Sentir menerangi beberapa gorengan. Ada sate juga. Minuman jahe tak terlupakan. Begitulah suasana malam di angkringan. Sebelum sentir tumpah, membakar angkringan hingga menghitam.
***
        Lampu datang dengan banyak warna. Redupnya sentir kalah. Sentir mulai kesepian di pojok ruangan. Ia hanya menjadi kawan rongsokan. Sesekali, ada yang mencarinya. Sekarang, hanya seperti hiasan saja. Kalau orang cari, pasti tidak untuk diberi minyak tanah.
        "Kalau pakai sentir, nanti kelihatan klasik. Jadi, lebih menjual tempat makan kita nanti !"
        "Tapi, dimana kita bisa mencari sentir?"
        Sentir tersenyum. Kini, ia menjadi barang yang begitu dicari. Bukan untuk menerangi, tapi untuk menghiasi. Kadang, ia teringat masa dimana bisa membakar kandang sapi. Ia juga ingat, wajah dua maling yang mengintip seorang janda mandi lalu kakinya menginjak paku.
        "Mereka senang hidup di masa lalu!"
        "Bukankah masa kini akan menjadi masa lalu juga ?"
        "Mungkin. Jika kau tak mati duluan atau paling tidak mulai dilupakan."
        Sentir kebingungan. Percakapannya dengan lampu harus terjadi setiap malam. Karena kini, sentir menjadi pembungkus lampu taman.
        "Kalau begini, tampilannya sama seperti masa dulu. Ketika hidup di desa dan belum ada lampu,"