobi bagi banyak lelaki, termasuk mereka yang sudah menjadi bapak-bapak. Selain karena hobi yang tidak terlalu berisiko, kecuali burung lepas atau mati. Hobi ini menjadi pelampiasan ketika dimarahi istri. Begitu juga yang jadi alasan Pak Darso. Meski bagaimana juga, burung harusnya terbang bebas, bukan dalam sangkar. Itu menjadi risiko.
"Lebih baik sedih karena burung lepas atau mati. Kalau sedih ketahuan selingkuh, malah berbahaya !"